Aku adalah seorang gadis desa yang dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang duda dari sebuah kota. dia mempunyai seorang anak perempuan yang memasuki usia 5 tahun. dia seorang laki-laki yang bahkan aku tidak tahu apa isi di hatinya. aku tidak mencintainya dia pun begitu. awal menikah rumah tangga kami sangat dingin, kami tinggal satu atap tapi hidup seperti orang asing dia yang hanya sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk dengan berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak perempuannya. akan tetapi semua itu perlahan berubah ketika aku mulai mencintainya, namun pertanyaannya apakah dia juga mencintaiku. atau aku hanya jatuh cinta sendirian, ketika sahabat masa lalu suamiku hadir dengan alasan ingin bertemu anak sambungku, ternyata itu hanya alasan saja untuk mendekati suamiku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia greyson, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Pagi itu berbeda dari biasanya, yang mana setiap pagi Amira yang selalu bangun lebih awal tapi hari ini agak berbeda. Amira kaget mengapa Arif tidak ada disampiang nya, kemna Arif pergi? Tanya Amira dalam hatinya
Saat Amira memikirkan kemana perginya Arif , aroma teh yang hangat menyambutnya. Ia agak sedikit bingung, lalu dia duduk perlahan dan menemukan secangkir teh yang sudah terletak di atas nakas. Masih hangat. Dan ada secarik kertas kecil di bawah cangkir itu.
"Aku nggak bisa bikin sebaik kamu. Tapi semoga cukup buat bikin pagimu sedikit lebih manis. Ini teh manis untuk seseorang yang amat manis. Arif
Amira menatap kertas itu lama. Bibirnya tertarik membentuk senyum kecil. Bukan tentang tehnya, tapi tentang perhatiannya. Tentang usaha kecil yang terasa begitu besar di hatinya. Amira memilih untuk mencuci wajahnya dikmar mandi, namun dia teringat tentang secangkir teh yang dibuatkan oleh Arif tadi, " apakah Mas Arif sepeti ini ya kepada mendiang istrinya dulu, alangkah beruntungnya mbak Rani mendapat suami seperti Mas Arif."
setelah selesai dengan kegiatan nya dikmar mandi. Amira keluar dari kamarnya.
Saat ia keluar kamar, ia berjalan menuju arah dapur, disana ia melihat Arif sedang menyiapkan sarapan ringan di dapur. Maira sudah duduk sambil mengayunkan kakinya, menunggu roti panggang yang dibuat oleh Arif.
Amira kembali kaget oleh oleh sikap suaminya pagi ini, pagi ini dia sangat berbeda sekali dari bisanya, Amira berpikir keras apa yang membuat suaminya seperti ini. Dalam heningnya Amira dikagetkan oleh suara putrinya.
" Mama Amira bangun telat pagi ini" kata maira sambil tertawa ringan. " Bukan mama yang telat bangun sayang, tapi kamu dan papamu yang bangun lebih awal pagi."
" Tadi pagi papa masuk kekamarku, ma. Kata papa aku harus bangun cepat hari ini, papa bilang ingin membuat sarapan untuk kita bertiga sebelum mama bangun tetapi sebelum masakan nya selesai mama sudah bangun, kata Maira sambil tertawa.
Mas Arif meletakkan Roti panggang yang dia buat di atas meja, dia juga menyiapkan susu untuk Maira, juga di atas meja sudah ada teh lagi, dan segelas kopi, aku yakin teh tersebut untuk kU. Bahagia sekali rasanya aku pagi ini.
Mereka makan bersama pagi itu. Ringan. Sederhana. Tapi terasa utuh. Tidak ada obrolan apapun yang terjadi di meja makan pagi ini, hanya ada suara sendok yang berbunyi di piring kamu bertiga, kamu makan dengan lahapnya.
Setelah sarapan bersama, Arif tidak langsung berangkat kerja. Ia malah duduk di ruang tamu, menunggu Amira membereskan dapur. Saat Amira datang dan duduk di sebelahnya, Arif berkata pelan, “Aku sadar satu hal, Mira.”
Amira menoleh. “Apa itu, Mas?”
“Rasanya rumah ini mulai lebih hangat sejak kedatangan kamu ke dalam rumah ini, suasana rumah yang dulu nya sangat hening, namun ketika kamu sudah benar-benar masuk ke dalam hidup kami. Bukan cuma sebagai istri, tapi sebagai kamu. Sebagai Amira yang tulus, tulus menyayangiku dan anakku."
Amira hanya bisa menatapnya. Tidak ada jawaban, karena dadanya terlalu penuh oleh perasaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata.
Dan sebelum Arif berangkat, untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, ia mencium kening Amira ringan, tapi dalam. “Doakan aku kerja lancar, ya.” Amira menahan senyum, menunduk pelan. “Selalu.” Ucap Amira tersenyum
Namun Amira juga terkejut ketika Arif tiba-tiba mencium keningnya. Tapi Amira bisa menyembunyikan keterkejutannya itu, akan tetapi wajahnya tidak bisa berbohong karna wajahnya memerah setelah di cium oleh Arif, tingkahnya yang malu-malu membuat Arif tersenyum diam-diam. Dia takut Amira akan merasa malu.
“Mira, aku udah minta sopir kantor buat bantu antar-jemput Maira. Aku nggak mau kamu terlalu capek setiap hari harus ngantar sendiri.” Maaf selama ini sudah merepotkan mu" kata Arif, kamu juga bisa mintak tolong untuk mengantar mu untuk pulang dan pergi kelas menjahit mu. " baik lah mas, Terimaksih banyak.
Arif mengangguk. “Aku juga berpikir… mungkin kamu butuh bantuan di rumah. Gimana kalau kita cari pembantu? Supaya kamu nggak harus ngurus semuanya sendiri.”
Amira tersenyum lembut, lalu menjawab dengan tenang, “Aku bersyukur kamu perhatian begini Mas. Tapi untuk sekarang, aku belum mau ada pembantu di rumah. Aku masih bisa mengurus semuanya, dan aku suka melakukannya sendiri.”
“Tapi jangan terlalu memaksakan diri, nanti kamu capek kalau terlalu banyak kegiatan yang kamu lakukan", ucap Arif, sedikit khawatir terlihat di wajahnya.
“Aku janji, kalau aku merasa lelah atau kewalahan, aku akan bilang kepadamu, dan aku akan langsung minta di carikan pembantu", kata Amira tersenyum lembut. Tapi untuk saat ini… aku hanya butuh bantuan sopir untuk Maira. Biar aku tetap bisa dekat dengan rumah ini. Dengan kalian.”
Arif menatapnya lama, lalu mengangguk pelan. “Oke. Seperti biasa kamu tahu apa yang terbaik untuk Maira, semuanya terserah kamu saja.”
Dan dalam hati Arif, ada kekaguman baru yang tumbuh untuk perempuan yang telah begitu tulus menjaga rumah yang perlahan mulai ia sebut rumah juga. " Setulus itu ternyata Amira terhadap anakku, aku janji mulai hari ini aku akan belajar untuk menjadikan Amira istri untuk Ku selamnya." Ucap Arif
" Baiklah Maira, aku berangkat ke kantor dulu ya, hati-hati ketika kamu pergi kelas menjahit nya nanti ya, mungkin hari ini aku akan pulang sedikit terlambat dari biasanya." Amira mengangguk dan kemudian mengantar Arif keluar rumah untuk berangkat ke kantor.
Maira yang sudah berangkat sekolah dan Arif juga sudah berangkat ke kantornya, Amira pun siap-siap untuk berangkat ke tempat kelas menjahitnya, Amira sudah mulai bisa menjahit bahkan hari ini dia akan menyelesaikan gaun buatannya untuk Maira, dia berharap Maira akan menyukai gaun hutannya nanti.
Amira memesan ojek online langganan nya, setelah ojeknya datang dia berangkat dengan senyum yang mengembang di bibirnya, akhirnya perlahan semuanya kini mulai membaik, mulai dari hubungannya dengan Maira, dan sekarang dengan Arif, "semoga secepatnya kita bisa saling menerima mas" dalam hati Amira
Perjalanan kali ini sangat macet, dikarenakan adanya kecelakaan di jalan daya yang dilewati oleh Amira, tetapi dia tidak tau pasti apa yang kecelakaan itu, mobil atau motor sebab ketika dia lewat dia sudah tidak melibat adanya korban lagi disana.
Sampai di tempat menjahitnya, Amira masuk dengan mengapa teman-temanya, mereka juga membalas sapaan Amira dengan senyum juga.
Mereka kembali keaktifitas mereka masing-masing. Akhirnya siang ini di lalui Amira dengan sangat semangat dan tanpa adanya nya halangan yang menghalanginya, senyum cerah selalu terbit di bibir mungil Amira setiap detiknya.