Kejadian tak terduga di pesta ulang tahun sahabatnya membuat seorang gadis yang bernama Recia Zavira harus mengandung seorang anak dari Aaron Sanzio Raxanvi.
Aaro yang paling anti wanita selain ibunya itu, tiba-tiba harus belajar menjaga seorang gadis manja yang takut dengan dirinya, seorang gadis yang mengubah seluruh dunia Aaro hanya berpusat padanya.
Apakah dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya?
Apakah dia bisa membuat Cia agar tidak takut dengannya?
Dapatkan dia dan Cia menyatu?
Dapatkah Cia menghilangkan semua rasa takutnya pada Aaro?
Ayo baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZaranyaZayn12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh
"Ayo Aa, kamu harus makan nak, nanti Maag kamu kambuh!" Ujar Sana yang mencoba menyuapi Aaro.
"Jangan Ma..." Telat! Sana sudah mendekatkan makanan itu ke depan mulutnya membuat Aaro kembali berlari ke arah kamar mandi dan langsung memuntahkan isi perutnya.
Sana dan Cia pun segera berlari menyusul Aaro. Sana yang melihat putranya hanya memuntahkan cairan bening pun menghampiri putranya itu kemudian memijat pelan tengkuk Aaro berharap laki-laki itu bisa berhenti muntah.
"Cia!!! Mama mohon!!! Tolongin Aaro Ya?" Bujuk Sana yang tidak mendapatkan respon apapun dari Cia.
"Tolongin Apa Ma?" Lirih Cia bingung.
"Tolongin anak Mama," Isak Sana.
Cia yang melihat Sana menangis, merasa tidak tega. Gadis itu pun berjalan dengan ragu ke arah Sana kemudian membantu menepuk-nepuk punggung wanita itu, mencoba menenangkan Sana.
"Iya Mama, Cia coba bantuin ya Ma?" Ujar Cia mendekati Aaro dengan takut-takut. Gadis itu mengangkat tangannya perlahan untuk membantu Sana mengurut tengkuk Aaro agar berhenti muntah.
Hoek
Hoek
Hingga Aaro merasakan usapan lain pada punggungnya yang ajaibnya usapan itu membuat rasa ingin muntahnya tiba-tiba saja berhenti membuat Aaro langsung terduduk lemas.
"Capek!" Gumam Aaro.
Bruk
Aaro jatuh pingsan membuat Cia dan Sana berteriak kencang.
Brak
Bunyi pintu kamar yang terbuka dengan kencang.
"Kenapa Ma?" Panik Zio dan Rion kemudian mengitari sekeliling kamar Aaro dan tidak menemukan apapun, hingga tatapan keduanya terarah pada kamar mandi Aaro. Zio dan Rion pun saling bertatapan kemudian menganggukkan kepala bersamaan. Seakan-akan mereka bisa berbicara hanya dengan tatapan mata saja.
Mereka berdua pun langsung berlari ke arah kamar mandi Aaro kemudian terbelalak kaget ketika melihat Aaro yang sudah tidak sadarkan diri.
"Aa!" Teriak mereka kemudian menghampiri Aaro panik.
"Pa..." Isak Sana.
Zio dan Rion pun segera mengangkat tubuh lemas Aaro, membawa laki-laki itu ke atas tempat tidur. Sana bahkan sudah menangis kencang melihat tubuh putranya.
Setelah mengangkat putranya, Zio langsung bergegas keluar kamar untuk mengambil sesuatu.
"Aa? Sayang?" Panggil Sana. Tak lama, Zio pun kembali ke kamar Aaro dengan membawa perlengkapannya untuk memeriksa Aaro.
Setelah memeriksa Aaro, Zio segera memasangkan infus pada tangan Aaro yang lemah agar tubuh laki-laki itu mendapatkan nutrisi.
"Udah Ma, jangan nangis lagi. Kan sekarang udah ada Cia. Cia bisa bantu Aaro kan sayang?" Tanya Zio lembut yang dibalas dengan keheningan membuat mereka bertiga menatap ke arah gadis mungil itu dengan pandangan was-was.
Tak lama, Cia menganggukkan kepalanya pelan membuat mereka semua tersenyum dan menghela nafas lega.
"Cia serius Sayang?" Tanya Sana yang lagi-lagi mendapatkan anggukan kepala pelan Cia.
"Tapi Mama temenin Cia ya? Cia takut!" Ujar Cia yang di angguki oleh Sana dengan semangat.
"Mama pasti nemenin Cia kok, Cia gak usah takut ya sayang." Ujar Sana.
"Iya Ma," Lirih Cia dengan suara kecilnya.
Cia pun duduk di samping Aaro dengan ragu. Gadis itu mencoba mengusap kepalanya pelan tanpa menatap wajah laki-laki itu. Dia hanya melihat sekilas wajah Aaro yang sangat pucat serta di penuhi oleh keringat itu.
Tak lama, Aaro mengerjapkan matanya pelan kemudian kembali memejamkan matanya sejenak guna meresapi usapan tangan Cia pada rambutnya. Rasanya rasa mualnya hilang begitu saja kala tangan itu bergerak lembut di atas sana.
"Aaro? Kamu udah sadar sayang? Kamu makan dulu ya Nak! Cia bantuin suapin Aaronya ya sayang?" Tanya Sana yang di angguki oleh Cia dengan pelan tanpa mau menatap wajah Aaro.
Sana pun menyodorkan semangkuk bubur kepada gadis itu yang di terima Cia kemudian menyendokkannya.
"Bentar! Aaronya duduk dulu." Ujar Zio kemudian membantu anaknya itu untuk duduk.
Setelah Aaro duduk dengan nyaman, Cia mulai menyuapkan bubur itu perlahan ke arah Aaro yang anehnya tidak membuatnya mual sama sekali. Berbeda saat dirinya atapun orang lain yang menyendokkannya untuk Aaro. Pasti dia akan langsung berlari ke dalam kamar mandi dan muntah-muntah walaupun makanan itu belum masuk ke dalam mulutnya.
Sana, Zio dan Rion yang melihat keduanya menghela nafas mereka lega karena akhirnya Aaro bisa mengisi tubuhnya dengan makanan walaupun telat.
Makanan itu bahkan di habiskan oleh Aaro tanpa sisa. Namun saat Aaro mengambil air minum di atas nakas dan hendak meminumnya,
Hoek
Cia dengan segera memegang gelas Aaro membuat Aaro bisa minum dengan tenang.
"Tolong bantuin Aaro minum obatnya Ci," Pinta Zio yang dibalas anggukan kepala Cia.
Tangan mungil itu mengambil obat yang di sodorkan oleh Sana, kemudian memajukan tangannya ke arah mulut Aaro.
Aaro yang mengerti pun membuka mulutnya kecil dan Hap obat itu masuk ke dalam mulut Aaro tanpa banyak drama lagi.
"Aaro ngantuk Ma, capek juga." Gumam Aaro. Sana yang mengerti pun mengusap punggung Aaro dari belakang diikuti dengan Cia yang mengusap rambut Aaro membuat yang punya mulai memejamkan matanya perlahan.
Zio yang melihat itu pun kembali membantu putranya itu agar berbaring dengan nyaman.
Tak lama, Aaro pun tertidur dan mereka semua pun keluar dari kamar itu diikuti oleh Cia membuat Sana menyadari hal itu.
"Kita tidur di sini aja ya sayang, jagain Aaro." Cegah Sana yang membuat Cia terhenti kemudian kembali pada tempatnya.
"Sini sayang, Kita bobok yuk. Mama peluk Cia ya?" Ujar Sana menepuk kasur tengah-tengah antara dirinya dan Aaro.
"Iya Ma," Jawab Cia kemudian naik ke atas tempat tidur dan memposisikan tubuhnya agar bisa dengan mudah memeluk Sana. Akhirnya, mereka pun bisa tidur dengan nyenyak.
\~\~\~
"AAAAA MAMA! CIA TAKUT!!!" Teriakan itu membuat Sana yang tengah berada di dapur kaget dan reflek berlari ke kamar putranya diikuti oleh Zio dan Rion.
Brak
"Cia kenapa Sayang?" Tanya Sana saat sudah sampai di kamar Aaro.
"Mama!!! Cia takut!!!" Isak Cia di pojokan kasur paling ujung.
Sana segera menghampiri Cia dengan terburu. Takut terjadi sesuatu dengan putrinya itu.
"Kakak Jangan maju-maju! Jangan deket-deket Cia!" Panik Cia saat Aaro yang memaksakan diri ingin menghampiri istrinya.
"Tapi lo...!"
"Jangan maju-maju Cia bilang!" Teriaknya memotong omongan Aaro.
"Mama!!!" Isak Cia memeluk Sana yang sudah berada di sampingnya.
Sana memeluk Cia dengan erat sembari mengusap punggungnya pelan, mencoba menenangkan gadis itu.
"Cia kenapa hmm?" Tanya Sana lembut.
Mereka ~Rion, Zio dan Sana ~ saling berpandangan satu sama lain karena tidak mengerti dengan kejadian saat ini.
"Cia takut sama Kakak itu Mama!" Ujar Cia di dalam pelukan Sana.
"Aa kenapa?" Tanya Zio memandang anaknya itu tajam.
"Aaro gak tau Pa, Cia tiba-tiba aja langsung teriak waktu dia baru bangun." Ujar Aaro bingung.
"Yaudah, mending kamu mandi gih Aa, Mama tenangin Cia dulu." Ujar Sana masih mencoba menenangkan Cia yang masih terisak.
"Iya Ma," Ujar Aaro kemudian bangkit dari ranjangnya.
"Sabar Aa," Ujar Rion menepuk pundak Aaro kemudian keluar kamar.
"Kamu kayaknya butuh berjuang Son, Selamat berjuang!" Ujar Zio terkekeh kecil.