Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Kedatangan Farisa
Mahreeen memutuskan untuk cuti selama seminggu demi menjaga Hanin yang dirawat di rumah sakit, setelah di beri kabar oleh dokter Mahreeen langsung telp bagian HRDnya agar hak cutinya bisa di pakai.
Selama itu, Rasya, anak sulungnya, banyak membantu bergantian menjaga adik adiknya. Sementara Chana, anak tengahnya, lebih suka di rumah dan hanya ikut ibunya ke rumah sakit jika sedang libur sekolah.
Siang ini, pada hari operasi Hanin, Mahreeen berjalan menuju kantin untuk membeli cemilan. Saat melewati lorong rumah sakit, tiba tiba saja dia berpapasan dengan seorang wanita muda, cantik, namun sombong. Mereka tanpa sengaja bertabrakan, dan Mahreeen segera meminta maaf.
Bruk!!!
"Maaf, saya tidak sengaja," ucap Mahreeen sopan, menunduk sedikit sebagai tanda hormat.
Namun wanita tersebut, dengan wajah jijik, segera menjauh dari Mahreeen sambil menatapnya penuh hinaan.
"Jangan sentuh aku, ya! Jijik sekali," cibirnya sambil merapikan gaun mahalnya.
"Kamu tidak tahu aturan atau memang buta? Lihat ke mana kamu berjalan!" sentaknya lagi.
"Saya sudah minta maaf... Tidak ada niat untuk melakukannya." ucap Mahreeen terkejut, lalu menjawab dengan suara pelan.
Wanita itu hanya mengibaskan tangan dengan kasar, tak menghiraukan permintaan maaf Mahreeen.
"Kamu pikir aku mau mendengar alasanmu? Sepertinya kamu sudah terbiasa berjalan seperti itu, miskin dan tak terurus!" ucapnya tajam, kemudian pergi tanpa menunggu jawaban, meninggalkan Mahreeen yang hanya bisa berdiri terpaku.
"Astaghfirullah... apa salahku?" lirih Mahreeen penuh kesedihan, namun dia hanya bisa menggelengkan kepala.
"Orang kaya memang bisa bertindak sesuka hati mereka." lirihnya kembali.
Setelah insiden itu, Mahreeen segera kembali ke ruang NICU. Saat tiba, persiapan untuk operasi Hanin sudah dimulai. Di tengah kekhawatirannya, ponselnya berbunyi. Terlihat nomor yang tidak dikenal di layarnya. Ketika diangkat, ternyata itu adalah Manaf.
"Halo, Mahreeen?" suara lembut namun tegas Manaf terdengar di ujung telepon.
"Iya, Pak Manaf. Ini saya, Mahreeen," jawabnya gugup.
"Bagaimana keadaan Hanin? Aku dengar hari ini operasinya. Aku ingin kamu tetap tenang. Percayalah, Hanin pasti bisa melewatinya. Banyak berdoa, ya," ucap Manaf mencoba menenangkan.
"Terima kasih, Pak Manaf. Dukungan Anda sangat berarti bagi saya. Saya hanya bisa berharap dan berdoa, semoga operasi ini berjalan lancar," jawab Mahreeen dengan suara sedikit gemetar.
"Aku tahu ini berat untukmu, tapi kamu kuat, Mahreeen. Jangan ragu untuk memberitahuku jika ada yang kamu butuhkan, maaf saya belum bisa kerumah sakit saat ini untuk menemanimu disana," lanjut Manaf sesal.
"Baik, Pak. Terima kasih. Saya akan selalu ingat kata kata Anda, tidak apa Pak. Saya mengerti, terima kasih sekali Pak," ucap Mahreeen merasa lebih tenang setelah mendengar kalimat motivasi dari Manaf.
Setelah panggilan berakhir, Mahreeen menghembuskan napas panjang.
"Pak Manaf... dia benar benar perhatian," pikirnya dalam hati. Saat ini, Manaf adalah satu satunya orang yang benar-benar peduli padanya. Di saat suaminya, Peros, tidak pernah hadir di rumah sakit, Manaf hadir untuk memberikan dukungan.
Ketika Mahreeen mencoba menghubungi Peros untuk terakhir kalinya, teleponnya tidak diangkat. Dia menelepon Chana di rumah.
"Chana, Bapak ada di rumah?" tanya Mahreeen dengan nada penuh harap.
"Nggak ada, Bu. Bapak belum pulang dari semalam," jawab Chana dengan polos.
Mahreeen hanya bisa menarik napas panjang.
"Baiklah, nak. Jaga diri kalian, ya," ucapnya, mencoba menahan air mata. Peros benar benar tidak peduli lagi, bahkan di hari penting seperti ini.
Kamu benar benar sangat mengecewakan aku Peros!!! Aku tidak menyangka kamu hanya mendewakan uang, apa jadinya nanti jika aku sudah berikan uang 1M itu. Bisa jadi kamu tidak ingat kami lagi!!!
Sungguh aku menyesal telah bersamamu dan berkorban selama ini. Aku memaklumimu selama ini, tapi kamu telah menyakitiku lebih dari seharusnya. Cukup!!! Aku sudah membuka mataku!!! Terima kasih Peros kamu tunjukkan dirimu yang asli didepanku saat aku bimbang, kini aku sudah sangat yakin melepaskan pernikahan ini. Batin Mahreeen.
***
Sementara itu, di tempat lain, Manaf baru saja selesai menelepon Mahreeen ketika ruangannya diketuk. Istrinya, Farisa, masuk tanpa menunggu izin. Dengan gaya angkuhnya, Farisa langsung duduk di sofa tanpa menyapa terlebih dahulu.
"Manaf, aku butuh uang lebih. Banyak barang yang harus aku beli, dan aku perlu memanjakan diriku sedikit," ucapnya langsung tanpa basa-basi.
"Kamu selalu datang hanya untuk uang, Farisa. Apa kamu tidak punya alasan lain selain itu?" ucap Manaf menatapnya dingin.
"Kenapa, Manaf? Bukankah itu yang kamu suka? Aku mengambil uangmu dan kamu bebas dari sentuhanku." tanya Farisa tersenyum sinis.
Manaf segera menahan tangannya ketika Farisa mencoba mendekat.
"Ambil uangnya, Farisa! Tapi jangan pernah sentuh aku. Kamu tahu aturannya." Nadanya dingin dan tegas, seolah memberikan peringatan.
"Ya, ya, aku tahu. Jangan khawatir. Aku hanya butuh uang," jawab Farisa tanpa ragu, lalu mengulurkan tangannya.
Manaf langsung membuka dompetnya dan memberikan uang tunai tanpa berkata kata.
"Ini. Ambil sesukamu. Asal jangan mendekat." Perintah Manaf.
"Kamu memang ATM berjalan, Manaf. Aku suka itu." Dia berdiri, merapikan tas mahalnya, dan menatap Manaf dengan tatapan puas.
"Baiklah, aku akan pergi sekarang. Uangnya cukup untuk mentraktir ibuku dan teman temanku. Terima kasih, sayang." ucap Farisa tertawa kecil.
Aku tidak butuh tutuhmu, suamiku di atas kertas yang bodoh! Aku hanya membutuhkanmu karena uangmu saja. Untuk kebutuhan biologisku bisa aku dapatkan dari pria lain. Selagi aku berstatus nyonya muda Omar selagi itu pula aku bisa menikmati kemewahan semua ini.
Sungguh aku tidak butuh kamu, Manaf. Aku hanya ingin kekuasaanmu, uangmu, yang mampu membuatku puas di luar sana dan mama bisa senang juga karena di hargai oleh kalangan atas saat ini. Aku tidak akan pernah melepaskanmu! Batin Farisa.
"Silakan. Lakukan apa yang kamu inginkan, tapi jangan pernah melupakan batasnya, Farisa," balas Manaf, nadanya tetap datar.
Farisa hanya tersenyum sambil berlalu meninggalkan ruangan. Manaf menghela napas panjang setelah Farisa pergi.
"Kenapa hidupku harus seperti ini?" pikirnya, merasa terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.
"Lalu bagaimana nanti dengan Mahreeen??? Aku tidak bisa menebaknya," lirih Manaf.
***
Ruang operasi masih berlampu merah, Mahreeen menunggu disana seorang diri.
Mahreeen, yang masih di rumah sakit, terus menanti dengan cemas. Di dalam batinnya, dia bergulat dengan perasaan campur aduk antara kecemasan akan kondisi Hanin dan sudah ikhlas terhadap keputusan yang telah dia buat dengan Manaf.
Ya Allah, jika ini adalah jalan yang terbaik untuk anak-anakku, tolonglah aku. Berikan aku kekuatan untuk menjalani ini semua, batinnya sambil memandangi pintu ruang operasi, menunggu kabar tentang anaknya yang sedang berjuang.
...****************...
Hi semuanya!! Tinggalkan jejak kalian ya disini.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.