Menceritakan tentang Raya seorang perempuan yang memiliki kelebihan yaitu Indra keenam. Raya adalah seorang vokalis bend nya yang berada KapRal. Raya juga merangkap sebagai pencipta lagu yang dia ambil dari kisah-kisah arwah penasaran.
Suatu hari Genk KapRal didatangkan beberapa musibah dan malapetaka, pertama Raya nyaris terbunuh, kedua bend KapRal mendapati sebuah fitnah bahwa bend mereka melakukan plagiat atas lagu-lagu yang diciptakan Raya.
Saat merasa frustasi Raya tiba-tiba mendapat ide untuk datang ke villa milik kakeknya.
Di Sana dia yang ditemani sagara menemukan beberapa hal ganjil serta berhasil menemukan sebuah syair atau mantra yang akan di ubah oleh Raya menjadi sebuah lagu.
Dari sanalah malapetaka besar itu akan muncul. Setelah Raya memperkenalkan lagi ciptaanya kepada teman-teman bend nya.
Satu persatu teman-teman bend mati dengan cara yang mengenaskan, pembunuh nya hanya meninggalkan jejak yang sama yaitu kedua bola mata korban lenyap tiada bekas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuireputih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Apa Yang Kau Cari?
"Ini rumah siapa? Mengapa tiba-tiba kau mengajakku ke sini?" tanya Sagara penasaran.
Raya tak menjawab. Ia bergegas melepas sabuk pengaman dan membuka pintu mobil. Gadis itu tampak tak sabar. Langkahnya memburu, menghampiri rumah bernuansa putih yang catnya telah mengelupas dimakan usia dan tampak jelas kala didekati. Sebelah tangan Raya merogoh tas mungil dan mengeluarkan kunci.
"Ray!" susah payah Sagara mengejar, "Kau belum menjawab pertanyaanku! Sebenarnya ini tempat apa?"
Langkah Raya terhenti. Gadis itu membalikkan badan seraya tersenyum simpul. Sagara menatap Raya dengan bingung. Rasanya merinding. Keanehan gadis itu makin terasa dan membuat penasaran. Sayangnya, Rindu dan Aura tak mau membuka mulut.
"Ini rumah kakekku, Gar!" Raya memasukkan kunci ke lubang pintu dan memutarnya. Pintu putih berbahan kayu jati itu terbuka perlahan.
"Apa yang diminta Bara ada di sini!" ucap nya.
Sagara mengangkat sebelah alisnya, "Maksudmu?" Tanya Sagara tak mengerti.
Tak ada jawaban dari Raya. Gadis itu langsung menyapa ruang yang pengap dan penuh debu. Sarang laba-laba banyak menghiasi langit-langit dengan lampu kristal yang telah mati.
Listrik di rumah ini telah lama diputus. Terpaksa Raya menggunakan senter sebagai penerang. Cahaya muncul dari satu titik dan makin menampakkan betapa tak terawatnya rumah almarhum kakek Raya.
"Ini rumah atau sarang drakula?" gerutu Sagara kala sebelah tangannya tak sengaja tersangkut sarang laba-laba.
Langkah Raya terhenti kala menatap foto lama yang dibingkai dengan ukuran satu kali setengah meter. Foto lelaki dengan jas dan dasi. Yang menarik, lelaki itu membawa kartu tarot dengan pandangan menukik tajam.
Sagara bergidik. Foto hitam putih yang sangat menyeramkan. Anehnya, Raya terlihat sangat nyaman memandangnya, seolah memendam kerinduan dan kasih sayang.
"Dia kakekku, Rayyon Van Der Arvero." ucap Raya tanpa diminta.
"Praktisi supranatural yang terkenal pada masa beliau. Pembaca tarot handal yang namanya tak diendus sejarah." imbuhnya.
"Rayyon Van Der Arvero? Kakekmu penjajah?" komentar Sagara spontan.
Raya menggeleng pelan sambil mengukir senyum. Sama sekali tak ada rasa tersiinggung dengan ucapan Sagara yang seenaknya.
"Kakek buyutku adalah penjajah. Menikahi perempuan Gunung Kidul yang terkenal sakti. Kakekku lahir sebagai buah cinta mereka." Raya tersenyum kecut.
"Terlalu rumit jika diceritakan secara detail. Yang terpenting sekarang, aku harus menemukan buku lama Kakek." Sambung Raya.
Sagara hendak bertanya lagi, tapi diurungkan karena Raya keburu beranjak menyapa ruang demi ruang. Raya membuka sebuah kamar yang dihuni beberapa benda beraura mistis.
Ranjang besar dengan tirai putih yang melambai ditiup angin, padahal jendela kamar tertutup sementara tak ada ventilasi lain. Di pinggir kiri ranjang, terdapat lemari besar yang menghadap pintu.
Yang paling membuat Sagara bergidik ngeri adalah cermin antik yang bertengger di dinding. Bingkainya warna coklat tua dengan ukiran bunga berbentuk oval. Pantulan bayang di dalam seolah terhubung langsung dengan dunia lain.
"Kau tak apa?" tanya Raya cemas begitu melihat wajah Sagara memucat.
"Apa kau yakin kalau buku kakekmu ada di ruangan ini?" Sagara malah bertanya balik.
"Kita tidak akan tahu kalau tidak mencarinya, Gara. Lagipula ini kamar pribadi kakekku. Kemungkinan besar, buku pribadinya disimpan di sini!" Raya tampak yakin.
Dihampirinya lemari besar dan membuka pintunya. Debu menyeruak menghujani dua manusia yang tersentak. Namun, Raya merasa tak lagi memiliki banyak waktu. Banyak buku usang di lemari itu.
Raya membukanya satu-persatu.
Lutut Sagara mulai goyah didera ketakutan. Tubuhnya bergetar. Jilatan aura mistis seakan mengejek tubuh kekar, dan melucuti kesangaran Sagara yang justru ditakuti manajer dan produser.
Sagara tak memungkiri jika ini adalah salah satu kelemahannya. Lebih baik menghadapi ratusan preman ketimbang berurusan dengan hal mistik.
Sagara hampir menjerit kala tak sengaja melihat pantulan bayang tubuhnya sendiri di cermin.
"Ray, apa tak sebaiknya kau bawa buku-buku itu ke mobil, lalu secepatnya kita pulang ke Jakarta? Kau bisa membaca satu persatu dengan tenang." saran Sagara, berusaha menutupi rasa takut.
"Tidak bisa!" tolak Raya tegas, "Ada buku yang boleh dibawa dan ada yang tidak. Aku tidak tahu buku mana yang dimaksud. Tidak membawa semuanya adalah jalan terbaik, Gar!" Raya tetap bersikukuh, tak peduli dengan Sagara yang mulai menunjukkan ekspresi ketakutan. Getar di kakinya tak lagi mampu berdusta.
Sagara menghela napas berat. Mulutnya komat-kamit, mengucap doa sebisanya. Meski kadang melupakan Tuhan, tapi kali ini ia berharap agar Tuhan melindungi dari godaan makhluk lain.
"Kenapa tidak ada?" desah Raya putus asa. Satu persatu buku telah dibuka dan ditelusuri. Namun, lirik yang dicarinya tidak ada.
Namun, Raya tak menyerah. Buku-buku yang telah lapuk dimakan usia itu terus dijamah, tak peduli pada Sagara yang makin pucat pasi ketakutan.
Entah berapa lama waktu bergulir, di kejauhan telah terdengar pekik ayam jantan yang mengejutkan Sagara. Pemuda itu merasa lega, mengingat pagi akan segera menyapa.
Buku terakhir pun telah habis dilahap Raya dan diletakkan di tempat semula. Raya menutup pintu lemari dengan wajah kesal.
"Harusnya ada di sana! Tidak mungkin Kakek menyimpannya di tempat lain!" sungut Raya sambil menendang ujung lemari hingga menimbulkan bunyi berderit mencekam.
"Sebenarnya apa yang kau cari, Ray?" Sagara mulai kehilangan kesabaran.
tapi kerennnnn 👍👍👍👍