NovelToon NovelToon
Sunday 22.22

Sunday 22.22

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Balas Dendam / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: sun. flower. fav

Di tengah keindahan Jogja, proyek seni yang seharusnya menggembirakan berubah menjadi teka-teki penuh bahaya. Bersama teman-temanku, aku terjebak dalam misteri yang melibatkan Roats, sosok misterius, dan gadis bergaun indah yang tiba- tiba muncul meminta tolong.
Setiap sudut kota ini menyimpan rahasia, menguji keberanian dan persahabatan kami. Saat ketegangan memuncak dan pesan-pesan tak terjawab, kami harus menemukan jalan keluar dari labirin emosi dan ketegangan yang mengancam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sun. flower. fav, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Atelier

Aku tiba di atelier dan melihat Ebra sudah menunggu di luar, wajahnya tegang dan pandangannya tajam. Aku memarkir motor dengan terburu-buru, dan segera menghampirinya. “Ada apa, Bra?” tanyaku dengan napas yang masih tersenggal.

Ebra menarik napas panjang lalu menarikku masuk ke dalam. Di dalam, Evan dan Baskara tampak sama tegangnya, duduk kaku di sofa

“Kita dapat job dari akun anonim yang ngasih jaminan besar,” jelas Evan. “Dia bilang besok salah satu anak buahnya kesini melihat-lihat Atelier kita, memastikan kalo kerjaan kita bagus,” kata Baskara melanjutkan.

Aku masih bingung. Lantas kenapa mereka malah tegang dan takut jika ada tawaran jaminan besar, padahal ini bukan pertama kalinya.

“Terus?” tanyaku heran

“Baca sendiri.” Ebra mengulurkan handpone kepadaku. Langsung kubaca cepat-cepat tanpa menarik napas.

Setelah kubaca sampai selesai, tubuhku mendadak melemah, keringat bercucuran deras. “Orang gila ini,” ujarku sambil menggosok dada yang sesak. Angin segar yang biasanya menyejukkan mendadak berubah menjadi uap panas. Pesan ini benar-benar seperti racun. Nomor anonim itu meminta kami melakukan sesuatu yang di luar kemampuan. Orang itu ingin kami melukis pacarnya tanpa busana dan membuat patung berbentuk pacarnya.

“Nggak, ini dosa! Aku gak mau pekerjaan kita jadi kotor gara-gara klien mesum begini,” bentakku keras. Ebra mendekatiku, memegang kepalaku lembut, dan menatapku lekat dengan mata penuh kekhawatiran.

“Halah, ndausah ngomong masalah dosa, kamu sendiri piye? Dulu ngomonge, ambil semua job, apapun itu. Jaminan orang iki lebih gede dari pada tawaran sakdurunge,” sahut Evan tanpa menatapku. 

“Kita gak bisa nolak. Dia sudah memasukkan uang DP ke rekening kita,” ucap Ebra dengan suara rendah namun tegas.

“Jangan bilang kalian menerima uangnya sebelum tahu permintaannya,” sahutku, meringis heran.  Tidak ada satu pun yang menanggapi ucapanku, mereka mendadak menjadi pendiam. Kalau begitu, itu berarti aku benar. Sontak kakiku menendang meja dengan keras. Ini namanya jebakan. Bagaimana bisa teman-temanku mengembalikan uang jika sudah terlanjur bilang iya?

Suasana menjadi tegang, masing-masing dari kami terperangkap dalam  ancer  moral. Suara napas kami terasa berat, seolah udara di sekitar kami menebal. Ebra, dengan wajah yang semakin pucat, mengalihkan pandangannya, sementara yang lain hanya bisa menatap lantai. Aku merasakan kemarahan dan ketakutan bercampur dalam diriku, menciptakan rasa sesak yang mencekik.

***

Aku terdiam duduk di hadapan kanvas Pertamaku yang tetap jadi karya kebanggaanku. Lukisan semangka dan para rerumputan ini sengaja kubuat, mungkin saat itu aku sedang rindu rindunya pada Eja.

“Teh anget,” baskara datang menawarkan segelas teh hangat.

       Hanya Baskara memang yang sealalu peka dengan raut wajahku yang terkadang sering berubah. Dia selalu ikut tersenyum jika aku terlihat sangat senang, kadang dia empati jika wajahku nampak sedih bahkan kesal. Dia juga tidak segan ikut emosi saat aku marah. Lebih parahnya lagi, dia juga suka menghajar diam-diam tanpa sepengetahuanku siapapun yang mengusikku, yang akhirnya aku hanya mendapat kabar luka parah atau bahkan kematian orang yang mengusikku itu. Nama lengkapnya Baskara Putra Handika, Putra semata wayang pembisnis besar yang terjerumus ke penjara karena kasus penyalahgunaan kekuasaan. Ibunya pedagang emas kaya yang hilang tiba-tiba tanpa jejak sedikitpun. Sebenarnya banyak yang aku tahu tentangnya, tapi mungkin beberapa informasi tiak layak di ungkapkan.

      “Kenapa kamu lukis semangka di percobaan awal mu?” Tanya Baskara turut memandangi lukisanku.

“Karena aku ingin mengabadikan sesuatu yang tidak ingin kulupakan,” balasku sembari menyeruput teh.

“Berarti sama seperti calon klien kita, dia ingin mengabadikan pacarnya yang tidak ingin dia lupakan,” ujar Baskara, membuatku terdiam sejenak. Benar, aku tidak bisa menyalahkan ucapannya. Mulutku terasa kelu menyangkal hal itu.

“Sudahlah, kita lakukan bersama. Ini bukan dosa, anggap saja tugas yang membantu perekonomian kita,” Baskara menepuk kepalaku pelan kemudian turut membantu Evan dan Ebra menata ulang atelier.

Kepalaku dipenuhi bayangan rumah, ayah dan ibu yang sudah menua. Mereka tidak bisa terus-terusan bekerja untuk menghidupiku, apalagi aku adalah anak semata wayang yang mereka andalkan nantinya.

Ting.

Handphoneku bergetar singkat, notifikasi baru berkedip-kedip di ujung layar. Segera kubuka yang akhirnya mengejutkan segala atmosfer. Bulu tanganku merinding. Lalu kuperjelas penglihatanku lebih dekat ke layar handphone. Akun Reza Raden mengirim dua permintaan pesan. Aku coba mengingat-ingat lagi. Sial. Aku lupa tadi sempat meminta pertemanan padanya.

“Ah, ceroboh sekali aku,” umpatku pelan sambil memukuli kepalaku yang mungkin tidak berisi.

@raden.reza: Elija? Itu kamu?

Kaget, tanganku spontan melempar handphone ke lantai. Mimpi apa aku semalam sampai mengalami banyak keapesan hari ini. Kini aku bertingkah aneh, menarik rambut dan memukul ringan kepalaku berkali-kali.

“nggak mungkin! Ini benar-benar terjadi?!” aku berteriak  ance, sambil melompat-lompat di tempat. Ebra dan Evan yang sedang sibuk menata atelier langsung menoleh dengan ekspresi heran.

“Kenapa, Eliza?” tanya Ebra dengan nada khawatir.

“Ini, lihat!” Aku memungut handphone dari lantai dengan tangan gemetar, lalu menunjukkannya kepada mereka. “Reza mengirim pesan! Dia menghubungiku!”

“Tenang, tenang,” Baskara mencoba menenangkan sambil menahan tawanya. “Kamu terlihat seperti mau pingsan. Tarik napas dalam-dalam.”

Aku mencoba menenangkan diri, menarik napas panjang beberapa kali. “Oke, oke. Aku harus balas apa? Apa aku harus balas? Aku gak siap buat ini!”

Ebra mengambil handphone dari tanganku, membaca pesan itu dengan seksama. “Balas saja dengan tenang. Katakan bahwa ini memang kamu. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Aku mengambil kembali handphone-ku dengan ragu-ragu. “Baiklah, aku coba.” Dengan tangan masih gemetar, aku mengetik balasan sederhana, berharap ini bukan mimpi buruk yang lain.

@eliza_: Ya, ini aku, Elija. Apa kabar, Eja?

Begitu pesan terkirim, aku merasakan campuran ketakutan dan kegembiraan. “Semoga ini berjalan lancar,” bisikku pada diriku sendiri, sambil menatap layar handphone dengan penuh harap.

***

1
pausberkuda
semangattt🫶👏👏
Azzah Nabilah: weeehhhhh🥲
total 1 replies
ׅ꯱ƙׁׅᨮׁׅ֮ᥣׁׅ֪ꪱׁׁׁׅׅׅꭈׁׅɑׁׅ ηα
kerja bagus ija
Azzah Nabilah
jangan lupa ikuti kisan Eliza dan eja ya
Ohara Shinosuke
Semangat terus thor, aku yakin ceritamu akan menjadi luar biasa!
boing fortificado
Yang bikin author sebisanya aja ya, pengen lanjutin ceritanya.
Min meow
Tidak ada yang kurang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!