NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 : Kehamilan

Aku duduk. Seorang kakak merias wajahku. Dia lihai merias dan rasanya sangat senang ketika bulu-bulu halus dari alat rias itu menyentuh pipiku. Dan aku lihat wajahku tampak lebih putih dan lebih bersinar. Tidak terlalu mencolok, karena aku tidak terlalu menyukai warna putih. Kemudian kakak itu berdiri di depanku, sedikit menunduk, lalu merias alisku dan sisi-sisi mataku. Aku melihat di cermin, wajahku terlihat lebih berani dan percaya diri. Lalu dia merapikan semuanya. Aku mengambil Gelung, gelang-gelang dan mahkota, lalu memasangnya. Terlihat bagaikan bidadari ketika semua terpasang dengan baik. Hari ini aku memakai kamen berwarna hijau dan selendang kuning.

“Sari, kamu cantik.”

“Tidak terlalu.”

“Kamu merendahkan diri.”

Kakak itu merapikan semua alat-alatnya.

“Ini adalah beberapa kali pentasmu, tapi hari ini kamu terlihat lebih cantik.”

“mungkin karena riasan dan perhiasan ini, atau mungkin karena kamen dan selendang ini.”

“Aku rasa tidak seperti itu.”

*******

Aku membuka tirai dengan pelan. Tanganku bergetar dan memperlihatkan senyuman kepada para penonton. Lalu melakukan gerakan yang sama yang di ajarkan Mbok Ayu. Dan pertunjukan itu berjalan dengan lancar. Sementara suara gamelan seperti biasa menghiasi acara itu.

Memutar mata, menatap tajam, mengerakkan tangan, aku melakukannya dengan baik.

Pada akhirnya tidak ada ibu yang mengganggu dan semua penonton tampaknya menikmati pertunjukanku. Dan ada beberapa hal yang membuatku jengkel dengan pertunjukkan malam itu.

Aku melepaskan mahkota menaruhnya lalu melepas kain yang terpikat kemudian menggantinya dengan kebaya merah muda sederhana. Kebaya itu bergaya klasik dan tidak ada ukiran-ukiran apa pun. Di kedua lengan dan ujung bawahnya sedikit panjang. Aku menyukai sensasi lembut ketika bersentuhan dengan kulitku. Kebaya ini terasa hangat ketika di pakai. Meski tidak terlihat indah, kebaya ini cukup baik menghangatkan tubuh.

“Bagaimana pertunjukannya?” Mbok Ayu bertanya.

“Melelahkan. Aku sedikit kesal dengan anak kecil itu. Dia mencium pipiku.”

“Tapi kamu memukulnya dengan kipas.”

“Untung saja tidak terlalu keras.”

“Kamu takut?”

“Tentu saja. Jika nanti anak itu menangis aku tidak mau terlibat masalah.”

“Dan untuk Pria itu....”

Aku diam sebentar, menarik nafas. Sejak kecil aku sering melihat perlakuan tidak baik beberapa pengibing, tapi tidak separah ini. Pemuda itu berani memelukku erat-erat dan bahkan ingin menciumku. Jika aku tidak melepaskannya lalu memukulnya dengan kipas, aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya.

Malam itu terasa lebih dingin dan lampu di ruangan itu berwarna kuning redup. Aku melihat wajah Mbok ayu lebih indah dengan warna kuning lampu. Ada bunga cempaka di sela telinganya. Wajahnya selalu cantik walaupun tanpa riasan.

“Biarkan saja.”

“Memang ada beberapa pengibing seperti itu. Tarian itu sudah di coret sebagai tarian yang buruk di masyarakat karena ulah beberapa penari dan orang-orang tidak bertanggung jawab. Sari, kita adalah penerus generasi muda, kita harus menjaga tradisi ini terus-menerus. Apa pun terjadi kita harus menghadapinya. Tidak mudah membersihkan air yang kotor karena sampah, tapi jika terus di bersihkan maka perlahan-lahan air itu akan jernih kembali.”

“Mbok Ayu benar. Ketika aku melihat tarian ini di pentaskan, aku melihat sosok wanita yang memiliki paras cantik yang menari lalu pergi mencari beberapa pasangan untuk memilih satu di antara mereka untuk menjadi pasangannya.”

“Pikiranmu aneh.”

Mbok Ayu mendorong hidungku dengan telunjuknya. Dia berbalik mengambil jepit rambut bunga-bunga lalu meletakkan di rambutnya.

Aku terdiam melihatnya dari belakang. Punggung Mbok Ayu yang di balut kain kebaya terlihat seperti bunga Kamboja putih kekuningan. Mbok Ayu benar-benar di anugerahi kecantikan.

Aku berbalik, mengambil kepet dan keluar dari sana.

Bulan penuh di langit dan pohon-pohon bunga Kamboja nampak keputihan. Aku menikmati embusan angin dingin di sana. Keheningan akan ada di malam hari. Membuka kepet, aku memperhatikan ukiran-ukiran yang di cat warna emas. Bentuknya seperti pohon Cemara yang berbaris. Aku menutupnya. Lalu melihat seseorang wanita paru baya berjalan, lalu menaruh segehan di sana dan mulai merapalkan mantra.

Aku teringat masa kecil.

Pada saat itu, ibu juga membuat segehan dan aku di suruh membuatnya.

“Iluh tidak bisa!”

Aku kesal, bahkan aku memotong daun pisang pun belum bisa.

“Karena iluh belum terbiasa,” katanya lalu mengajariku membuatnya.

Ibu memotong dengan baik dan melipat sangat mudah, sementara aku harus berusaha payah melakukannya. Hingga beberapa jam, akhirnya aku berhasil menyelesaikannya. Hasilnya tidak baik, tapi menurutku sudah bagus. Aku senang kemudian meletakkan nasi ke dalamnya.

“Iluh sudah bisa.”

Itu beberapa moment bersama ibu ketika kecil. Aku tidak tahu lagi sampai kapan akan bertemu lagi dan hidup seperti dulu. Kami memiliki kehidupan masing-masing dan mungkin akan hidup seperti itu untuk selamanya hingga menutup mata.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!