"Hangatkan tubuhku. Only one night."
Sebuah kalimat yang mengubah seluruh kehidupan Leon dan Bianca yang bertemu di Paris secara kebetulan.
Pertemuan singkat yang awalnya sebatas di Paris saja, siapa sangka berlanjut hingga saat keduanya kembali ke Indonesia.
Keduanya dipersatukan dengan status yang berbeda. Atasan dan bawahan. Hal tersebut membuat Leon memanfaatkan wewenangnya untuk bertindak dan bertingkah agresif kepada Bianca yang diam-diam telah mencuri ciuman pertamanya di Paris.
🫧🫧🫧
Halo semua! Ini novel terbaru Kak Shen. Yuk kepoin! 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
You Broke Me First
..."Ck! Semudah itu kau mempermainkan perasaan orang? Padahal, kau sendiri korban dan diselingkuhi oleh calon suamimu yang brengsek itu!" – Leonidas Salvatore...
"P-Pak ... nggak. Maksudku—”
Belum selesai Bianca melanjutkan ucapannya, Leon langsung menyambar bibir ranum gadis itu. Entah karena gadis itu memanggilnya dengan sebutan 'Pak' atau memang karena gejolak di dada Leon memang sedang membara.
Kedua tangan Bianca berusaha meronta-ronta untuk melepaskan diri sampai-sampai tas yang sejak tadi ia gantungkan di lengannya mendadak jatuh ke lantai.
Leon memegang kedua tangan Bianca dan membawanya ke atas. Kemudian kedua tangan gadis itu ditekankan ke pintu dan ia mengunci kedua tangan itu menggunakan tangan kirinya.
"Sudah ku bilang, jangan panggil 'Pak'." Tegas Leon sesaat melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Bianca. Matanya terlihat lapar seolah-olah gadis di depannya saat ini adalah mangsa yang menjadi sasarannya.
"Fine," sahut Bianca menatap lekat ke arah Leon. Meskipun jantung berdebar dengan kencang karena memberanikan diri menatap tajam ke dalam mata Leon, tetap saja ada sedikit ketakutan yang terbersit di dadanya. Apakah ia akan baik-baik saja setelah menentang CEO-nya itu?
"Leon," panggil Bianca dengan lirih, "aku benar-benar lupa dengan apa yang kita bicarakan di Paris. Katakan biar aku ingat."
Mendengar ucapan tersebut, hati Leon merasa sakit. Bagaimana tidak? Bianca mengatakan hal sepenting itu, lalu melupakannya tanpa mengingat apa-apa? Harga dirinya sebagai seorang pria mendadak terluka. Sebuah janji yang ia anggap sungguh-sungguh tak lebih seperti debu yang menghilang karena terkena angin.
Leon mendempetkan tubuh kekarnya ke tubuh Bianca. Bianca semakin merasa sesak karena tubuhnya terhimpit di antara pintu dan tubuh kekar Leon. Ia benar-benar kesulitan bergerak.
Sekujur tubuh Bianca mendadak bergidik saat ia merasakan ada sesuatu yang bukan miliknya bangkit di bawah sana. Sesuatu yang ia tahu bahwa melalui benda itu, ia dapat merasakan nikmatnya pergumulan malam panas yang tak terlupakan di Paris bersama pria itu.
"Le-Leon. Kita akan terlambat," ucap Bianca berusaha membuat Leon sadar. Karena ia tahu, jika pria itu terbawa nafsu, sudah jelas pagi ini akan berakhir di atas ranjang. Dan ia tak ingin kesalahan itu terulang kembali.
"Jangan khawatir, perusahaan itu milikku," bisik Leon sambil terus menciumi daun telinga Bianca tanpa henti. Bahkan, tangan kanannya menarik kuncir rambut yang mengikat rambut Bianca. Kini rambut gadis itu tergerai dengan sempurna dan terlihat lebih menggairahkan. Usai menarik kuncir rambut Bianca, perlahan tangan kanannya mulai menyusup masuk ke dalam kemeja biru muda yang Bianca kenakan saat itu.
"Tapi ini hari pertamaku sebagai sekretaris CEO," bantah Bianca di sela-sela kegelian yang ia rasakan dari bibir nakal Leon.
"Terus?" tanya Leon tanpa berhenti mendaratkan bibirnya bertubi-tubi ke daun telinga hingga ke tengkuk Bianca.
"A-aku harus bekerja. Aku harus melakukan tugasku—”
"Kau sedang melakukan tugasmu sekarang sebagai sekretaris CEO," lirih Leon yang kini wajahnya perlahan mulai menuju leher depan Bianca. Kepala gadis itu dibuat terdongak ke atas akibat kelakuan nakal Leon.
"Leon. Berhentilah. Aku nggak mau kejadian di Paris itu terulang lagi," tegas Bianca yang mulai risih karena ia pun ikut terpancing dengan rangsangan yang diberikan oleh Leon. Apalagi tangan kekar pria itu kini sedang membelai lembut kulit punggungnya di balik baju yang ia kenakan saat ini.
Leon mendadak tak bergerak saat Bianca mengatakan tak ingin kejadian di Paris terulang kembali. Tubuhnya mendadak mematung sesaat. Tak lama kemudian ia mengangkat kepalanya dan mensejajarkannya dengan kepala Bianca. Mata mereka saling beradu pandang dengan jarak wajah yang tak kurang dari 10 senti.
"Katakan lagi apa yang baru kamu katakan?" ucap Leon ingin memvalidasi apakah yang Bianca katakan itu benar seperti yang ia dengar, atau tadi ia hanya salah dengar?
"Aku nggak mau kejadian di Paris itu terulang lagi," ulang Bianca dengan lugas.
"Nggak mau?! Padahal kamu yang memaksaku saat kita bertemu di taman itu!" tegas Leon dengan suara yang sedikit lantang dan penuh penekanan.
"Apa kamu lupa? Kamu yang mengejar-ngejarku untuk melewati malam yang panas? Bahkan kamu memelukku dan memintaku untuk membuatmu lupa tentang pria sialan itu?"
Bianca terhenyak. Apa yang Leon katakan sepenuhnya benar. Pria itu tak salah. Dirinya lah yang salah karena salah memilih target. Ia pikir saat itu Leon adalah penduduk asli Paris yang sedang mencari udara segar. Tapi ternyata Leon juga merupakan salah satu turis di sana. Dan sialnya lagi, pria itu kini adalah atasannya yang menduduki jabatan tertinggi di perusahaan. Di mana ia harus menyembunyikan rasa malu dan perasaan bersalah yang ia miliki pada pria itu?
"Malam itu aku khilaf," terang Bianca asal melantur.
Mendengar ucapan Bianca yang tak berdasar itu, Leon mendadak tertawa. Ia melepaskan kedua tangan Bianca yang sejak tadi ia kunci ke pintu. Kemudian ia bertolak pinggang seraya membelakangi Bianca.
"Khilaf? Ck!" rutuk Leon sambil menghela nafas kasar menghempaskan seluruh kekesalannya di sana.
"Khilaf tapi kita melakukannya berkali-kali sampai pagi? Yang aku ingat, kita tidur saat matahari mulai terbit. Dan beberapa jam kemudian, saat aku bangun, aku langsung sendirian di ranjang di mana noda perawanmu masih membekas di sana."
"Itu yang kamu bilang khilaf?" tanya Leon sambil mendongakkan kepalanya menatap langit-langit apartemen. Kemudian kedua tangannya menyeka kasar wajahnya dengan sangat frustasi.
"Ck! Semudah itu kau mempermainkan perasaan orang? Padahal, kau sendiri korban dan diselingkuhi oleh calon suamimu yang brengsek itu!" geram Leon sambil kembali menghela nafas kasar.
"Seharusnya kau tahu betul bagaimana rasanya sebelum mempermainkan perasaan orang lain," gumam Leon menyudahi ucapannya.
Tanpa menoleh ke belakang ke arah Bianca, Leon berjalan menuju ke kamarnya dan membiarkan gadis itu mematung di pintu. Pagi yang ia harapkan cerah karena semalaman tak bisa tidur mengingat Bianca akan datang ke apartemennya, mendadak suram saat gadis itu mengatakan malam panas yang mereka lewati di Paris adalah sebuah kesalahan.
Di saat yang sama, Bianca benar-benar tak bisa berfikir dengan jernih. Ia mengambil tasnya yang tergeletak di lantai. Kemudian ia menuju kamar mandi yang ada di apartemen tersebut dan melihat pantulan dirinya di cermin.
Bibir yang sedikit bengkak dan lipstick yang berantakan karena ciuman yang Leon berikan bertubi-tubi. Bahkan rambutnya terlihat berantakan. Tak hanya itu, kemeja biru yang ia kenakan juga berantakan sampai-sampai memperlihatkan tali bra-nya yang ada di bahu sebelah kiri.
Bianca menopang tubuhnya yang mendadak lemas menggunakan kedua tangannya yang berpegangan di sisi washtafel. Ia menatap wajah berantakan tersebut dengan seksama.
"Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya pelan karena frustasi bahwa ia telah banyak melakukan kesalahan. Ia merasa bahwa ia tak punya muka lagi untuk berhadapan dengan Leon.
...🫧🫧🫧...
...BERSAMBUNG......
semangat terus🥰💪