Sienna Saamiya Albinara gadis muda yang terpaksa menikahi Samudera Bagaskara lelaki dingin penuh misteri, karena sebuah alasan konyol.
Dera, yang mencurigainya menjebaknya dalam pernikahan tanpa cinta.
"Ditempat ini semua yang terjadi harus atas izinku!" - Samudera
"Jika bukan karena itu semua, aku takkan sudi terkurung bersamanya!" Binar.
Dulu aku mengagumimu, sekarang aku membenci perlakuanmu, namun putus asa ku menaruh harap padamu - Sienna Saamiya Albinara.
Aku terlalu marah hingga tak merasa telah begitu banyak cinta yang tumbuh untukmu - Samudera Bagaskara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cotton Candy Zue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 7 : Khawatir
"Bukannya kalian keterlaluan?!" sentak seorang wanita paruh baya, yang masih terlihat cantik dan bugar.
Matanya seolah menyiratkan betapa ia tak habis pikir dengan yang di lakukan dua manusia di depannya.
Sedangkan dua manusia di depannya hanya bisa menunduk saja.
"Berat buat ibu restuin kalian kalau cara kalian saja licik." wanita itu mendengus membuang wajahnya kesal melihat dua orang di depannya.
"Bu, maaf... tapi kami saling mencintai apa nggak boleh kalau -
"Boleh! Tapi bukan begini caranya, kamu menyakiti calon suamimu dan mengorbankan adikmu!" bentaknya pada gadis cantik di depannya yang kini sedang meminta restu untuk menikah dengan sang putera.
"Bu, jangan marahi Sierra."
"Dipta!" kali ini bahkan dirinya membentak sang putra satu-satunya.
"Kamu itu juga salah, kalau kamu suka Sierra kenapa pacaran sama Binara?!" lanjutnya.
"Bu, hubungan aku sama Sierra di mulai jauh setelah aku putus dari Binar dan aku kenal Sierra jauh sebelum dia kenal dengan Samudera." jelas Dipta, lelaki sederhana yang mencuri hati si cantik Sierra.
Sierra bahkan tak peduli seberapa banyak harta keluarga Bagaskara, demi seorang Pradipta ia menjadi pembangkang dan seorang penghianat.
Tapi bukan salahnya!
Sejak pangeran Bagaskara itu mendekatinya, Sierra sudah berusaha untuk menjauhi, namun adiknya sangat antusias karena Sierra akan mendapatkan pangeran sesempurna Samudera apalagi orangtuanya, terutama ayahnya yang tergiur menjadi besan keluarga nomor satu di negara ini.
Dirinya mengalah karena tertekan dengan ayahnya yang mendorongnya untuk terus menerima pendekatan dari Samudera.
Padahal ia sejak lama mencintai pria di sampingnya kini, Dipta.
"Seharusnya kalian bicara baik-baik sejak awal bukan begini, coba kamu pikir Sierra, seperti apa nasib adik kamu di keluarga itu?" cerca Bu Ratih, ibu Dipta.
Sierra lantas kembali terpikir akan Binar, harusnya Binar senang karena dia pernah bilang bahwa Tuan muda Bagaskara itu adalah sosok sempurna, seperti tokoh khayalan yang menjadi nyata.
"Bisakah, Tuan Muda keluarga kaya itu menerima adikmu sedangkan dia mencintai kamu?"
Deg!
Pertanyaan yang keluar dari ibu lelaki yang ia cintai kini membuatnya berdebar, ia tak pernah terpikirkan akan hal ini.
Matanya yang menunduk sejak tadi langsung menatap mata sang kekasih dengan khawatir.
Namun, Dipta yang mengerti bahwa Sierra mulai cemas menenangkan dengan menggenggam tangannya erat.
"Bu, jangan bilang begitu. Ibu membuat Sierra takut."
"Apa kalian pernah berpikir keadaan kedua keluarga terutama Binar, setelah apa yang kalian lakukan?"
"Sudahlah, bicara saja pada ayahmu, ibu tak habis pikir dengan kalian!" kemudian Ratih langsung meninggalkan keduanya di ruang tamu dengan Sierra yang di landa rasa bersalah.
"Dipta, gimana?" lirih Sierra, tangannya meremas tangan Dipta dengan khawatir.
"Tenang, sayang. Semua pasti baik-baik saja." ujar Dipta lembut, ia membawa kepala Sierra dalam pelukannya.
...****************...
Hari-hari Binar berjalan biasa, hari minggu dan dengan suaminya yang tetap sibuk meski di rumah.
Setelah selesai sarapan, Dera belum keluar dari ruangannya sampai siang ini.
Dirinya bisa mati bosan di dalam rumah, ia berjalan-jalan di halaman belakang sambil melihat-lihat bunga-bunga yang mekar dengan indah, melihat air kolam, ia duduk di pinggirannya dan memasukkan kakinya ke dalam kolam renang.
Pikirannya melayang jauh pada masa lalu, akan seorang lelaki yang benar-benar menjadikannya seperti seorang puteri raja.
Lelaki sederhana memang, tapi ia benar-benar tau cara memperlakukan Binar dengan baik.
Tapi kemarin, ia tak menyangka melihat lelaki itu dengan orang yang tak pernah ia sangka.
"Ish!" kesal, Binar menendang di dalam air hingga terdengar suara kecipak air.
Ia sebenarnya sudah melupakannya, cuma kenapa akhirnya seperti itu.
Kesal dengan pikirannya sendiri, ia berdiri dengan buru-buru hingga tanpa sengaja ia terpeleset dan jatuh ke dalam kolam renang.
"Aah!" teriaknya, gila ia tidak bisa berenang dan dia tidak tahu seberapa dalam kolam renang di rumah ini.
Kakinya berkecipak di dalam air tak menemukan dasar, "Tolong!" teriaknya, astaga betapa bodohnya dia sekarang Binar terlihat seperti orang bodoh karena masuk kolam gara-gara dirinya sendiri.
Dera yang sedang menuruni tangga merasa mendengar suara minta tolong, sedangkan Lia yang jelas mendengarnya langsung menghampiri dimana tempat nonanya itu celaka.
"Ya ampun, Nona!" teriaknya panik.
"Tolong aku tidak bisa berenang." sebenarnya seberapa dalam kolam ini, jika hanya satu meter ia tidak sependek itu untuk bisa tenggelam.
Ia berusaha naik ke permukaan agar tetap mendapatkan udara untuk bernapas.
"Haduh, aku tidak bisa berenang juga, tolong!"
Dera yang semakin jelas mendengar itu segera menghampiri sumber suara.
"Binara?!"
Tepat saat ia sampai betapa terkejutnya dia,
Binar sudah hampir benar-benar tenggelam saat ini.
Dengan cepat ia menyelamatkan sang isteri dan membawanya ke atas.
Sienna untungnya masih tersadar meski ia masih sangat shock.
"Uhuk!" Sienna terbatuk-batuk, sepertinya sempat menelan air tadi.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan hah?! Tidak bisa berenang kenapa ke kolam renang?!" dengan kesal Dera menggendong Binar masuk ke dalam rumah, kedalaman kolam itu lebih dari satu meter bisa-bisanya Binar tercebur ke dalamnya.
Dera membawa Binar masuk ke kamarnya, di ikuti dengan Lia yang juga cemas dengan keadaan sang majikan apalagi ia tak bisa menolong dengan cepat tadi.
"Bantu dia ganti pakaian, aku akan menelepon dokter!" perintahnya pada Lia.
Dengan tergesa-gesa setelah ia selesai menelepon dokter, ia turun ke bawah mengumpulkan semua penjaga rumah.
Dera berdiri penuh wibawa di depan barisan belasan pengawalnya.
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan di rumah ini?!"
Semua bawahannya, menunduk mendengar suara lantang Dera.
"Maaf, Tuan tapi ada apa?" tanya salah satu dari mereka.
Tentu mereka bingung kenapa mereka di panggil semuanya, perasaan mereka sudah dan sedang melakukan tugas untuk menjaga rumah ini.
"Ada apa kalian bilang?!" bentak Dera yang membuat mereka berjengit kaget.
"Kalian itu bertugas untuk berjaga mengelilingi rumah ini, tapi kenapa kalian tidak tahu jika istriku hampir tenggelam?!"
"Untung saja tadi aku sudah keluar dari ruang kerjaku, jika tidak siapa yang tahu?!" lanjutnya.
"Kalian tuli atau apa, tidak satupun di antara kalian di sudut rumah ini mendengar istriku minta tolong?"
"Maaf, Tuan muda jika saya lancang." seorang lelaki yang sepertinya seumuran dengan Dera menginterupsi, ia adalah Ken, kepala pengawal rumah keluarga Bagaskara.
"Bukannya saat kejadian itu adalah waktu istirahat kami dan saat istirahat itu pun kami tetap bergantian, maaf mungkin penjagaan kami tidak maksimal tapi semua itu ada alasannya, Tuan. Dan lagi, kami sudah di bebaskan dari tugas mengawasi setiap gerak-gerik, Nona bukan? Jadi kami hanya fokus menjaga rumah ini saja. Kami tahu, anda khawatir atas kejadian ini, maafkan jika kami lalai hingga tak mendengar suara minta tolong dari Nona."
"Sialan kau, Ken! Tetap saja." umpat Dera, khawatir? Hah yang benar saja?!
Ia ingat lusa lalu ia tidak menyuruh lagi untuk pengawalnya mengawasi istrinya.
"Sekarang kalian harus mengawasi gadis itu lagi!"
Tentu saja, karena ia belum mendapatkan informasi yang diinginkannya.
"Ingat! Kali ini, diam-diam! Jangan sampai dia merasa di awasi."
Sedangkan, Ken hanya menggeleng tak habis pikir pada tuannya.
Ken tahu bahwa tuannya khawatir sehingga mereka yang jadi kena getahnya.
Dera meninggalkan sekumpulan anak buahnya, pikirannya sadar tidak pas untuk menyalahkan mereka, tapi tetap saja mereka ada di sekeliling sudut halaman rumah ini kan?!
Masa tidak dengar istrinya minta tolong ?
...****************...
Kata dokter, Binar tidak apa-apa, tidak terjadi hal yang serius.
Cuma, setelah dokternya pergi tubuhnya mulai demam dan ia merasa kedinginan.
Ia merapatkan selimutnya karena merasa kedinginan padahal ia demam.
Dera masuk kamar setelah sedikit berbincang dengan dokter pribadinya tadi.
Ia melihat Binar yang tampak kedinginan.
"Bagaimana?" tanyanya dengan nada dingin, berdiri di samping tempat tidur dengan melipat tangannya di bawah dada.
"Aku tidak apa-apa." jawabnya lirih.
"Maksudku, bagaimana dengan bodohnya kau tercebur ke dalam kolam renang?! Dasar bodoh!"
Ish!
Ia sedang sakit dan Dera masih saja bisa mencacinya seperti ini.
Padahal tadi ia sudah berpikir, Dera baik karena menolong dan menanyakan keadaannya.
Ternyata...
"Aku tidak sengaja, terpeleset! dengus nya lalu melengos memunggungi Dera, tidur menyamping.
"Kau! Mulai berani ya!" kesal namun karena mengingat keadaan Binar, Dera membiarkannya saja.
Dera meraih remote AC dan mematikan AC nya.
Ia peka terhadap istrinya yang kedinginan.
"Makan dan minum obatmu, lalu tidur!"
setelah mengatakan itu Dera pergi begitu saja.
Namun, pikirannya melayang pada saat tadi.
Benarkah ia mengkhawatirkan Binar?
Namun, bukankah wajar seseorang bisa mati di rumahnya tadi jika ia tak segera mengetahui Binar hampir tenggelam.
Sudahlah!