Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 ~ Merasa Diremas
Di sisi lain, Alice baru saja masuk ke ruang kelasnya bersama Lucy. Saat masuk berbagai tatapan telah menjadi sambutan. Ada yang memandang sinis, ada yang tersenyum mengejek, namun ada juga yang menatap cuek dan tidak peduli.
Melihat itu semua Alice tidak mempermasalahkan, ia bahkan duduk di pojok ruangan bergabung dengan seorang anak cupu yang menyendiri.
Namun setelah beberapa saat seorang gadis bernama Lissa terlihat berjalan ke arahnya, 'Itu siapa ya?' pikir Alice mencoba untuk memutar otaknya
"Hey, ngapain sih pindah-pindah kemari? Padahal tuh aku udah bosan tau gak, dari SD, SMP, SMA dan sekarang kuliah masih lihat muka buluk mu ini terus. Seharusnya tuh kamu pindah kuliah sekalian, kalau perlu keluar negeri."
"Hello, kalau ngomong hati-hati ya!" pekik Lucy tak terima.
"Emang kenapa? Kan emang kenyataannya seperti itu. Emangnya kamu, babu bodoh! Dari kecil sampai gede nempel terus sama dia, padahal umurmu lebih kecil setahun tapi bela-belain seangkatan."
"Jangan asal bicara!" Kali ini Alice yang membuka suara dengan nada datarnya.
"Hahaha, aku enggak asal bicara kok! Buktinya dia marah, hahaha."
"Kau!" Lucy hendak berdiri dan memberi Lissa pelajaran, walau bagaimanapun pemegang sabuk hitam taekwondo tidak akan mau diremehkan.
"Lucy ... tenanglah!"
"Hahaha, bodoh! Oh iya, kau belum menjawab ku kenapa pindah kemari? Apa kau tidak mau mengejar Aldric lagi? Atau sedang main petak umpet?"
"Bukan urusanmu! Lagian kan terserah aku mau pindah kemana aja. Toh, kampus juga punyaku," jawab Alice acuh tak acuh.
Lissa mengetatkan rahangnya. "Oh, sudah berani jawab, ya? Sepertinya aku harus minta Sylvia untuk jauhin kamu deh," jawabnya dengan suara mengejek.
Sylvia Foster, merupakan sahabat satu-satunya Alice. Mereka saling mengenal sejak masa SMA, saat itu Sylvia lah yang selalu mendekatinya dan mereka menjadi teman dekat. Namun lama kelamaan Sylvia selalu meminta Alice berbuat hal jahat seperti menjauhkan Aldric dari semua perempuan yang dekat dengannya.
Memikirkan semua itu Alice tersenyum sinis, "Tidak masalah." Lagi-lagi nada acuh tak acuh keluar dari mulut Alice.
"Kau ... Hengg." Lissa mengangkat tangannya hendak menampar Alice namun urung tidak berani, walau bagaimanapun akan habis dia jika dikeluarkan dari kampus ini. Akhirnya ia memilih untuk pergi.
"Alice, hebat banget sih," puji Lucy sembari menunjukkan kedua jempolnya yang Alice balas dengan senyuman tipis.
Sementara gadis cupu di samping mereka sedang menatap Alice dengan penuh binar kagum. Dengan penampilan nya yang seperti ini, ia selalu dibully dan diasingkan. Namun, ia tidak punya keberanian untuk melawan.
"Ka-kamu yang namanya Alice Lawrence?" sapanya dengan senyum malu-malu.
"Iya," jawab Alice dengan senyum yang ramah.
"Namamu siapa?" lanjutnya dengan masih menatap gadis itu.
"A-aku Kiara Bell."
"Nama yang cantik, apakah kita bisa berteman?"
"Eh, te-tentu saja," jawab Kiara dengan antusias, selama ini belum pernah ada gadis manapun yang mengajaknya berteman.
'Kiara Bell, satu-satunya orang yang membela Alice saat dituduh mendorong Olivia ke danau,' batin Alice sembari membalas senyuman Kiara dengan manis.
.
.
.
Hari pertama kuliah telah berlalu, Alice juga mendapat banyak teman baru dari SMA yang berbeda. Sedangkan orang-orang dari SMA yang sama dengannya tidak mau memandangnya sedikitpun.
"Al, kita keluar bersama ya!" ajak Kiara dengan tatapan puppy eyes. "Ayo!"
Mereka kemudian keluar bersama, sepanjang jalan semua orang menatap aneh ke arah mereka. Bagaimana tidak? Dua orang gadis cantik berjalan bersama upik abu. Benar-benar berbeda kasta menurut mereka.
Sementara Kiara yang menjadi objek tatapan itu mulai merasa minder, niatnya hanya ingin lebih dekat lagi dengan Alice tapi malah ditatap seperti itu oleh mereka.
Alice yang menyadarinya segera menggenggam tangan Kiara, "Ayo!" ajaknya dengan tersenyum kemudian melanjutkan perjalanan mereka hingga akhirnya terpisah dengan jemputan masing-masing.
Di sisi lain terlihat seorang pria sedang mengepalkan tangannya erat, bagaimana mungkin gadis itu tidak mengacuhkannya sepanjang hari? Dimana gadis yang biasa menempel padanya? Dimana gadis yang selalu meneriakkan namanya?
Melihat mobil Alice yang telah menghilang karena jarak membuat Aldric semakin merasa kehilangan.
"Tidak! Untuk apa aku pikirin dia? Ini pasti trik. Kau pikir akan bisa menarik perhatian ku dengan cara seperti itu? Aku tetap tidak akan peduli padamu. Pada akhirnya, kau pasti kembali mengejar ku lagi," gumamnya sembari tersenyum percaya diri, menghindari kenyataan dengan angan-angan belaka.
Namun setelah tiga hari berlalu semuanya tetap sama. Gadis yang sebelumnya tidak bisa jauh darinya barang satu detik kini bahkan tak pernah menatapnya lagi meski berpas-pasan di koridor kampus.
"Argh, kenapa aku yang jadi tidak tenang gini sih? Tenanglah Al, tenang! Jangan biarkan gadis itu menang, kau harus menjaga harga dirimu! Jangan menyapanya duluan meski nanti kalian ada di kelas yang sama!" monolog Aldric seorang diri sembari menatap dirinya di depan cermin toilet.
Sementara Malvin yang berada tepat dibelakangnya tengah menahan tawa. Bos nya tengah frustasi dengan gadis yang selalu ia tolak? 'Untung saja toilet ini kosong' pikirnya dengan mengulum senyum.
Namun baru berpikir seperti itu, terlihat beberapa mahasiswa yang sedang berusaha mendorong pintu toilet. "Hey, Bro. Jangan masuk dulu! Ada yang boker tidak siram, jadi toiletnya busuk sekali," kilah Malvin membuka sedikit celah di pintu.
Mendengar penjelasan Malvin yang sangat menjijikan membuat mereka urung dan kembali berjalan pergi. Malvin pun tersenyum senang, setidaknya mereka tidak akan melihat wajah bos nya yang tengah patah hati.
Namun saat membalikkan badannya ia refleks terperanjat. Aldric tengah menatap ke arahnya dengan tatapan mata seperti elang. "E-eh, Bos."
"Kau bilang aku boker tidak siram?"
"I-iya, Bos. Eh, bu-bukan. Aku bilang ada yang boker, kan aku tidak bilang orang itu adalah Bos," jawab Malvin dengan menyengir kuda.
"Kau! Memangnya ada orang lain di sini selain aku dan kau?" Geram Aldric mengangkat tangannya, ingin sekali ia mentempeleng sahabatnya ini.
"Hehe, tidak ada, Bos. Kan daripada mereka lihat wajah Bos yang frustasi karena Nona Alice, lebih baik mereka mengira Bos jorok," sahut Malvin cepat sembari menghindar dari pukulan tangan sang bos.
Namun bukan Aldric namanya jika ia melepas seseorang begitu saja, ia justru semakin membabi buta, sepertinya ia ingin membuat asisten masa depannya segera menghilang dari muka bumi.
Malvin pun berteriak kesakitan, lalu dengan cepat berlari keluar toilet dengan Aldric yang mengejar dari belakang. Maklum saja, keduanya adalah sahabat sedari kecil. Wajar jika bersikap kekanakan.
Namun, saat berbelok di koridor Aldric menabrak seorang gadis. Gadis yang samar-samar ia ingat sebagai teman sekelasnya. Refleks ia memeluk pinggang gadis itu agar tidak terjatuh.
"Eh, maaf," ucap Aldric seraya melepas gadis itu dengan wajah malu namun tatapannya menusuk ke arah Malvin. Sedangkan Malvin malah menjulurkan lidahnya dan tertawa mengejek.
Di sisi lain Alice yang melihat kejadian itu merasa hatinya seperti diremas. 'Apa ini? Jangan bilang kau cemburu, Alice?' rutuk Ayla pada respon tubuh Alice.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼
tembak tembak tembak
🤣🤣🤣