Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Mencarikan calon suami
Pagi-pagi sekali, Zayna pergi ke dapur. Dia berniat akan memasak, tetapi gadis itu teringat jika tidak ada yang pulang dari semalam. Zayna pun memilih untuk membuat teh hangat saja. Hari ini dia malas masak, nanti beli saja di jalan, pikirnya.
Setelah menghabiskan tehnya, gadis itu membersihkan tubuhnya agar bisa segera berangkat bekerja. Zayna juga perlu membeli makanan di jalan. Seperti biasa dia selalu memakai motor bututnya untuk pergi ke mana pun.
"Na," panggil Alifia saat Zayna baru turun dari motornya. "Kamu bawa bekal? Belum sarapan?"
"Belum, lagi malas masak. Di rumah juga nggak ada siapa-siapa," jawab Zayna sambil berjalan memasuki restoran. Di sana masih sepi hanya ada cleaning service yang sedang bersih-bersih.
"Memang semua orang pada ke mana?"
"Nggak pulang semalam, sejak acara resepsi."
"Kamu di rumah sendiri? Nggak datang ke sana?"
"Datang, cuma sebentar." Zayna tidak ingin menceritakan apa yang dia alami semalam. Semuanya juga sudah berlalu, tidak baik mengumbar keburukan orang lain.
Alifia juga tidak bertanya lagi. Dia membiarkan sahabatnya menikmati sarapan seorang diri. Gadis itu memilih membantu temannya yang membersihkan peralatan memasak dan menyiapkan bahan makanan.
*****
Sore hari, Zayna pulang dari restoran. Dia melihat dua mobil terparkir di halaman rumah. Satu mobil papanya dan yang satu milik Fahri. Sudah tidak asing lagi baginya karena dulu gadis itu juga sering menaikinya.
"Assalamualaikum," ucap Zayna begitu memasuki rumah.
"Waalaikumsalam."
Terlihat semua orang sedang berkumpul diruang tengah. Zayna mendekati papanya dan mencium punggung tangan pria itu. Setelahnya dia berlalu menuju kamarnya. Ada Savina di sana, tetapi gadis itu tidak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan terhadap Rahmat. Itu karena ibu tirinya itu yang tidak mau.
Dulu sewaktu SD, Zayna selalu mencium punggung tangan wanita itu, saat akan pergi dan datang dari mana pun. Suatu hari gadis itu mengalami flu yang parah, hingga hidungnya mengeluarkan ingus dan saat itu dia mencium punggung tangan Savina. Tentu saja wanita itu marah dan tidak lagi memperbolehkan putri tirinya melakukan itu lagi.
"Pa, apa tidak sebaiknya kita mencarikan jodoh untuk Zayna? Papa dengar, kan, para tetangga bilang Zayna itu perawan tua! Teman sebayanya semua sudah menikah, bahkan sudah ada yang memiliki anak," ujar Savina.
"Ma, menikah itu bukan sesuatu yang mudah. Lagi pula kita mau cari jodoh buat Zayna ke mana? Papa tidak mau asal menikahkan anak begitu saja."
"Papa lupa? Pak Warsiman, kan, pernah melamar Zayna! Kita terima saja lamarannya waktu itu. Nanti biar Mama yang bicara."
"Apa maksud, Mama? Kita semua tahu siapa anak Pak Warsiman. Dia itu seorang preman, sukanya mabuk-mabukan dan main judi! Sampai kapan pun Papa tidak akan setuju."
Rahmat begitu marah mendengar istrinya berbicara seperti itu. Memang dia sangat ingin melihat Zayna segera menikah, tapi tidak dengan pria benalu seperti anak Pak Warsiman. Dia yakin pasti ada yang akan melamar putrinya suatu hari nanti.
"Apa Papa tidak malu melihat Zayna menjadi bahan gunjingan para tetangga. Kalau kita nikahkan dia ti—"
"Dia menjadi bahan gunjingan juga karena pernikahan Zanita dan Fahri. Bukan karena alasan lain. Sudahlah, Papa tidak mau ada pembicaraan ini lagi," pungkas Rahmat segera berlalu. Pria itu tidak ingin semakin murka jika mendengar apa yang akan istrinya katakan.
"Mama, kenapa sih harus bahas pernikahan si Zayna? Jadi aku yang kena, kan!" protes Zanita.
"Sudahlah, kamu diam saja."
Savina hanya ingin mempertahan rumah tangga Zanita. Dia takut jika Fahri akan kembali pada Zayna. Bagaimanapun mereka pernah menjalin hubungan. Savina tidak akan menyerah. Dia akan membuat putri tirinya itu segera menikah secepatnya. Jika memang tidak dengan anak Pak Warsiman, pria lain pun tidak masalah.
Sementara Zayna yang sudah selesai membersihkan tubuhnya, berniat ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Ternyata di meja makan ada Rahmat yang sedang menikmati kopi. Pasti pria itu membuat sendiri tadi.
"Kamu tidak perlu masak. Tadi Bik Ima sudah masak banyak, tinggal dihangatkan saja," ujar Rahmat saat melihat Zayna memasuki dapur.
Gadis itu hanya mengangguk dan melihat makanan apa yang dimasak Bik Ima. Rahmat memperhatikan apa yang dilakukan putrinya. Dia juga ingin melihat Zayna segera menikah, tetapi pria itu ingin laki-laki dari keluarga baik-baik yang akan menjadi suaminya, entah dia kaya atau miskin.
"Na, jika Papa mencarikanmu jodoh, apa kamu mau menerimanya?" tanya Rahmat dengan menatap putrinya.
Zayna yang semula berada di dapur, berpindah menuju meja makan dan duduk di samping papanya. Mereka memang jarang berbincang, tetapi sekali berbicara, pasti pembicaraannya sangat serius.
"Boleh aku tahu alasan kenapa papa ingin aku secepatnya menikah?"
"Apa perlu Papa menjawabnya? Kamu pasti sudah tahu jawabannya."
"Aku hanya ingin tahu jawaban Papa."
Rahmad memandangi putrinya sejenak kemudian mengalihkan pandangannya. Selalu seperti itu, dia tidak tahan lama-lama menatap Zayna karena wajah itu mengingatkannya pada almarhum istrinya.
"Papa hanya tidak ingin kamu menjadi bahan gunjingan orang lain. Itu sama saja mencoreng wajah Papa."
Hati Zayna merasa tercubit dengan jawaban papanya. Memang tidak salah, tetapi gadis itu berharap papanya akan menjawab, bahwa pria itu ingin melihat dia bahagia bersama dengan suaminya. Namun, semua itu hanya angan semata, seharusnya Zayna tahu itu.
"Siapa pun laki-laki pilihan Papa, aku akan menerimanya," jawab Zayna dengan yakin.
Dia percaya, bahwa tidak akan ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya. Begitu pun dengan Rahmat. Meskipun selama ini pria itu tidak pernah adil dalam memperlakukan putri-putrinya, tetapi gadis itu yakin pilihan papanya adalah yang terbaik.
"Apa kamu yakin?"
"Iya, aku yakin."
"Apa kamu tidak takut kalau Papa akan memilihkan orang yang salah?"
"Aku yakin Papa akan memberikan pilihan yang tepat untukku karena Papa adalah papaku."
Rahmat menganggukkan kepalanya. Sepertinya memang dia harus membuat keputusan dan ini memang pilihan yang terbaik untuk Zayna. Putrinya juga bukan orang yang berpendidikan tinggi jadi memang pria itu yang cocok.
"Lagi ngomongin apa ini?" tanya Savina yang baru datang. Dia tadi ingin mengambil air minum, tetapi wanita itu melihat sang suami dengan putri tirinya seperti membicarakan sesuatu yang sangat serius. Savina yang penasaran pun datang menghampiri.
"Tidak apa-apa," jawab Rahmat. "Na, kamu panaskan makanannya dulu. Setelah itu kita makan bersama."
"Iya, Pa." Zayna segera menyalakan kompor dan menghangatkan semua makanan. Dia tidak pernah mengeluh dengan pekerjaan ini. Baginya semua ini memang pekerjaan wanita. Suatu saat nanti gadis itu juga melakukannya untuk suaminya kelak.
.
.
.