Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip di Pagi Hari
Pagi-pagi buta Lisa sudah terbangun karena panggilan alam. Dengan wajah bantal gadis itu masuk ke kamar mandi dengan tergesa.
Saat metahari mulai menampakkan diri, Lisa pun ikut menampakkan diri di depan rumah. Kemudian gadis itu berlari kecil di lorong komplek sambil bersenandung ria.
"Wah, si Eneng rajin pisan pagi-pagi udah joging." Sapa salah satu Ibu-ibu komplek yang sedang membuang sampah di depan rumah. Terpaksa Lisa pun berhenti lari.
"Iya, biar sehat." Sahut Lisa tersenyum ramah.
"Sendirian aja, Neng? Denger-denger udah punya calon suami ya?"
Eh? Gosip dari mana lagi itu? Gosip di pagi hari lagi kayaknya nih. Kudu siap pasang telinga kayaknya kalau udah di kampung. Ada aja mulut Ibu-ibu di sini.
"Kata siapa, Buk? Saya aja gak merasa tuh."
"Lah... satu kampung udah tahu kalau Neng Lisa teh bakal nikah sama Pak Erkan. Duda kaya di komplek kita ini, Neng. Masak iya gak tahu tetangga depan rumah. Malah kalian udah digosipin mau nikah."
Lisa terkejut. "Lah... si Ibu. Orang saya yang punya badan ajak gak tahu apa-apa. Si Ibu udah tahu aja gosipnya."
"Namanya juga gosip, Neng. Dalam hitungan detik satu kampung tahu semua."
"Aduh... ada-ada aja si Ibu. Ya udah atuh, saya lanjut joging dulu. Mari, Buk."
"Mangga, Neng."
Lisa pun lanjut lari lagi. Menyusuri beberapa lorong komplek yang saling terhubung sambil terus bersenandung.
Beberapa menit berikutnya Lisa pun sudah sampai di lorong rumahnya lagi. Saat Lisa hendak membuka gerbang. Suara geseran pintu gerbang rumah Erkan pun menarik perhatiannya. Sontak mata Lisa berbinar saat melihat penampilan gagah Erkan. Lelaki itu mengenakan stelan kantor yang begitu pas hingga menampakkan tonjolan otot-otot seksinya. Berhubung ini hari kerja, jadi Erkan pun harus ke kantor setelah dua hari menghabiskan waktu di rumah.
"Eh... ada Pak Erkan. Pagi, Pak. Mau kerja ya udah rapih banget?" Sapa Lisa tersenyum seramah mungkin.
"Iya." Jawab Erkan membuka pintu pagar sampai habis. "Habis lari?"
Eh? Kirain gak bakal nanya.
"Iya nih, biar badan seger." Jawab Lisa sambil cengengesan. Erkan pun mengangguk kecil.
"Oh iya, Bapaknya kan kerja. Terus Rayden sama siapa dong?" Tanya Lisa yang tiba-tiba mengingat Rayden.
"Dia ikut saya ke kota, di sana ada neneknya. Biasanya juga seperti itu."
"Owh... tapi sayang banget atuh Raydennya capek bolak-balik. Dari sini ke kota kan perjalannya lumayan juga."
Bapak juga kasihan sih sebenarnya, pasti capek harus bolak-balik kota ke desa. Tenang aja Pak, saya siap kok jadi tukang pijat. Sambung Lisa dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan hal itu secara langsung.
"Dia udah biasa."
"Owh." Lisa pun cuma bisa manggut-manggut karena bingung harus bicara apa lagi.
"Kakak cantik." Seru Rayden yang baru keluar. Anak itu pun berlari kecil ke arah Lisa.
"Duh... jangan lari-lari nanti jatuh." Tegur Lisa.
"Kakak cantik dari mana?" Tanya Rayden memperhatikan penampilan Lisa saat ini yang masih dibanjiri keringat.
"Habis lari pagi."
"Yah... kenapa gak ajak Ray sih? Kan Ray mau ikut juga." Lirih Rayden dengan bibir menyebik.
Lisa yang melihat itu tersenyum. "Gimana kalau besok kita lari lagi?"
"Mau mau... nanti Kakak jemput Ray ya?"
"Boleh."
"Yey." Rayden pun bersorak kegirangan.
"Ray, ayok berangkat. Papa bisa terlambat ke kantor." Ajak Erkan melirik arloji di lengannya. Dan itu menyita perhatian Lisa dan Rayden.
"Papa... boleh tidak hari ini Ray tidak ikut ke sana? Ray bosan main sama Omah terus." Rengek Rayden memberikan tatapan memelas pada Papanya.
Erkan menatap Lisa untuk meminta jawaban. Mendapat tatapan itu pun Lisa pun langsung mengangguk. "Saya bisa jaga Rayden kok."
"Ya, boleh." Jawab Erkan yang disambut sorakan gembira oleh Rayden.
"Makasih, Papa."
"Sama-sama, sayang. Saya titip Rayden."
"Siap, saya jamin Rayden aman di sini."
Erkan pun merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan. Kemudian ia pun mendekati Lisa. "Ini uang buat jajan dan makan Rayden. Juga buat kamu."
Lisa terlihat bingung harus terima atau tidak uang sebanyak itu. Padahal tanpa diberi uang pun tidak jadi masalah baginya.
"Aduh... ini kayaknya kebanyakan deh, Pak."
"Ambil aja Kakak, uang Papa itu banyak banget."
"Eh? Iya kah?"
"Iya, buktinya Rayden bisa beli banyak mainan." Jawab Rayden dengan polosnya. Sontak Lisa pun tertawa mendengar itu.
"Tolong di ambil, saya harus segera pergi."
Dengan ragu Lisa pun menerimanya. "Okay deh saya terima. Terima kasih sebelumnya."
"Terima kasih kembali. Saya titip Ray."
"Iya, Pak."
"Papa pergi, sayang." Erkan mengecup pucuk kepala Rayden sebelum pergi.
"Mari." Ucap Erkan melirik Lisa sebelum dirinya pergi untuk mengambil mobil di garasi.
Tin!
Erkan memberikan senyuman sebelum melajukan mobilnya.
Lisa ikut tersenyum sambil merengkuh pundak Rayden. Mereka pun tidak langsung pergi dan menunggu sampai mobil yang Erkan naiki menghilang sampai di penghujung lorong.
"Udah? Ayok kita masuk."
Dengan patuh Rayden pun mengangguk.
"Wah... ada si kasep. Kok tumben hari ini gak ikut ke kota?" Tanya Mamah saat melihat Lisa masuk ke rumah bersama Rayden.
"Ray bosan di rumah Omah terus, Nenek. Di sana gak ada temen main. Tante juga galak sama Ray. Pasti cubit-cubit kalau Ray ribut."
Mendengar itu Lisa dan Mamah Endang saling melempar pandangan.
"Emang Ray punya berapa Tante?"
"Satu."
"Adiknya Papa ya?" Tanya Lisa penasaran. Jika jawabannya iya, kok tega sih anak setampan ini dicubit? Apa karena itu Erkan memilih tinggal di desa? Padahal kan di kota masih ada orang tuanya.
"Gak tau. Tapi Papa gak pernah ngomong sama Tante jahat. Papa cuma ngomong sama Omah sama Opah." Jawab Rayden memasang wajah polosnya.
"Ya udah, Ray sama Nenek dulu ya sebentar. Kakak mau mandi dan ganti baju, gerah soalnya." Ujar Lisa seraya mengusap kepala Rayden. Dan lagi-lagi Rayden mengangguk sambil tersenyum manis.
Setelah itu Lisa pun masuk ke kamarnya.
"Ray pasti belum makan kan?"
"Belum, tadi Papa kesiangan jadi gak sempat buatin roti." Jawab anak itu begitu polos.
Mamah tertawa lucu mendengarnya. "Kalau gitu Ray duduk di sini ya? Nenek ambilkan makanan dulu."
"Iya, Nenek."
Mamah pun tersenyum dan langsung beranjak menuju dapur. Sedangkan Rayden duduk di sofa sambil celingak-celinguk sendirian.
"Wah... ada anak kota nih. Kok sendirian sih, Cil?" tanya Asep duduk di sebelah Rayden.
"Ih... Uncle bau...." Rayden menutup hidungnya.
"Bau?" Asep pun mencium badannya sendiri. "Iya sih bau dikit."
"Iuw...." Rayden pun sedikit bergeser menjauh.
"Eh bocil tengil, tumben di sini? Dibuang ya sama duda itu?"
"Nenek! Kakak!" Teriak Rayden yang tidak suka digangguin oleh Asep. Sontak Asep pun langsung kabur karena takut kena pukulan maut si Mamah.