(MUSIM KE 3 PERJALANAN MENJADI DEWA TERKUAT)
Setelah pengorbanan terakhir Tian Feng untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran Alam Dewa, Seluruh sekutunya terlempar ke Alam Semesta Xuanlong sebuah dunia asing dengan hukum alam yang lebih kejam dan sistem kekuatan berbasis "Energi Bintang".
Akibat perjalanan lintas dimensi yang paksa, ingatan dan kultivasi mereka tersegel. Mereka jatuh terpisah ke berbagai planet, kembali menjadi manusia fana yang harus berjuang dari nol.
Ye Chen, yang kini menjadi pemuda tanpa ingatan namun memiliki insting pelindung yang kuat, terdampar di Benua Debu Bintang bersama Long Yin. Hanya berbekal pedang berkarat (Pedang Naga Langit) dan sebuah cincin kusam, Ye Chen harus melindungi Long Yin dari sekte-sekte lokal yang menindas, sementara kekuatan naga di dalam diri Long Yin perlahan mulai bangkit kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 6
Perbatasan Hutan Kabut Merah - Gua Batu Kapur.
Malam semakin larut. Kabut merah di luar gua semakin tebal, menyembunyikan bulan perak yang pucat. Di dalam gua kecil yang lembap itu, api unggun kecil berkeretak, memberikan sedikit kehangatan di tengah udara malam yang menusuk tulang.
Ye Chen duduk bersandar di dinding gua, matanya terpejam setengah, mengatur napas untuk memulihkan energinya. Pedang karat itu tergeletak di sampingnya, masih berlumuran darah kering Zhang Hu.
Long Yin duduk di sebelahnya, lututnya ditekuk ke dada. Matanya yang dua warna nya menatap api, lalu beralih menatap wajah Ye Chen yang tertidur ayam. Cahaya api membuat fitur wajah Ye Chen yang tajam terlihat lebih lembut.
Ada perasaan aneh yang bergejolak di dada Long Yin. Selama enam tahun, Ye Chen adalah "kakak"nya, pelindungnya. Tapi malam ini, melihat pemuda itu berdarah dan membunuh demi dirinya... perasaan itu berubah. Itu bukan lagi sekadar ketergantungan seorang adik. Itu adalah detak jantung yang lebih cepat, rasa takut kehilangan yang mencekik, dan keinginan untuk menyentuhnya.
Long Yin mengulurkan tangannya, ragu-ragu, lalu menyentuh lengan Ye Chen yang diperban.
Ye Chen tidak bangun, tetapi napasnya menjadi lebih tenang saat merasakan sentuhan itu.
Pandangan Long Yin kemudian jatuh pada Pedang Karat di samping Ye Chen.
Pedang itu jelek. Hitam, kasar, dan penuh karat. Tapi entah kenapa... sejak Ye Chen menghunusnya tadi, Long Yin merasa pedang itu memanggilnya.
Didorong rasa penasaran, Long Yin mengulurkan jari telunjuknya dan menyentuh bilah pedang yang dingin itu.
Ziiiiiing...
Sebuah dengungan sangat rendah, hampir tak terdengar telinga, bergetar dari dalam logam itu.
Karat di bagian yang disentuh Long Yin seolah menjadi transparan sesaat. Di bawah lapisan korosi itu, Long Yin melihat kilatan cahaya Merah Keemasan yang hangat.
"Hangat..." bisik Long Yin.
Saat jarinya menyentuh pedang itu, ia tidak merasakan dinginnya besi. Ia merasakan... pelukan.
Sebuah bayangan ingatan yang sangat kabur melintas di benaknya bayangan seorang pria tampan dengan rambut merah yang menggendongnya tinggi-tinggi, tertawa, sementara pedang yang sama ini bersandar di punggung pria itu.
Ayah?
Kata itu muncul di benaknya, tetapi ia tidak tahu siapa itu. Air mata tanpa sadar menetes dari matanya.
"Yin'er?"
Suara Ye Chen menyentaknya. Pemuda itu sudah bangun, menatapnya dengan cemas. "Kenapa kau menangis? Apa lukamu sakit?"
Long Yin buru-buru menghapus air matanya. "T-Tidak. Hanya... pedang ini. Rasanya... sedih. Tapi juga akrab. Seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu."
Ye Chen menatap pedang itu. Pedang Naga Langit yang tertidur. Ia juga merasakannya pedang itu jauh lebih ringan saat ia melindungi Long Yin.
"Mungkin..." kata Ye Chen pelan, "pedang ini dulu milik seseorang yang sangat menyayangimu."
Tangan Ye Chen bergerak untuk memegang tangan Long Yin, mencoba menenangkannya.
Saat kulit mereka bersentuhan, Cincin Perak Kusam di jari manis Ye Chen menyentuh telapak tangan Long Yin.
DUM.
Kali ini, getarannya lebih kuat. Cincin itu berdenyut.
Bagi Long Yin, rasanya seperti ada arus listrik lembut yang mengalir dari cincin itu ke dalam hatinya. Perasaan aman yang absolut menyelimutinya. Ia merasa seolah-olah ia bisa masuk ke dalam cincin itu dan bersembunyi dari seluruh dunia.
"Dan cincin ini..." Long Yin menggenggam tangan Ye Chen, jari-jarinya mengusap permukaan cincin yang kasar itu. "Setiap kali aku di dekatnya... aku merasa tidak ada yang bisa menyakitiku."
Ye Chen terdiam. Ia menatap cincin dan pedang itu, lalu menatap gadis di hadapannya.
Mereka berdua tidak memiliki ingatan masa lalu. Tapi benda-benda ini... jelas bukan kebetulan. Takdir mereka terikat pada benda-benda ini.
"Suatu hari nanti," kata Ye Chen, suaranya rendah dan serius, "kita akan mencari tahu siapa kita sebenarnya. Dari mana pedang dan cincin ini berasal. Dan siapa orang tua kita."
Ia mengeratkan genggamannya pada tangan Long Yin.
"Tapi sampai saat itu tiba... biarkan aku yang menjadi pedangmu. Dan biarkan aku yang menjadi tempatmu berlindung."
Wajah Long Yin memerah. Jarak di antara mereka sangat dekat di dalam gua yang sempit itu. Ia menatap mata merah delima Ye Chen yang intens.
"Kakak Chen..." bisiknya. "Kau... bukan lagi cuma kakak bagiku."
Ye Chen terpaku. Ia melihat kejujuran di mata gadis itu. Perasaan yang sama yang ia coba tekan perasaan posesif dan cinta yang melampaui keluarga kini terpantul di mata Long Yin.
Perlahan, Ye Chen mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Long Yin.
"Aku tahu," bisik Ye Chen. "Kau adalah duniaku, Yin'er. Sejak aku membuka mata di dunia ini... hanya ada kau."
Wajah mereka mendekat. Hembusan napas mereka bersatu di udara dingin. Tidak ada ciuman belum saatnya, situasi mereka terlalu berbahaya tetapi dahi mereka bersentuhan, menyatukan kehangatan di tengah malam yang kejam.
Mereka duduk berpelukan dalam diam, membiarkan detak jantung mereka berbicara.
Di luar gua, auman monster dari Lembah Tulang terdengar.
Ye Chen membuka matanya, ketajaman serigala kembali. Ia melepaskan pelukannya perlahan, meskipun enggan.
"Tidurlah," katanya, menyelimuti Long Yin dengan jubah luarnya yang robek. "Besok kita masuk ke Lembah. Di sana, kita akan menjadi kuat. Cukup kuat sehingga kau tidak perlu lagi menangis."
Long Yin mengangguk, memejamkan mata dengan senyum tipis di bibirnya, tangannya masih memegang ujung jubah Ye Chen.