kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..
berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.
hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mulai terungkap..
Nada suara Oma menusuk dingin, "Kalian berdua dengar baik-baik! Kalau sampai Oma mendengar ada campur tangan pihak lain, Oma tidak akan segan-segan membuang kalian ke tengah samudra! Dan jangan harap Oma akan menghubungi kalian lagi!" Oma langsung memutuskan sambungan telepon dengan kasar.
Sementara itu, di tempat lain, juragan Bondan dilanda keputusasaan dalam mencari jejak Rara yang menghilang bagai ditelan bumi.
"Sudahlah, Tuan. Lupakan saja gadis itu. Sekarang yang terpenting adalah kita berhasil menguasai tanah warisan ini," ujar salah seorang anak buah juragan Bondan, mencoba menenangkan atasannya.
Dengan tatapan kosong namun penuh nafsu, juragan Bondan memerintah, "Kau benar. Cari beberapa gadis... untuk memuaskan diri."
"Siap, Tuan!" jawab anak buahnya serempak. Mereka segera berpencar untuk memenuhi permintaan sang juragan, termasuk mencari wanita penghibur.
Setelah tujuh jam lebih dalam perjalanan yang melelahkan, akhirnya mereka tiba. Axel dengan hati-hati menggendong Rara yang tertidur pulas, enggan mengusik istirahatnya. Mereka masih harus menempuh perjalanan darat selama tiga puluh menit lagi sebelum mencapai kediaman megah Axel.
Jam sudah menunjukkan tengah malam ketika mereka tiba di mansion. Dengan lembut, Axel menginstruksikan suster yang ikut bersamanya untuk beristirahat di lantai bawah, sementara ia membawa Rara yang masih terlelap menuju kamarnya.
Mentari pagi menyinari kamar. Dengan lembut, Axel mengguncang pelan bahu Rara untuk membangunkannya. "Sayang, bangunlah. Kita sarapan dulu, lalu minum obatmu," bisik Axel dengan suara lembut sambil mengelus pipi gadis itu dengan sayang.
Perlahan, Rara mengerjapkan matanya yang masih sayu. "Enghh... sudah pagi ya, Maz?" gumamnya dengan suara serak dan manja.
Axel sedikit tersentak mendengar panggilan "Maz" dari bibir Rara. Selisih usia sepuluh tahun di antara mereka terasa begitu nyata saat itu.
"Coba ucapkan sekali lagi, Sayang. Kamu memanggilku apa tadi?" tanya Axel dengan nada ingin tahu.
Rara mengerutkan keningnya sedikit. "Hmm... Maz. Apa kamu tidak suka aku memanggilmu Maz?" tanyanya dengan polos, tampak sedikit khawatir.
Axel tersenyum hangat dan mengusap rambut Rara. "Tentu saja suka, Sayang. Justru terdengar manis. Sekarang, mari kita mandi dulu, lalu turun untuk sarapan lezat yang sudah menanti," ajak Axel lembut.
Sementara menunggu Rara membersihkan diri, Axel menyalakan laptopnya. Sebuah pesan singkat dari Tomy langsung menarik perhatiannya.
"Laporan, Tuan. Kami mendapat informasi bahwa ladang milik mendiang Nek Asih akan segera dijual oleh Bondan," bunyi pesan dari salah satu pengawalnya.
Rahang Axel mengeras. "Berani sekali Bondan mencoba menjual tanah warisan itu! Dia benar-benar mencari masalah denganku!" batin Axel dengan amarah yang tertahan.
Tak lama kemudian, Rara keluar dari kamar mandi. Penampilannya sudah segar dan rapi. Ia tersenyum lembut menghampiri Axel.
"Maaf ya, Maz, sudah membuatmu menunggu lama," ujar Rara dengan nada menyesal.
Axel mengusap lembut pipi Rara. "Tidak masalah, Sayang. Sambil menunggumu, Maz juga sedang melihat beberapa email penting," jawab Axel dengan senyum menenangkan.
Mereka menuruni tangga sambil bergandengan tangan. Para pelayan rumah saling berbisik kagum melihat kecantikan Rara, "Cantik sekali kekasih Tuan."
"Selamat pagi, Tuan Axel, Nyonya," sapa suster dengan sopan.
"Selamat pagi juga, Suster," balas Rara dengan senyum hangat.
Mereka menikmati sarapan dalam suasana tenang. Hanya suara lembut dentingan alat makan yang terdengar.
Usai sarapan, Axel mengajak Rara menikmati udara segar di taman belakang.
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan santai di taman belakang, Sayang?" ajak Axel sambil mengulurkan tangannya dengan penuh kasih.
Baru saja mereka tiba di taman belakang yang asri, ponsel Axel tiba-tiba berdering. Dengan raut wajah serius, Axel menjauh dari sisi Rara dan meminta suster untuk menemani gadis itu sejenak.
"Katakan! Ada apa?" tanya Axel dengan nada mendesak.
"Laporan mendesak, Tuan! Gubuk Nenek Asih telah dibakar habis! Dan yang lebih parah, besok malam Bondan berencana menemui seseorang untuk menjual tanah warisan itu," suara Tomy terdengar tegang di ujung telepon.
"Lalu, apakah ada perkembangan mengenai penyelidikan kematian Nenek?" desak Axel dengan suara rendah namun penuh amarah.
"Menurut penyelidikan awal kami, Tuan, kuat dugaan Bondanlah dalang di balik kematian Nenek Asih," jawab Tomy dengan keyakinan yang kuat.
Seketika, mata Axel berkilat marah. "Keparat Bondan! Tangkap dia sekarang juga! Kurung dia di ruang bawah tanah! Jangan berikan makanan apa pun, hanya air minum! Tunggu aku kembali, aku sendiri yang akan membuatnya merasakan neraka di dunia ini!" geram Axel dengan suara dingin, sebuah seringai mengerikan terukir di wajahnya.
Setelah berhasil mengendalikan emosinya, Axel kembali menghampiri Rara.
"Maafkan aku, Sayang. Itu tadi telepon dari anak buahku," ucap Axel dengan nada lembut, berusaha menyembunyikan amarahnya.
"Tidak apa-apa, Maz. Aku kan ditemani Suster," balas Rara dengan polos.
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu