Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASIH CURIGA
Rajendra terpaku melihat kedatangan sang kekasih, sedangkan ia sedang duduk di ruang tunggu kos Ayuna ditemani Ersa. Bahkan mereka bercanda layaknya teman dekat.
Ayuna memarkir sepeda motor lalu melepas helm dan jas hujan, kebetulan malam ini turun hujan, emang pengaruh pemanasan global, musim jadi tak tentu. Buru-buru Rajendra menghampiri sang kekasih. Ada rasa iba melihat Ayuna pulang malam sampai kehujanan begini.
"Loh, Ndra?" Ayuna kaget, Rajendra sudah di kos, dan gak kasih kabar kalau malam ini mau mampir kos. "Kok ke sini gak kasih kabar?"
"Kangen mana bisa tahu waktu si Ay!" ucapnya sembari mengacak rambut Ayuna, gemas.
"Udah lama?"
"Lumayan setengah jam ada kali ya. Untung ada Ersa!" Ayuna spontan mendongak, Ersa? Gadis itu langsung menoleh ke arah ruang tunggu, ada Ersa yang sudah melambaikan tangan padanya sembari tersenyum, Ayuna pun mengangguk saja dan tersenyum balik. Namun hatinya sedikit tercubit, kenapa Ersa mau menemani Rajendra?
Ah kenapa jadi prasangka sama sahabat sendiri sih! Ayuna pun tak meneruskan kecurigaan itu. Ia pun mengajak Rajendra ke ruang tunggu, mengobrol layaknya orang pacaran sampai batas waktu kos ditutup.
"Nih!" Ersa menyodorkan sebuah pamflet yang ia bawa sepulang dari kampus.
"Pamflet apaan?" tanya Ayuna sembari membungkus kepalanya dengan handuk, ia selalu menyempatkan mandi air hangat sepulang kerja. Kebetulan kamar kosnya ada fasilitas air panas, meski mahal Ayuna pun tak mau pindah. Apalagi ia sudah punya kerjaan, ditambah promosi skin care di media sosialnya menambah pundi-pundi tabungan.
"Kesukaan lo, lomba proposal!"
Ayuna yang semula tak menggubris pamflet itu langsung semangat, buru-buru membaca dan matanya hijau seketika serasa menemukan uang segepok. "Mantab nih!" serunya girang.
Ersa hanya melongo. Otaknya gak sampai dengan respon Ayuna, "Lo gak capek, Ay?"
Ayuna menggeleng. "Gue lebih capek kalau gak punya uang, Sa."
"Mau ikutan?"
"Kayaknya, lumayan nih hadiahnya!"
"Terus kapan lo istirahat, Ay?"
"Ya malam sepulang kerja, Sa. Percaya deh, lo kalau dalam keadaan kepepet, sengsara, uang terbatas, kalau ada kesempatan cuan gas lah!" ucapnya semangat.
Ersa hanya menggelengkan kepala, sejak kapan sahabatnya mata duitan begini sih?
"Ay!"
"Hem!"
"Lo gak kasihan sama Rajendra?"
Ayuna yang sedang menyeruput susu hangat berhenti seketika, agak bingung juga dengan pertanyaan Ersa. Kenapa bahas Rajendra?
"Kenapa, Sa?"
"Dia kesepian loh!"
"Hah?" Ayuna kaget, bukan kaget karena Rajendra kesepian, tapi karena Ersa tahu apa yang dirasakan Rajendra akhir-akhir ini. Saat bertelepon, Rajendra memang sering mengungkapkan rasa kangen dan kesepiannya, bertemu dengan Ayuna sangat terbatas, wajar kalau Rajendra kesepian. Tapi yang membuat aneh, kenapa Ersa sampai tahu. Sedekat apa mereka sampai Rajendra mau mengungkapkan kesepian segala. "Emang dia cerita, Sa?"
Ersa mengangguk, "Nungguin kamu datang lama banget, Ay. Kasihan di ruang tunggu sendiri, makanya aku ajak obrol."
"Oh!"
"Lagian kenapa juga sih kamu repot kerja begini, Ay. Rajendra juga bilang siap kasih uang jajan ke kamu."
Ayuna tersenyum muak, mendadak panas saja mendengar celotehan Ersa tentang Rajendra. "Gue gak mau bergantung sama dia, Sa. Khawatir aja dia udah gak cinta sama gue, terus gue ditinggal. Makin sengsara gue ntar."
Ersa diam, Ayuna pun mengamati ekspresi sahabatnya itu, tersirat ada rasa bersalah mungkin, atau memang mau merencanakan sesuatu. Entahlah.
"Ya tapi kalau kamu banyak waktu, bisa nemenin dia, perhatian sama dia, gak bakal dia ninggalin kamu, Ay."
Semakin muak saja Ayuna mendengarnya, obrolan macam apa sih ini, kok Ersa kesannya paling tahu soal Rajendra. "Dia bilang gitu ke kamu?" todong Ayuna, dan see, Ersa gelagapan, seakan menyembunyikan sesuatu.
"Ya aku merasa saja, Rajendra juga gak bilang kesepian secara jelas."
Wah, Ayuna ingin tertawa ngakak, jawaban macam apa ini. Pernyataan Ersa di awal katanya Rajendra cerita kesepian, tapi sekang tidak bilang kesepian dengan jelas. Sangat aneh. Sudah gak beres nih hubungan mereka di belakang Ayuna.
"Makasih deh atas perhatian lu, cuma kita menjalani hubungan seperti ini bukan hal baru kali, Sa. Saat dia sibuk kuliah di semester awal, kita juga jarang bertemu, bahkan hanya chat doang malah. Nah, mungkin sekarang giliran gue yang sibuk, dianya longgar. Dan aku yakin dia mengerti, tapi kalau perasaannya berubah, itu hak dia kok."
"Maksudnya?"
"Ya kalau Rajendra udah gak mau sama gue, ya udah gak pa-pa. Itu hak dia, apalagi kalau punya cewek baru yang siap menemaninya."
"Kok lu ngomong gitu, Ay? Kayak gak ada niatan berjuang untuk mempertahankan hubungan kalian. Terkesan Rajendra sendiri yang mau dengan hubungan kalian. Mudah banget buat putus."
" Ya kalau udah gak ada hati, masa' gue maksa dia buat tetap sama gue, Sa. Egois banget dong. Gue."
"Ya setidaknya lu kurangi lah aktivitas privat lu, kasih jatah bertemu buat Rajendra. Kasihan tahu."
"Kok lo jadi kasihan sama dia, Sa, bukan ke gue? Lagian Lu tahunya baru sekarang aja. Dulu, saat Rajendra sibuk apa iya gue protes. Enggak kan. Gue juga sabar dan gak ganggu, orang dia sibuk kuliah. Dia pun minta pengertiannya, gue pun kasih. Menjalin hubungan itu gak harus 24 jam 7 hari selalu di samping, Sa. Apalagi masih pacaran, masing-masing punya aktivitas dan prioritas, saling menghormati dan percaya saja."
"Ya tapi dia butuh lo, Ay. Dia juga kasihan sama lo. Ya maksud gue, setidaknya lo kasih satu hari buat sama dia."
Ayuna mengangguk, "Iya deh, nanti gue atur jadwal gue dulu. Makasih sarannya."
"Dia butuh lo karena dia stres dengan tugas akhirnya, apalagi ikut proyek dosen ternyata susah. Kadang dia pengen ketemu kamu itu sebagai obat penghilang stres, tapi kamu malah pulang malam terus."
Boleh mengintimidasi Ersa gak ya? Semakin ke sini kok dia makin ikut campur, punya niatan apa sih, bela Rajendra sampai segitunya. "Iya besok gue samperin dia deh!"
Sudah malam, Ayuna tak mau ambil pusing dengan kedekatan Ersa dan Rajendra sejauh mana. Toh kalau memang mereka bermain bakal ketahuan juga.
Besok kamu longgar? Kencan yuk, aku traktir. Gaji pertama dulu belum sempat aku traktir.
Ayuna sengaja kirim chat pada Rajendra menjelang tidur. Mau bagaimana pun dia adalah pacarnya yang harus diperhatikan juga.
Boleh. Pulang kampus jam berapa? balas Rajendra cepat.
Besok aku kuliah sampai jam 11 doang. Kamu?
Oke aku jemput jam segituan kalau gitu. Balas Rajendra tanpa pikir panjang, atau bahkan tak perlu mengecek agenda siang itu.
Ayuna terharu, sang kekasih begitu antusias bertemu dengannya. Harapan Ayuna cuma satu, kecurigaan pada Ersa salah. Itu saja.