Inara harus menelan pil pahit ketika Hamdan, sang suami, dan keluarganya tak mampu menerima kelahiran anak mereka yang istimewa. Dicerai dan diusir bersama bayinya, Inara terpuruk, merasa sebatang kara dan kehilangan arah.
Titik balik datang saat ia bertemu dengan seorang ibu Lansia yang kesepian. Mereka berbagi hidup, memulai lembaran baru dari nol. Berkat ketabahan dan perjuangannya, takdir berbalik. Inara perlahan bangkit, membangun kembali kehidupannya yang sempat hancur demi putra tercintanya.
Di sisi lain, Rayyan Witjaksono, seorang duda kaya yang terluka oleh pengkhianatan istrinya akibat kondisi impoten yang dialaminya. Pasrah dengan nasibnya, sang ibu berinisiatif mencarikan pendamping hidup yang tulus, yang mau menerima segala kekurangannya. Takdir mempertemukan sang ibu dengan Inara,ia gigih berjuang agar Inara bersedia menikah dengan Rayyan.
Akankah Inara, mau menerima Rayyan Witjaksono dan memulai babak baru dalam hidupnya, lengkap dengan segala kerumitan masa lalu mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian hitam di atas putih
Inara menarik napasnya pelan, ia samasekali belum mematok harga soal desain miliknya yang akan di beli oleh Tuan Rayyan meskipun karena terpaksa, demi kesembuhan sang buah hati, Inara akan melakukan apapun termasuk mengorbankan kemampuannya yang selama ini ia miliki, jerih payahnya dalam membuat desain-desain bagus yang inovatif akhirnya terpaksa ia jual kepada perusahaan yang membutuhkan desainnya tanpa melibatkan dirinya sebagai pemilik desain tersebut.
"baiklah Tuan, setiap desain akan saya jual dengan harga sebesar sepuluh juta, disini saya memiliki sepuluh desain, namum ada dua desain yang baru saja saya selesaikan, anda boleh melihat hasil desain saya!" Inara tampak gugup, jantungnya berdegup kencang, ia takut jika harga yang ia tawarkan kepada Tuan Rayyan terlalu tinggi.
Jawaban dari Inara sungguh mencengangkan bagi Rayyan dan juga Frans, pikirnya satu desain bagus seperti ini hanya di hargai sepuluh juta? justru terlalu murah, dan Frans yang mendengar jawaban dari Inara sangat menyayangkan dengan harga yang sudah Inara tentukan.
Rayyan tersenyum tipis, ia tak menyangka Inara akan memberikan harga yang menurutnya dikategorikan murah.
"kau yakin dengan harga ini? Kau tidak akan berubah pikiran?" Rayyan bertanya kembali untuk memastikan, sedangkan Frans saat ini sedang melihat hasil desain milik Inara yang membuat dirinya takjub.
" InshaAllah tidak Tuan, menurutku harga segitu sudah layak, dan saya melakukan semua ini demi biaya berobat putra saya! "
Deg!
Mendengar jawaban dari Inara, entah kenapa terbesit rasa bersalah dan penyesalan, akan tetapi Rayyan tetap pada pendiriannya, yakni membeli desain milik Inara dan menjadikannya sebagai desain milik perusahaan yang memiliki hak paten, Inara di asongkan beberapa dokumen penting, seperti surat perjanjian dan memang itu harus dilakukan, surat perjanjian di atas hitam dan putih besertakan materai di dalamnya.
Inara kembali menghela napasnya, dan ia membaca isi surat perjanjian tersebut dengan teliti.
Rayyan sempat memperhatikan Inara sekilas, ia melihat Inara tegang, sampai dirinya beberapa kali menghela napas.
"jadi bagaimana Inara, kau sudah baca semua isi dari surat perjanjiannya?"
"sudah Tuan, tapi alangkah baiknya Tuan melihat dulu hasil desain milik saya, saya takut nanti Tuan menyesal!"
Kini giliran Rayyan yang menghela napasnya. "aku tidak perlu melihat kembali hasil desain baru milikmu, aku sudah melihat kemampuan mu dan juga bakatmu itu, jadi aku tidak akan mungkin meragukannya, faham kamu!"
Inara tertunduk dan hanya mengangguk. "baik Tuan, terimakasih sebelumnya karena sudah percaya!"
Pada akhirnya Rayyan mengeluarkan cek dan menuliskan nominal Rp200.000.000,00 yang seharusnya hanya seratus juta untuk sepuluh desain.
" ambil ini, menurutku karyamu tidak pantas di hargai sepuluh juta di setiap desainnya!"
Kemudian Inara melirik cek tersebut dari atas meja dan ia melihat nominalnya.
" hah... Dua ratus juta? Apa ini tidak kemahalan Tuan? "
" tentu saja tidak, Inara! Kau pantas dan layak mendapatkannya!"
Inara tersenyum lebar, akhirnya ia bisa memiliki banyak uang untuk biaya berobat putranya selama tiga bulan ke depan dan ia berharap jika putranya bisa sembuh dari penyakit yang di deritanya.
Kini meja bundar itu menjadi saksi bisu sebuah negosiasi genting yang akan menentukan nasib putra Inara, yakni Daffa yang mengidap Down Syndrome dan membutuhkan biaya pengobatan besar. Di atas meja, tergeletak sebuah dokumen tebal dan sebuah cek yang tampak signifikan.
Di saat yang sama, di balik pilar besar yang berjarak sekitar sepuluh meter dari meja mereka, berdiri tegak Pak Santoso, mantan ayah mertua Inara. Ia baru saja selesai menjamu klien pentingnya. Matanya yang tajam, mata seorang pengusaha biasa tanpa sengaja menangkap siluet Inara. Pak Santoso sontak berhenti. Ia mengenali sosok di hadapan Inara, yaitu Rayyan Witjaksono, musuh bisnisnya yang angkuh.
Pak Santoso segera bersembunyi. Darahnya mendidih, penasaran dan marah bercampur aduk.
Rayyan Witjaksono berbicara dengan suara datar, tanpa emosi terhadap Inara
"Dokumennya sudah jelas, Inara. Semua perjanjian mengenai hak paten desain milikmu telah dialihkan sepenuhnya kepada Witjaksono Corp. Kompensasi untuk pengalihan hak, serta penandatanganan perjanjian kerahasiaan ini, sudah tertera di sana."
Inara menelan ludah. Jantungnya berdebar kencang. Desain miliknya adalah karya terbaiknya, namun kebutuhan Daffa jauh lebih penting.
Inara membalasnya dengan suara bergetar, namun tegas.
"Saya mengerti, Tuan Rayyan. Saya sudah membacanya. Kompensasi sebesar... dua ratus juta rupiah, akan digunakan sepenuhnya untuk biaya pengobatan Putraku, dan... Anda menjamin tidak akan ada tuntutan di kemudian hari?"
Frans dengan cepat dan cekatan ikut menimpali
"Tentu saja, Nona Inara. Perjanjian ini mengikat secara hukum. Witjaksono Corp selalu menjunjung tinggi integritas. "Cek ini," Frans menunjukan kembali cek di depan Inara, "adalah pembayaran penuh atas hak desain Anda. Setelah Anda tanda tangan, dana bisa langsung Anda cairkan."
Inara menatap kembali angka di dalam cek itu untuk memastikan bahwa ia tidak salah melihat nominalnya, sebuah kelegaan besar membanjiri hatinya. Ini adalah harapan untuk Daffa. Tanpa ragu lagi, ia meraih pulpen dan membubuhkan tanda tangannya di halaman akhir dokumen.
"Sudah saya tanda tangani, Tuan Rayyan."
Rayyan mengambil dokumen itu, sekilas memeriksa tanda tangan Inara, lalu mengangguk kecil kepada Frans.
"Bagus. Frans, berikan cek itu kepada Inara, dan pastikan salinan dokumen untuknya disiapkan."
"Siap, Tuan." Frans menggeser cek tersebut ke depan Inara.
Di Balik Pilar di dalam restoran Pak Santoso, memicingkan mata, ia melihat semua gerakan itu. Ia melihat Inara menandatangani dokumen, lalu mengambil sesuatu dari tangan asisten Tuan Rayyan. Wajah Inara yang terlihat lelah namun sedikit lega tidak luput dari pandangannya.
Pak Santoso bergumam dalam hati, dengan tajam
'Cih... Ada hubungan apa antara Inara dengan si pengusaha sombong itu? Kenapa dia sampai menandatangani dokumen? Bukankah dia baru saja terpuruk karena telah di ceraikan oleh Hamdan, Putraku?
Pak Santoso mengepalkan tangannya. Ia ingat betul bagaimana Rayyan Witjaksono dengan arogan menolak proposal kerjasamanya setahun yang lalu.
Pak Santoso kembali berbicara dalam hati
'Dia si Rayyan Witjaksono, si Serigala Dingin. Tidak mungkin dia bertemu dengan mantan menantuku tanpa ada maksud tersembunyi. Aku harus tahu apa yang terjadi di sana. Apakah Inara menjual sesuatu? Atau... apakah dia dijadikan alat oleh si brengsek itu?'
Rayyan berdiri, memberikan isyarat bahwa pertemuan dirinya dengan Inara telah berakhir.
Rayyan Witjaksono menatap dingin Inara.
"Senang bisa berbisnis dengan Anda, Inara. Saya harap putra Anda lekas membaik."
Rayyan bahkan tidak menunggu balasan Inara dan langsung berbalik, diikuti oleh Frans. Inara hanya bisa mengangguk pelan, mendekap cek itu erat-erat.
Pak Santoso buru-buru menunduk saat Rayyan dan Frans berjalan melewatinya. Begitu Rayyan menghilang, ia kembali menatap Inara, yang kini sedang memasukkan cek ke dalam tasnya, air mata haru tampak berkaca-kaca di pelupuk matanya.
Dalam hati pak Santoso tersirat penuh kecurigaan.
'Dua ratus juta? Itu bukan jumlah yang kecil. Tapi apa yang telah Inara berikan pada Rayyan? Aku akan mencari tahu, Inara. Kau tidak akan bisa menyembunyikan ini dariku.'
Pak Santoso menarik napas panjang, kemudian keluar dari persembunyiannya dengan raut wajah yang biasa, seolah ia baru saja hendak meninggalkan restoran.
Bersambung...