NovelToon NovelToon
MERRIED WITH YOUNG BOY

MERRIED WITH YOUNG BOY

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikahmuda / CEO / Berondong
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: LaruArun

"Kenapa harus aku yang menikah dengannya?”


Ava Estella tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah sedrastis ini. Setelah kehilangan kekasihnya—putra sulung keluarga Alder—ia hanya ingin berduka dengan tenang. Namun keluarga Alder terlanjur menaruh rasa sayang padanya; bagi mereka, Ava adalah calon menantu ideal yang tak boleh dilepaskan begitu saja.

Demi menjaga nama baik keluarga dan masa depan Ava, mereka mengambil keputusan sepihak: menjodohkannya dengan Arash, putra kedua yang terkenal keras kepala, sulit diatur, dan jauh dari kata lembut.

Arash, yang tak pernah suka diatur, menanggapi keputusan itu dengan dingin.
“Kalau begitu, akan kubuat dia meminta cerai sebelum satu bulan.”

Dua pribadi yang sama sekali berbeda kini dipaksa berada dalam satu ikatan.

Apakah pernikahan ini akan membawa mereka pada jalan yang diharapkan keluarga Alder?
Atau justru membuka luka, rahasia, dan perasaan yang tak pernah mereka duga sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaruArun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4 KECELAKAAN

Malam yang sudah larut membuat jalanan tampak kosong seperti kota yang ditinggalkan. Lampu-lampu jalanan memercikkan cahaya kuning pucat di atas aspal, menciptakan bayangan panjang yang bergerak mengikuti laju mobil. Hanya suara mesin dan hembusan angin tipis yang menemani mereka.

Ava menggenggam kemudi erat, sendi-sendi jarinya sedikit memutih. Sesekali ia melirik Martin yang duduk di sampingnya—pria itu tidak mengangkat wajahnya sejak beberapa menit lalu. Layar ponselnya berkedip, dering yang sama berbunyi lagi dan lagi. Jemarinya bergerak cepat, seolah ia sedang memadamkan sesuatu yang genting.

“Kau yakin temanmu tidak apa-apa, Martin?” tanya Ava pelan, mencoba menjaga nada suaranya tetap lembut meski rasa gelisah mulai menggerogoti.

“Hm,” jawab Martin singkat, bahkan tanpa menoleh.

Ava ingin bertanya lagi, tapi tiba-tiba—

Sorot lampu dari arah berlawanan menyembur terang, menyilaukan pandangannya. Ia menyipitkan mata dan refleks membanting setir ke kanan.

Ban berdecit keras. Mobil terpental sedikit.

Martin tersentak, tubuhnya terlempar ke depan sebelum sabuk pengaman menahannya. Ia memegang lengan Ava kuat-kuat saat mobil mereka berhenti mendadak di pinggir jalan.

“Ava, kau tidak apa-apa?!” Suaranya terdengar panik, tersengal, seperti seseorang yang baru saja menarik napas panjang setelah hampir tenggelam.

Ava menoleh perlahan. Dadanya naik turun cepat, kedua tangannya gemetar hebat hingga ia harus menggenggam kemudi lebih kuat agar tidak kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Matanya berkaca, masih dipenuhi sisa keterkejutan yang menyesakkan dada.

“Aku tidak apa-apa,” ucapnya lirih. “Maaf… aku kaget, tiba-tiba ada mobil dari depan.”

Martin langsung merengkuh Ava ke dalam pelukannya. “Tidak apa,” bisiknya, mencoba menenangkan meski ia sendiri masih terkejut. “Sekarang biar aku yang menyetir.”

Ava mengangguk. Tangannya bergetar saat melepaskan sabuk pengaman. Ia membuka pintu dan turun. Udara malam menerpa tubuhnya keras, dingin menusuk, membuat tubuhnya tersentak kecil.

Martin berpindah ke kursi kemudi tanpa keluar dari mobil, sementara Ava kini sudah duduk di kursi penumpang, Ia bersandar seraya memejamkan mata sebelum akhirnya ia menarik napas panjang untuk menenangkan diri.

“Kau baik-baik saja?” tanya Martin sambil menoleh. Ia mengambil botol air dari kursi belakang. “Minumlah dulu.”

Ava menerima botol itu dan meneguknya perlahan. Sedikit demi sedikit napasnya mulai stabil, meski jantungnya masih berdegup cepat, menghantam rusuknya seperti ingin keluar.

Saat Ava mengenakan sabuk pengamannya, Martin melajukan mobil pelan. Tidak jauh dari tempat kejadian, beberapa mobil di depan mereka berhenti perlahan.

“Ada apa di depan?” tanya Ava, suaranya masih lemah.

“Mungkin ada pemeriksaan,” jawab Martin seraya menarik rem tangan. Ia mengusap rambut dan kepala Ava lembut, gerakan yang biasanya menenangkan—kini terasa berbeda, lebih berat, seperti ada sesuatu yang ia tahan.

“Ava…” panggil Martin lirih.

Ava menoleh. Wajah Martin dipenuhi kecemasan, tatapannya gelap, seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

“Maafkan aku…” ucapnya pelan, hampir tak terdengar.

Ava mengerutkan dahi. “Kenapa kau minta maaf? Aku yang salah karena tidak fokus.”

“Maafkan aku…” ulang Martin, kali ini lebih pelan, hampir seperti gumaman.

Ava menatapnya lama, menunggu penjelasan. Namun sebelum Martin sempat bicara lebih jauh, mobil-mobil di depan mulai bergerak lagi. Martin menghela napas pendek, kembali menyalakan mobil, dan mereka ikut mengalir maju.

Namun tiba-tiba—

BRAAAKK—!

Sebuah truk menghantam bagian belakang mobil mereka dengan keras. Benturannya begitu kuat hingga tubuh mereka terlempar ke depan. Ava menjerit. Mobil itu menabrak kendaraan di depan meraka lalu berputar, berguling—sekali, dua kali, tiga kali—guncangannya brutal, kaca pecah, suara logam menghantam aspal menggema memecah sunyi malam.

Lampu-lampu berputar seperti bintang yang pecah. Segalanya kabur. Segalanya berantakan. Hingga akhirnya mobil itu berhenti dalam posisi terbalik.

Ava terengah, kepalanya berdenyut hebat. Ia memaksakan membuka matanya, hanya untuk menemukan Martin di sampingnya yang sudah tak sadarkan diri, wajahnya bersimbah darah, kepalanya terkulai lemah.

“Martin…” suaranya nyaris tak keluar.

Dari luar, langkah kaki berlari mendekat. Teriakan panik memenuhi udara.

“Ada dua orang di dalam!”

“Cepat panggil ambulans!”

“Pintunya macet! Tarik lebih kuat!”

Tangan-tangan berusaha menarik pintu yang penyok. Beberapa menit penuh kepanikan berlalu hingga akhirnya pintu sisi Ava berhasil dipaksa terbuka. Udara malam menyergap wajahnya saat seseorang menarik tubuhnya keluar dengan hati-hati.

Martin masih di dalam, dikelilingi orang-orang yang berusaha membantunya, sampai akhirnya pemadam kebakaran datang untuk memotong pintu dan ambulans berderu mendekat dengan sirene yang menggema.

Ava menggigil. Tubuhnya lunglai. Napasnya putus-putus.

“Martin…” bisiknya lagi, sebelum pandangannya menggelap dan tubuhnya terjatuh dalam ketidaksadaran.

...----------------...

Suara sirene ambulans melengking memecah kesunyian malam yang hampir merambat menuju pagi. Udara dini hari terasa lembap, dingin, dan penuh ketegangan; cahaya lampu merah–biru berputar cepat, menari di dinding kaca rumah sakit, memantulkan bayangan panik dari para tenaga medis yang telah bersiap di depan pintu IGD.

Begitu ambulans pertama berhenti, pintunya dibuka kasar. Para perawat segera menarik brankar yang di atasnya terbaring seorang gadis muda—Ava. Wajahnya pucat, ada luka koyak di pelipis, sementara darah yang mengering di lehernya membentuk garis tipis seperti bekas sayatan panjang. Napasnya cepat namun tidak stabil.

"Aku akan mengurus yang masih di perjalanan," ujar seorang dokter wanita sambil mengambil alihok koordinasi.

Yang lain mengangguk patuh. Mereka mendorong Ava masuk ke IGD, roda brankar berbunyi nyaring saat menabrak sambungan lantai.

“Cek tekanan darahnya,” ucap dokter lain sambil mendorong brankar ke dalam IGD, suaranya tegas namun tetap mengandung gentar. Pintu otomatis terbuka, menyambut hiruk-pikuk petugas yang bersiap mengambil alih. Lampu putih yang menyilaukan langsung menyinari wajah Ava, membuat luka-lukanya terlihat lebih jelas dan mengerikan.

Para perawat mulai bekerja cepat—mengusap darah, membuka infus, memasang monitor dan oksigen.

Di luar, malam belum sempat tenang ketika ambulans kedua berhenti dengan rem yang menjerit. Para tenaga medis yang bertahan di halaman langsung bergerak. Pintu belakang ambulans terbuka, menyingkap tubuh Martin.

Kondisinya jauh lebih parah.

Darah memenuhi hampir seluruh wajahnya, mengalir dari pelipis hingga rahang. Baju yang ia kenakan sobek di beberapa bagian, dadanya naik turun dengan napas tersengal—seperti seseorang yang berjuang antara hidup dan mati. Ketika dokter menyorotkan senter ke matanya, pupilnya tidak bereaksi.

Tanpa bertanya banyak, para dokter segera mendorong brankar itu masuk. Atmosfer berubah lebih berat; rasa genting menggantung seperti kabut pekat.

Satu jam kemudian, pintu utama rumah sakit terbuka cepat. Keluarga Alder datang dengan wajah panik dan langkah terburu. Agam berjalan paling depan, bahunya tegang, sementara Margaret hampir tak mampu menyamakan langkah, napasnya patah-patah. Esther dan Arash menyusul dari belakang.

“Di mana pasien yang mengalami kecelakaan?” tanya Agam dengan suara yang hampir pecah.

“Pasien ada di ruang IGD, Tuan,” jawab resepsionis sopan.

Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Margaret langsung berlari menuju lorong IGD. Esther mengikuti dengan mata berkaca-kaca, sementara Arash berjalan cepat di belakang mereka, wajahnya tanpa ekspresi namun kedua tangannya gemetar.

Sesampainya di depan, pintu IGD terbuka. Seorang dokter keluar, masih mengenakan sarung tangan yang penuh dengan noda darah, wajahnya penuh kelelahan dan beban berat yang sulit disembunyikan.

“Apakah kalian keluarga pasien?” tanyanya lembut.

Semuanya mengangguk cepat. “Bagaimana keadaan anak saya?” suara Margaret pecah di ujung kalimat. Tangannya meremas lengan Arash.

Dokter itu menundukkan kepala sejenak, seperti mengatur napas dan merangkai kata yang paling tidak ingin ia ucapkan.

“Kondisi pasien mengalami benturan hebat di kepala ditambah lagi tubuhnya yang terjepit badan mobil.” Suaranya berat. “Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkannya, namun… Tuhan berkehendak lain.”

Ia berhenti, lalu menatap mereka dengan tatapan kosong yang menyiratkan kelelahan. “Pasien... sudah meninggal dunia.”

Dunia Margaret runtuh seketika. Tubuhnya mundur satu langkah, lututnya melemas, dan Arash cepat menangkapnya sebelum ia jatuh. Esther menutup mulutnya dengan kedua tangan, menangis histeris.

“Tidak mungkin…” suara Margaret gemetar, kepalanya menggeleng berkali-kali. “Dokter pasti bohong, kan?” Ia menatap dokter itu dengan mata merah basah yang berusaha menolak kenyataan.

“Saya pun berharap ini tipuan,” balas dokter itu dengan suara kecil. “Tapi kami sudah melakukan segalanya.”

Ia lalu pergi, membiarkan keheningan menyayat mereka.

Tangis Margaret pecah—keras, tak terkendali, menembus lorong rumah sakit yang dingin. Arash memeluk ibunya erat, rahangnya mengeras menahan air mata. Esther jatuh ke pelukan Agam sambil menangis tersedu.

“Papa… Kak Martin…” suaranya pecah seperti kaca.

Agam memejamkan mata. Tangannya mengusap punggung Esther dengan gerakan yang gemetar. Ia ingin tegar, tapi matanya memerah, dan suaranya retak ketika ia berbisik, “Papa di sini… Papa di sini…”

Tangis mereka menyatu dengan suara sepatu medis yang berlalu-lalang—sebuah paduan yang memilukan.

Di tengah kepedihan itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Seorang pria berusia paruh baya dengan mantel gelap muncul dari balik koridor.

“Luis?” ucap Agam, terkejut. “Kenapa kau kemari? Di mana Ava?”

“Aku justru kemari karena mendengar Ava mengalami kecelakaan,” jawab Luis cepat. Wajahnya cemas, matanya mencari-cari.

Esther yang masih menangis tersedu menoleh. “Jadi… Kak Martin kecelakaan bersama Kak Ava?”

Luis mengangguk. "Ava belum pulang ke rumah." Jelasnya. “Bagaimana kondisi mereka sekarang?” tanya Luis dengan suara bergetar.

Agam menarik napas panjang. “Aku tidak tahu kondisi Ava… tapi anakku—” suaranya patah, “—dia tidak bisa diselamatkan.”

Luis memucat, lalu memeluk Agam erat. “Aku turut berduka, Agam…”

Setelah melepaskan pelukan itu, Agam segera menghapus air mata Esther dan berdiri tegak, meski kakinya goyah.

“Kalau begitu… aku harus lihat kondisi putriku.” Luis masuk ke IGD dengan langkah berat, meninggalkan isak tangis di belakangnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

📌 Jangan lupa like dan tinggalkan jejak kalian yaaa❤️

1
Sri Peni
ceritanya bagus aq lebih tertarik pd diksinya.
Sri Peni
updatenya jgn lama2
Sri Peni
apakah ini novel terjmahan? krn diksinya benar2 pas bagiku. . benar2 bahasa sastra. maaf baru kali ini aq bc , cerita yg bhsnya bagus .. sulitdibahas dgn tertulis
Ig ; LaruArun: Bukan ka, ini bukan novel terjemahan. cerita ini pure isi kepala aku. btw, terimakasih banyak karena udah mampir dan mohon dukungannya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!