Rayna Sasa Revalia, gadis dengan karakter blak-blakan, humoris, ceria dan sangat aktif. Dia harus meninggalkan orang tua serta kehidupan sederhananya di kampung karena sebuah kesialan sendiri yang men-stransmigrasikan jiwa gadis itu ke dalam sebuah karakter novel.
Sedih? Tentu. Namun ... selaku pecinta cogan, bagaimana mungkin Rayna tidak menyukai kehidupan barunya? Masalahnya, yang dia masuki adalah novel Harem!
Tapi ... Kenapa jiwa Rayna harus merasuki tubuh Amira Rayna Medensen yang berkepribadian kebalikan dengannya?! Hal terpenting adalah ... Amira selalu di abaikan oleh keluarga sendiri hanya karena semua perhatian mereka selalu tertuju pada adik perempuannya. Karena keirian hati, Amira berakhir tragis di tangan semua pria pelindung Emira—adiknya.
Bagaimana Rayna menghadapi liku-liku kehidupan baru serta alur novel yang melenceng jauh?
~•~
- Author 'Rayna Transmigrasi' di wp dan di sini sama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Kakak si Tokoh Utama
Di dalam sebuah kamar bernuansa abu-abu putih, terdapat seorang gadis yang tidak sadarkan diri di atas tempat tidurnya. Beberapa saat kemudian, jari-jari tangan gadis itu bergerak. Ia mencoba membuka mata, mengerjapkannya beberapa kali. Bulu matanya yang panjang bergetar.
Saat matanya terbuka sepenuhnya, terlihatlah mata coklat pekat terlihat kosong. Mata itu bergulir ke sana kemari melihat langit-langit kamar dengan bingung. Ya, gadis itu adalah Rayna.
Rayna merasa sangat bingung, dengan tempat asing ini. Dia mencoba untuk mengingat sesuatu.
Matanya terbelalak. Dia langsung terbangun duduk terengah-engah memegangi dadanya yang pengap. Rambut coklat panjangnya yang tergerai, menutupi wajahnya yang terlihat mengeluarkan keringat dingin.
Rayna mencoba untuk tenang. Dia menarik nafas dan mengembuskannya dengan lembut.
Dia sangat ingat, bagaimana dia terjatuh dari ketinggian dengan rasa sakit kepalanya terasa pecah. Rasa sakit yang langsung menusuknya. Dia hanya merasakan mati. Namun, kenapa sekarang dia berada di kamar mewah dan asing? Walaupun ini kamar impiannya, bisa saja ‘kan dia tengah diculik dan dijual? Mata Rayna langsung berkaca-kaca.
“EMAKK!! RAYNA PENGEN PULAAANGG!” teriak kencang dengan tangisan pecah.
“Emaaaakkk .... hiks ....” Tangisan merengek Rayna semakin kencang.
Brak! Dobrakan pintu membuat Rayna kaget. Rayna menoleh dan mendapati banyak orang yang tidak ia kenal. Ada seorang gadis seusianya, beberapa orang cogan yang selalu menjadi haluannya, dan dua orang paruh baya.
Gadis yang pertama masuk, langsung mendekat dan duduk di tepi kasur memegang tangan Rayna dengan khawatir. “Kakak?! Apakah kamu gak apa-apa? Kenapa kakak teriak-teriak?” tanya gadis cantik itu bertubi-tubi.
Rayna menatapnya dengan bingung. Namun, air mata masih mengalir.“Kakak?”
Gadis itu semakin cemas melihat tatapan asing kakaknya terhadap dia. “Iya. Kamu kakak aku. Kenapa kakak bingung?”
Rayna semakin pusing. Ia tidak bisa berpikir jernih. Lalu tatapannya beralih pada orang-orang di samping yang hanya menatapnya diam. “Huaa ... Kalian siapa ...” Tangisan Rayna semakin kencang.
Mereka kaget karena Rayna tidak mengenali mereka. Gadis yang mengaku adiknya kewalahan dengan tangisan Rayna. Dia tidak pernah melihat kakaknya menangis seperti ini.
Lalu, gadis itu melirik ke arah kakak dan orang tuanya yang hanya diam. Rautnya menjadi marah dan kesal. “Kenapa kalian hanya diam, hah?! Lihat! Jika saja kalian tidak mengabaikan kakak, dia pasti gak akan mengalami keadaan ini!”
Mereka tersentak mendengar nada kasar gadis yang selalu lembut itu. Bukan hanya itu, mereka merasa bersalah kepada gadis yang tengah menangis kencang. Mereka dengan kaku dan canggung mendekati Rayna dan mencoba menghiburnya.
“Udah, ya? Jangan nangis ....” bujuk seorang lelaki remaja seumuran dengan Rayna.
“Iya. Kalo kamu berhenti nangis. Nanti kakak beliin es krim, ya?” bujuk remaja lain berumur sekitar 20 tahun.
Pria dan wanita yang menjadi orang tuanya, hanya menepuk dan mengusap kepalanya. Akhirnya, Rayna berhenti Menangis. Namun masih terlihat sesenggukan seraya menatap mereka satu persatu. “Kalian siapa?”
Mereka yang mengelilinginya langsung tertegun. Apakah Rayna tidak berpura-pura? Wajahnya yang bingung, matanya yang menatap asing ... Sepertinya memang tidak berbohong bahwa Rayna melupakan mereka.
Gadis di depan Rayna menutup mulut kaget, menatap kakaknya tidak percaya. Namun, ia berusaha menenangkan diri dan menatap Kakak perempuannya itu dengan hangat.
“Apa yang kakak bicarain? Kami tentu keluarga kakak.” Gadis itu terkekeh, namun suaranya terdengar bergetar.
Rayna menatap mereka asing. Matanya berkaca-kaca lagi. “Gue gak kenal kalian, hiks. Gue cuma punya emak.”
“Emak?” tanya ulang lelaki remaja seumuran dengan Rayna.
Rayna mengangguk dengan mulut mengerucut.
“Ibu, maksud lo?”
Rayna terdiam. Lalu mengangguk lagi.
Cowok itu mengerutkan kening. Tidak hanya dia, semua orang menjadi bingung.
“Ini Mamah kita, Kak.” Gadis di depan Rayna menunjuk wanita paruh baya di sampingnya.
Rayna menoleh menatap orang asing di depannya. Lalu menggeleng. “Gue gak kenal.”
Mata wanita itu meredup. Semua orang kaget lagi menatap gadis pendiam yang sekarang memberikan tatapan asing kepada mereka. Gadis di depan Rayna menutup mulut menangis.
Tiba-tiba, rasa sakit tajam dan sebuah ingatan seperti layar berputar cepat, menghantam kepala Rayna. “Ah!”
Rayna memegang kepalanya dengan erat mencoba menghilangkan rasa sakitnya. Jeritannya mengembalikan titik fokus mereka kepadanya. Jelas mereka sangat khawatir.
“Kakak kenapa?!” tanya gadis itu panik.
“Amira! kamu gak apa-apa?!” tanya pria paling paling dewasa yang sedari tadi hanya diam.
Setelah rasa sakit nya mereda dan ingatannya terkumpul. Rayna mengangkat kepalanya menatap mereka satu persatu. Lalu, berhenti pada gadis yang tengah khawatir menatapnya. Rayna menghela nafas. “Gue gak pa-pa. Gue cuma pengen istirahat.”
Kodeannya sangat jelas. Rayna menginginkan mereka untuk segera keluar.
Keluarga barunya itu, mengangguk enggan. Mereka beranjak dengan gerakan pelan sesekali menoleh ke arahnya. Namun, Rayna tidak menatap mereka lagi. Dia menundukan kepalanya dengan mata kosong.
“Panggil gue Rayna,” lirih Rayna sebelum mereka keluar.
Langkah mereka berhenti, menoleh ke arahnya lagi. Lalu mereka melanjutkannya saat Rayna benar-benar tidak menahan mereka dan tidak berbicara lagi.
Sebelum menutup pintu, Emira—gadis yang paling khawatir dengan Rayna, tersenyum walaupun Rayna tidak melihatnya. “Selamat beristirahat, Kak. Nanti aku akan mengunjungimu lagi.”
Rayna menoleh ke arah pintu setelah mendengar pintu itu tertutup. Lalu, dia merebahkan tubuhnya dengan perasaan hampa.
“Ini serius? Gue masuk novel?” gumamnya pada dirinya sendiri.
“Kenapa gue pindah ke tubuh Amira sih? Njir! Sial banget hidup gue! Kenapa gak ke tubuh tokoh utama?!” Rayna terus menerus menggerutu dengan air mata mengalir.
Dalam ingatannya, Amira pingsan selama seharian karena dehidrasi dan Amira tidak makan entah berapa lama. Tidak ada yang peduli, semakin Amira menyiksa dirinya sendiri.
Plot sudah di mulai, namun masih sangat awal.
Sekarang, Amira menduduki kelas XI, sama dengan kakak keduanya, namun berbeda kelas. Sedangkan Emira duduk di kelas sepuluh. Kakak tertuanya kuliah.
Di dalam ingatan atau novel itu sendiri, Rayna tidak tahu penyebab Amira di abaikan. Ingatannya kabur pada masa kecilnya. Namun, sangat jelas ketika beranjak dewasa. Adiknya—Emira si tokoh utama sangat menyayanginya. Namun, hati Amira di penuhi sikap dengki. Semakin baik Emira, semakin benci Amira terhadap adiknya.
Di awal-awal novel, Amira hanya figuran pendiam yang tidak ikut campur dalam plot apapun. Hanya di beberapa lembar muncul. Namun, di akhir klimaks cerita, setelah antagonis novel itu lenyap, Amira beraksi. Dia mengeluarkan semua kebenciannya yang ia tahan bertahun-tahun lamanya.
Amira berniat mencelakai adiknya dengan menusuk dari belakang. Secara diam-diam, Amira membuat adiknya selalu sial dengan cara apapun. Baik di jambret, memfitnahnya, bully-an, bahkan menculiknya. Namun, rencananya selalu gagal dengan semua pelindung di sisi Emira.
Tadinya, Amira akan melakukan hal lebih ekstrem dengan tangannya sendiri tidak peduli dengan konsekuensinya. Namun, Amira ketahuan terlebih dahulu. Dia di siksa secara diam-diam oleh semua pria di sisi Emira.
Tentunya, Emira dan keluarganya tidak tahu. Mereka hanya menyangka Amira menghilang dan tidak pernah pulang. Sampai Amira lelah dan meninggal, mereka tidak tahu dan tidak peduli.
Hanya Emira yang selalu berusaha mencarinya dan khawatir. Tapi perhatiannya selalu teralihkan dengan para pria di sisinya. Sampai akhir novel, Amira di lupakan.
Tangisan dalam diam Rayna semakin deras mengingat semua itu.
Dia membalikan badannya. Posisi tidurnya menjadi tengkurap. Wajahnya di sembunyikan di bantal untuk mengelap air mata. “Hiks ... Emaaakk ... Rayna pengen pulang. Rayna takut.”
Rayna duduk. Menyeka ingus dan air matanya dengan piyama yang tengah ia pakai. Matanya memerah. Ia menghisap ingusnya agar tidak mengalir. “Tapi, gak pa-pa, deh. Gue akan berusaha merubahnya. Lagian, di sini banyak cogan.”
Rayna menghilangkan kesedihannya. Tertawa sendiri, “Gue jadi orang kaya dadakan lagi. Nikmat mana yang gue dustakan? Gue bersyukur, kok.”
biar flashback
kok pindah NT?😅