Di Era Kolonial, keinginan memiliki keturunan bagi keluarga ningrat bukan lagi sekadar harapan—melainkan tuntutan yang mencekik.
~
Ketika doa-doa tak kunjung dijawab dan pandangan sekitar berubah jadi tekanan tak kasat mata, Raden Ayu Sumi Prawiratama mengambil jalan yang tak seharusnya dibuka: sebuah perjanjian gelap yang menuntut lebih dari sekadar kesuburan.
~
Sementara itu, Martin Van der Spoel, kembali ke sendang setelah bertahun-tahun dibayangi mimpi-mimpi mengerikan, mencoba menggali rahasia keluarga dan dosa-dosa masa lalu yang menunggu untuk dipertanggungjawabkan.
~
Takdir mempertemukan Sumi dan Martin di tengah pergolakan batin masing-masing. Dua jiwa dari dunia berbeda yang tanpa sadar terikat oleh kutukan kuno yang sama.
~
Visual tokoh dan tempat bisa dilihat di ig/fb @hayisaaaroon. Dilarang menjiplak, mengambil sebagian scene ataupun membuatnya dalam bentuk tulisan lain ataupun video tanpa izin penulis. Jika melihat novel ini di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayisa Aaroon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perceraian
Di ruang tamu yang megah, ketegangan mencapai puncaknya. Johan duduk di kursi berlengan besar, wajahnya pucat melihat putranya dan Soedarsono masih saling menatap dengan penuh kebencian. Sumi berdiri di sudut ruangan, wajahnya tertunduk dalam.
"Sekarang jelaskan apa yang terjadi," ucap Johan dengan suara tegas, mencoba mengendalikan situasi.
Soedarsono menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. "Tuan van der Spoel," ucapnya dengan suara bergetar menahan amarah, "putra Anda telah meniduri istri saya."
Kata-kata itu seperti pukulan keras. Johan menatap putranya yang menunduk, tidak bisa menyangkal tuduhan itu.
"Itu ... itu tidak mungkin," ucap Johan yang mencoba membela putranya, meski dalam hatinya ia mulai berdebar mengapa putra yang biasanya pintar berdebat kini hanya diam–seakan membenarkan tuduhan Soedarsono.
"Putra Anda sering mengunjungi istri saya saat saya tidak di rumah, Tuan van der spoel," lanjut Soedarsono, suaranya semakin penuh penekanan.
Johan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ini adalah bencana terbesar yang pernah menimpa keluarganya.
Soedarsono kemudian berbalik menghadap Sumi, matanya menatap dingin. "Raden Ayu Sumirna Binti Raden Mas Pranatadirja," ucapnya dengan nada formal yang sangat berbeda dari panggilan mesranya selama ini, "dengan ini saya ceraikan engkau di hadapan saksi-saksi yang hadir."
Sumi terkejut, tidak mengira ia akan diceraikan dengan cara tidak hormat seperti ini.
"Kangmas—"
"Diam!" bentak Soedarsono. "Kau telah menodai kehormatan keluarga Prawiratama. Sebagai istri yang berzina, engkau tidak berhak mendapatkan harta gono-gini, tidak berhak atas nafkah, dan tidak berhak atas tempat tinggal."
Sumi membeku. "Kangmas ...."
"Dan jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di Dalem Prawirataman," lanjut Soedarsono dengan suara meninggi. "Mulai hari ini, kau bukan siapa-siapa bagiku."
Johan yang menyaksikan pemecatan brutal itu merasa harus bertindak. Sebagai tuan rumah dan ayah dari pemuda yang bertanggung jawab atas malapetaka ini, ia harus mengambil kendali.
"Raden Mas," ucapnya dengan suara diplomatik, "saya sangat menyesali perbuatan putra saya. Ini adalah aib besar bagi keluarga van der Spoel. Tapi biarlah kita selesaikan masalah ini dengan cara yang terhormat."
Soedarsono menatap Johan dengan mata yang masih berapi-api. "Cara terhormat? Putra Anda telah menghancurkan pernikahan saya!"
"Saya mengerti kemarahan Anda," jawab Johan, berdiri dan membungkuk hormat—sesuatu yang jarang dilakukan seorang Belanda pada pribumi. "Sebagai ayah, saya bertanggung jawab penuh atas perbuatan putra saya."
Johan melirik ke arah putranya yang masih terdiam. "Martin, minta maaf pada Raden Mas. Sekarang!"
Martin mengangkat wajahnya, menatap Soedarsono. "Saya ... saya minta maaf, Raden Mas. Tapi saya tidak menyesal mencintai Raden Ayu Sumi."
Pernyataan itu membuat Soedarsono semakin murka, tapi Johan cepat-cepat melerai. "Martin! Cukup!"
"Tuan van der Spoel," ucap Soedarsono, mencoba mengendalikan diri, "saya tidak mau mendengar kata-kata putra Anda lagi. Yang saya inginkan adalah penyelesaian yang layak."
Johan mengangguk cepat. "Tentu, Raden Mas. Apa yang Anda inginkan?"
"Pertama, keluarga van der Spoel harus memberikan kompensasi untuk kehormatan yang telah ternoda. Saya tidak peduli berapa jumlahnya, asalkan sesuai dengan martabat keluarga patih."
Johan mengangguk, meski dalam hati menghitung berapa besar kompensasi yang harus dibayar. "Saya setuju. Berapa yang Anda anggap layak?"
"Lima ribu gulden," jawab Soedarsono tanpa ragu.
Johan tersentak. Itu jumlah yang sangat besar, setara dengan gaji patih selama bertahun-tahun.
Tapi mengingat skandal yang bisa menghancurkan reputasi bisnisnya jika tersebar, ia tidak punya pilihan lain.
"Baiklah.” Johan mengangguk dengan berat. "Lima ribu gulden akan saya serahkan minggu depan."
"Dan kedua," Soedarsono menatap Sumi yang masih berlutut, "perempuan ini adalah tanggung jawab keluarga van der Spoel sekarang. Saya tidak mau melihatnya lagi."
Johan memandang Sumi dengan campuran iba dan khawatir. Ini adalah situasi yang sangat rumit.
Seorang mantan Raden Ayu yang diceraikan karena berzina tidak akan diterima di masyarakat manapun.
"Saya akan mengurus tempat tinggal yang layak untuknya," janji Johan. "Mungkin di Batavia, jauh dari sini."
"Terserah Anda," jawab Soedarsono dingin. "Yang penting jauh dari mata saya."
Ia kemudian berbalik menghadap Martin. "Dan untuk Anda, Tuan Martin. Jangan pernah menganggap apa yang Anda lakukan ini sebagai cinta. Anda telah menghancurkan hidup seorang perempuan demi nafsu sesaat."
Martin mengangkat wajahnya, mata birunya berkilat. "Itu tidak benar, Raden Mas. Saya benar-benar—"
"Mencintainya?" potong Soedarsono. "Jika kau benar-benar mencintainya, nikahi dia! Jadikan dia istrimu! Tapi kau tidak akan melakukannya, bukan? Karena untuk pemuda ingusan sepertimu, dia hanya mainan sesaat."
Martin terdiam, tidak bisa menjawab tantangan itu. Bagaimana ia bisa menikahi Sumi? Ayahnya tidak akan pernah mengizinkan, masyarakat Belanda akan mencemooh, dan masa depannya akan hancur.
Melihat diamnya Martin, Soedarsono tersenyum pahit. "Seperti dugaanku. Kau hanya pemuda pengecut yang melarikan diri setelah puas bermain."
Johan menyadari situasi semakin memburuk. "Raden Mas, saya mohon. Mari kita akhiri pembicaraan ini. Semua permintaan Anda akan saya penuhi."
Soedarsono mengangguk, kemudian berjalan ke arah pintu. "Saya harap keluarga van der Spoel menepati janji."
Setelah Soedarsono pergi, ruangan itu terbungkus keheningan yang mencekam. Sumi masih berlutut di lantai, menangis dalam diam. Martin duduk dengan kepala tertunduk, merasa bersalah tapi juga bingung harus bagaimana.
Johan berjalan ke jendela, menatap kereta Soedarsono yang meninggalkan halaman rumahnya.
Dalam pikirannya, ia sudah mulai merencanakan langkah-langkah untuk meminimalkan dampak skandal ini, seperti menghubungi koleganya di koran-koran untuk memastikan skandal ini tidak tersebar luas.
Lima ribu gulden adalah harga yang mahal, tapi masih lebih murah daripada kehancuran total reputasi keluarga van der Spoel di Hindia Belanda.
"Martin," ucapnya tanpa berbalik, "besok kau berangkat ke Batavia. Dari sana, langsung ke Belanda."
"Tapi Papa—"
"Tidak ada tapi!" potong Johan tegas. "Kau sudah membuat masalah yang sangat besar. Sekarang saatnya menghadapi konsekuensinya."
Ia berbalik, menatap putranya dengan mata lelah. "Dan untuk Raden Ayu Sumi," ia melirik ke arah perempuan yang masih menangis, "saya akan mencarikan tempat tinggal yang layak di Batavia. Dengan tunjangan bulanan yang cukup untuk hidup layak. Tapi jangan harap, bahwa keluarga van der Spoel akan menerima hubungan kalian. Ini berakhir hari ini."
Sumi perlahan berdiri, mengusap air matanya dengan punggung tangan. Tubuhnya masih gemetar, tapi ada ketenangan aneh yang mulai menyelimuti dirinya setelah badai berlalu.
"Tuan van der Spoel," ucapnya dengan suara yang mengejutkan semua orang karena ketenangan di dalamnya. "Saya tidak akan meminta pertanggungjawaban dari keluarga van der Spoel. Dan saya tidak perlu diberi rumah atau tunjangan."
Johan mengerutkan dahi, tidak menyangka perempuan yang baru saja diceraikan dengan cara begitu brutal masih bisa bicara dengan kepala tegak.
"Yang saya minta hanya satu," lanjut Sumi, matanya menatap langsung ke mata Johan. "Agar putra Anda tidak mendekati saya lagi. Untuk kebaikan kita semua."
Kata-kata itu diucapkan dengan martabat yang membuat jiwa angkuh van der Spoel entah mengapa berubah bersimpati.
Johan memandangi Sumi yang kemudian membungkuk hormat dengan anggun, seperti seorang Raden Ayu sejati.
"Saya meminta maaf atas kesalahan saya," ucap Sumi dengan suara bergetar tapi jelas. "Saya berjanji tidak akan menuntut apapun dari keluarga van der Spoel. Yang terjadi antara saya dan Tuan Martin adalah kesalahan saya juga."
Johan terdiam, ia menoleh ke arah Martin yang juga tampak terkejut dengan sikap Sumi. Di mata putranya, ia bisa melihat cinta yang tulus, bukan sekadar nafsu. Sedang di mata Sumi, hanya tatapan terluka karena diceraikan dengan cara yang begitu kejam.
Ia mulai ragu. Apakah putranya memaksakan kehendak pada Sumi? Atau memang ada perasaan timbal balik di antara mereka?
Tapi melihat Sumi yang tidak mata duitan seperti suaminya—yang langsung menuntut kompensasi besar—entah mengapa ia merasa iba.
entah bagaimana caranya
Sumi harus sampai ke pendeta Cornelis
semoga belum terlambat
waduhh semoga saja ini berhasil dan semua akan memudar dgn ikatan suci krn jln satunya ya menikah bukan berzianah meski bukan karna kehndk sndri tp semua itu. dilandasi dendam seseorang
Takut Sumi menolak di kristenisasi dan kutukan itu akan semakin dalam dan sulit buat di lenyapkan
menggeram dan menyerang semua yang ada di mobil dan karena panik lalu mengalami kecelakaan....
ngeri banget bayanginnya ...
padahal belum karuan gimana dia melayani anaknya kelamSumi udah melayani anaknya 15tahu dan legowo dengan sikap ibu mertuanya tapi begitu direndahkan
coet nikah aja sm martin biar g jd firnah dan terbebas dr belebgu dendam ya aknnn
Jangan Sumi, jangan punya harapan seperti itu, apa kau mau tenggelam lagi dalam hinaan kanjeng ibu dan menjadi garwo sisih?
merasa sesekk ,
bertahan di sana tapi bukan siapa2 lagi ,
apalagi dgn mudahnya Raden Soedarsono menceraikan stlh 15 th menikah,di abai kan begtu saja
selain menghindari timbulnya rasa yg sdh tidak pantas lagi ,
Sumi juga menghindari Martin ,
daripada membawa masalah makin rumit , setidaknya menghindar untuk sekarang