Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan
11
Salma sempat terdiam sejenak. Ia tidak tahu jawabannya. Ia tidak tahu jika kemungkinan yang Kalani sebutkan mungkin memang ada tapi, apakah ia akan luluh pada Rafa?
“Jawabannya ya nggak,” jawab Salma tapi penuh dengan keraguan. “Hati gue udah milik Rendra.”
“Hmm masa?” jawab Kalani mentap Salma menyepelekan. “Kalau gue sih kayaknya bakal nerima aja sih. Karena kek kalau emang Rafa seperti yang gue sebutin tadi ngapain cari yang lain kalau suami udah paket komplit.”
“Tapi kalau gak cinta-“
“Lama-lama juga cintanya datang sih, Sal. Kek menurut gue ngejar apalagi kalau yang di depan mata udah bisa memenuhi semua keinginan.”
“Gak bisa dipaksain sih, Kal. Kek gue suka Vanila dan elo gak suka Vanila. Gue mau semaksa apapun bilang kalau rasa Vanila itu creamy dan enak banget elo pasti akan selalu bilang gak enak. Sama halnya cinta. Kalau gue cintanya sama Rendra ya mau gimana lagi. Rafa baik, tapi dia bukan tipe suami idaman gue.”
“Kasih gue satu milyar kalau elo beneran gak bisa jatuh cinta sama si Rafa dalam waktu satu tahun.”
“Deal!” kata Salma. “Sebaliknya kalau sampe gue jatuh cinta sama Rafa elo kasih gue, hmmm apa yah kasih gue parfum ajalah. Parfum kesukaan gue.”
Salma dan Kalani tertawa malam itu. Setidaknya Salma bisa melupakan sedikit masalah di pikirannya. Masalah tentang Vania, tentang Rafa dan tentang Rendra.
Di Kanada Sana, Rafa sudah menyelesaikan pekerjaan di hari ini. Rafa melihat jam yang di ponselnya. Ini jam sebelas siang waktu Indonesia. Dan Salma pasti sedang bekerja saat ini.
Rafa hanya bisa menarik nafasnya. Ia menyeruput kopi dan memakan roti. Ini memang kesalahannya. Kesalahan fatal karena ia telah menyukai Salma dari semenjak SMA. Harusnya memang bukan Salma, harusnya orang lain.
Rafa tengah menatap wajah Salma saat ini. Rafa akui sekarang. Ia memang menyukai Salma apalagi ketika ia melihat Salma dalam balutan gaun pengantin di hari pernikahannya.
Saat itu, saat melihat Salma memakai baju pengantin, meskipun saat itu senyuman Salma di paksakan tapi tetap saja Salma memukau di mata Rafa. Ia tahu, seharusnya ia memang tidak memendam perasaan ini.
Ia juga tahu perintah intusif dalam otaknya yang mengatakan harus Salma yang ia tumbalkan pada saat itu. Yang ujungnya merusak hubungan persahabatnnya dengan Salma.
Rafa mengamati lagi wajah Salma saat berdampingan dengan dirinya. Mereka berdua nampak serasi dalam foto itu. Senyuman Salma manis meskipun Rafa tau itu adalah senyuman palsu.
“Aku emang bodoh,” kata Rafa. “Harusnya aku bawa kamu kesini. Waktu bisa mengubah segalanya. Bahkan batu yang teramat sangat keraspun jika di tempa air bertahun-tahun akan cekung.”
Rafa tiba-tiba saja ingin membawa Salma ke Kanada. Meskipun selama empat belas hari Rafa ada ditempat kerja dan tidak bisa pulang tapi setidaknya di empat belas hari setelahnya ia berada satu rumah dengan Rafa.
Akan tertepi, sekarang Rafa tidak bisa melakukan apapun. Memaksa Salma pun ia tidak bisa karena sudah ada perjanjian diantara mereka. Dimana meskipun mereka sudah menikah, sudah terikat oleh sebuah perjanjian suci-Salma ingin tetap ada di Jakarta dan mereka harus hidup masing-masing.
Salma hari ini tiba-tiba saja ditelepon oleh Vania. Salma sudah muak sebenarnya tapi Vania mengatakan jika mulai besok Salma akan menjaga mama Nanda. Dan rumah sudah ia bersihkan.
“Mbak, gak bisa dadakan gitu dong.”
“Besok kan Weekend. Kamu besok gak akan masuk kerja.”
“Iya, memang betul, mbak. Tapi aku harus cari yang jagain mama dulu dan itu gak bisa dadakan.”
“Jangan jadi menantu durhaka kamu, Salma!” teriak Vania. Membuat telinga Salma terasa sakit. “Di kasih sehari aja kamu masih banyak alasan. Udah untung kamu bisa di terima di keluarga ini juga. Timbang jagain mama aja susah kamu.”
Salma ingin melawan tapi ia ingat karakter seperti Vania memang jangan dilawan. Salma hanya mengiyakan saja apa yang diaktakan Vania. Salma yang perkerjaannya sudah luamayan sedikit akhirnya memutuskan mencari orang untuk menjaga mama Nanda.
Beruntungnya Salma mencari di perusahaan tepat karena tidak butuh lama Salma ketemu dengan orang yang memang sudah biasa menjaga orang tua. Namun, untuk urusan pengurus rumah, Salma belum mencarinya.
Karena ia pikir rumah mungkin saja akan keurus oleh dia. Lagian dia akan membeli peralatan elektonik seperti robot vakum untuk di rumah. Sisanya, Salma masih sanggup untuk yang ringan-ringan.
“Salma-“
“Pah,” potong Salma sambil mengangkat tangannya. “Hari ini aku capek banget dan mulai besok aku pindah ke rumah Rafa. Aku mau jagain mama Nanda.”
“Oh baguslah kalau gitu jadi, papa gak malu-malu banget kalau gitu.”
Salma langsung menatap ayahnya tidak terima. “Maksud papa apa?”
“Papa bukannya gak sayang kamu, Sal. Tapi papa malu aja. Kamu udah nikah sama Rafa tapi kamu gak mau ikut sama Rafa ke Kanada karena kamu kerja. Lalu kamu tinggal disini. Jangan salah paham dulu,” potong papa Tio ketika Salma mau memotong ucapannya.
“Setidaknya jika kamu gak ikut Rafa kamu tuh kali-kali nginep di rumahnya Rafa jagain ibunya.”
“Iya, mulai besok. Rumahnya hari ini juga mau dibersihin kok.”
Salma lalu naik ek atas. Salma mengerti apa yang dimaksud papanya. Jadi setidaknya Salma mungkin harus menginap di rumah Rafa sekali-kali apalagi kondisi ibunya Rafa sedang sakit. Salma mengerti, sangat mengerti maksud papanya.
Salma membaringkan dirinya di kasur. Segalanya nampak begitu rumit. Salma mengehela nafas berkali-kali hingga akhirnya ia tidak mendapatkan ketenangan meskipun sudah menghela nafas berkali-kali.
Salma tidak menghubungi Rafa karena ia yakin Rafa pasti tahu perihal ia yang pindah ke rumahnya mulai besok. Vania ataupun Vinia pasti sudah memberitahu tentang hal ini. Apalagi ini meyangkut ibu mereka.
Besoknya, dengan membawa satu koper Salma akhirnya tiba di rumah milik mama Nanda. Rumah yang sebenarnya tidak asing bagi Salma karena ia dulu semasa sekolah sering main ke sini.
Salma sudah dipastikan tidur di kamar Rafa. Kamar yang selalu nampak bersih dan rapi seperti biasanya. Di sebuah meja kecil terdapat foto Rafa bersama Salma ketika masih SMA. Dan foto tersebut diambil ketika mereka sedang study tour.
Salma lalu keluar dan di hari pertama ini Salma membereskan rumah sendirian. Robot vakum baru akan tiba esok.
“Maaf yah jadi ngerepotin kamu,” kata Salma.
“Nggak kok, mah. Lagian Salma udah memperkerjakan seseorang buat jagain mama pas Salma lagi kerja.”
“Hah, apa, sayang. apa kamu bilang?” kata mama Nanda.
“Namanya bik Sari. Bik Sari tinggal disini jadi bakalan bantuin Salma selama jagain mama.”
“Sayang, kenapa sampai segitunya? Kalau memang kamu nggak bisa mama jangan maksain, yah.”
“Nggak apa-apa, mah. santai aja. Lagian, mama pasti capek juga kan kalau tiap bulan harus pindah-pindah. Salma gak tega liat mama di lempar-lempar terus. Lebih baik disini aja aku bayar bik Sari.”
Mama Nanda nampak berkaca-kaca. Karena pada dasarnya apa yang dikatakan oleh Salma itu benar. Mama Nanda sebenarnya capek jika harus pindah tiap bulan. Belum lagi mama nanda terkadang ingin tidur siang penuh dengan ketenganan setelah melewati rasa sakit di badannya.
Dengan adanya Salma masuk ke keluarga mereka, mama Nanda benar-benar merasa ia seperti memiliki anak perempuan lagi. Bukannya Vania dan Vinia tidak menyayanginya tapi mama Nanda sendiri bingung menguncapnya seperti apa.
Yang pasti Salma lebih perhatian dan lebih mengerti kondisinya saat ini. Mama Nanda benar-benar beruntung memiliki menantu seperti Salma.
Dipegangnya kedua tangan Salma oleh mama Nanda “Sayang, makasih yah. kamu yang paling bisa ngertiin mama. Nanti kalau udah gajian, kamu sekalian tagih aja yah uang bulanan buat rawat mama di mbak Vania. Biasanya Rafa suka transfernya ke mbak Vania.”
“Mah, udah mama gak usah mikirin masalah uang yah. yang penting mama nyaman disini.”
“Gak boleh gitu, sayang. Mama itu keperluan bulannya cukup banyak rasanya gak adil kalau pake uang kamu meskipun uang itu dari Rafa. Rafa udah menjatah mama tiap bulannya. Tagih saja di mbak Vania atau bilang ke Rafa untuk tranfer ke kamu bulan depan.”
Salma menanggukan kepalanya akan tetapi ia tidak akan mungkin sampai menagih uang perawatan mama Nanda. Ia sendiri masih memiliki tabungan dan Salma tidak akan pernah mungkin membahas tentang uang di depan Rafa.
Ia takut Rafa nanti menyalah artikan ucapan Salma. Karena, Salma cukup tahu diri untuk tidak meminta nafkah dari Rafa. Salma tahu ia bukanlah istri yang baik buat Rafa makanya, Salma merasa jika ia memang tidak layak untuk diberikan nafkah oleh Rafa.
Bersambung
Sudah mencium bau-bau konflik gak?
Hehe sengaja sih biar kalian besok balik lagi ke sini. Jangan lupain aku dan terima kasih udah mampir dan baca.