Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wayang Kulit
Tara pergi meninggalkan mbak Tari dan Nusa. Dia tidak ingin mengaku kalau dia telah mengambil kutang milik mbak Tari, walaupun sebenarnya sudah ketahuan.
"Haaahhh, untung masih bisa kabur." Tara menghela nafas karena berhasil kabur.
"Iiiss, bagaimana mbak Tari bisa tau? Padahal aku sudah menggunakan teknik tersembunyi." Tara kesal karena teknik tersembunyi nya masih tidak tersembunyi.
Tara melihat ada rumput terbang di depannya. Rumput itu bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri, bergerak ke arah yang sama dengan Tara. Tara terkejut dan merinding melihatnya. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.
"A..apa itu?" kata Tara dengan suara gemetaran.
Rumput itu masih berjalan dan bergoyang. Tara semakin dekat dengan rumput itu.
"Bar...keo. A...ayo kita kembali saja ke Nusa. Sepertinya...ada makhluk gaib yang menerbangkannya." pinta Tara dengan sangat ketakutan. Tapi Barkeo tetap berjalan kedepan, semakin lama semakin mendekat. Goyangan rumput semakin jelas.
"HAAA,HAAA. BARKEO. BARKEO. AYO KITA KEMBALI SAJA. AKU TIDAK INGIN DI BAWA KE DUNIA ABSTRAK."Tara meronta-ronta di atas badak sampai berbalik ke belakang, nafasnya tersengal-sengal.
Rumput itu berhenti bergerak kemudian berputar kesamping kanan. Terlihat seorang kakek sedang memikul bambu yang di kedua ujungnya terikat rumput.
"Ada apa Tara?" ucap kakek itu bertanya kepada Tara dengan wajah keheranan.
"WAAAAA, HANTU ITU TAU NAMAKU. AKU AKAN DICULIK DAN DIJADIKAN TUMBAL. TOLOOOONG." Tara berteriak histeris ketika namanya dipanggil.
"Hei. Ini aku. Mbah Mul." ucap kakek itu menyebut namanya.
Kakek itu berpenampilan serba hitam dan memakai blangkon di kepalanya. Janggutnya putih panjang sampai pangkal leher.
Tara melirik ke arah Mbah Mul.
"Eeh, Mbah Mul. Sonten mbah." Tara tersenyum canggung setelah mengetahui bukan hantu yang dihadapannya.
"Ada apa denganmu? Teriak, teriak, seperti melihat hantu saja." ucap Mbah Mul dengan nada sedikit jengkel.
Tara berbalik menghadap ke depan.
"Maaf Mbah. Saya kira mbah, hantu." balas Tara sambil meringis dan menundukkan kepalanya sekejap.
"Eee, biar saya bantu bawakan rumputnya, Mbah." Tara berinisiatif membantu Mbah Mul sebagai tanda minta maaf.
"Moooh, brruuh." Barkeo bersuara kesal karena dapat beban tambahan.
"Sudah lah Barkeo. Nurut saja. Nanti kita cari buah apel untukmu." Tara membujuk kerbaunya. Kerbaunya menganguk sepakat.
Tara bergerak ke samping Mbah Mul.
"Sini Mbah. Naikkan bambunya ke Barkeo. Nanti Mbah ikut Nusa..." Tara melihat Nusa tidak ada di belakangnya. Dia melihat Nusa sedang berduaan dengan mbak Tari.
"Woi, Nusa." Tara mengepal tangannya dan diarahkan kepada Nusa, mengisyaratkan "Jangan berani kau mengoda mbak Tari". Wajahnya terlihat berkerut dan sorot matanya tajam karena marah.
_ _
Nusa sampai di dekat Tara.
"Kau bawa Mbah Mul. Biar aku yang bawa rumputnya." perintah Tara. Tara langsung berbalik dan pergi meninggalkan Tara. Terlukis senyum licik di wajah Tara.
"Mari mbah Mul." ajak Nusa pada Mbah Mul, tidak memperdulikan omongan Tara.
"Makasih, ya. Malah jadi merepotkanmu." Mbah Mul merasa tidak enak karena mendapat tumpangan. Mbah Mul segera naik dan berpegangan peda Nusa. Mereka pun berangkat.
"Apa kalian masih menjaga mbak Tari?" tanya Mbah Mul penasaran.
"Ya. Kami masih sering membantunya."
"Teruslah lakukan perbuatan baikmu." ucap Mbah Mul.
"Tentu." sahut Nusa.
_ _
NusaNTara sampai di perbatasan kampung Preng Sewu. Setelah memasuki kampung, tampak di sepanjang mata memandang di penuhi pohon bambu, yang menggambarkan nama desa.
Nusa membawa Mbah Mul kerumahnya. Terlihat Tara sedang mengobrol dengan tiga orang yang tak dikenal. Mereka sepertinya sedang berdebat, tampak dari cara mereka berbicara yang sampai kelihatan urat wajahnya.
"Haaahhh, sepertinya mereka belum menyerah." ucap Mbah Mul seperti sudah sering mengalami kejadian serupa.
"Siapa mereka Mbah?" tanya Nusa penasaran.
"Mereka adalah orang-orang yang ingin membeli rumah di kampung ini. Setelah membelinya, mereka akan membongkar rumah untuk diambil bambunya. Mereka tau kalau bambu di kampung ini kualitasnya bagus, berbeda jauh dengan tempat lain." jelas Mbah Mul.
"Bukankah itu melanggar aturan kampung?" tanya Nusa.
"Itulah mengapa aku melarang mereka untuk membeli rumah di sini. Tapi mereka masih saja bersikeras ingin membeli rumah. Bahkan mereka berani menawarkan harga yang tinggi." jelas Mbah Mul.
_ _
"Aku hanya memintamu untuk memberitahu dimana Mbah Mul. Kau tidak perlu ikut campur urusan kami."kata salah seorang mereka yang berperut buncit.
Tara terlihat sudah mencapai batas kesabarannya.
"Sudahlah Tara. Kau pulang saja. Biar Mbah Mul yang tangani mereka." pinta Mbah Mul pada Tara untuk menyudahi perdebatan mereka. Mbah Mul turun dari badak dan pergi menghampiri Tara.
"Tapi Mbah.."
"Tara. Ayo kita pulang saja. Ini urusan Mbah Mul. Kita tidak seharusnya ikut campur masalah ini." ajak Nusa. Nusa turun dari badak dan menurunkan rumput milik Mbah Mul.
"Hei, Nusa. Apa kau akan membiarkan mereka merusak aturan yang sudah tegak di kampung ini?"
Tara sangat membenci orang yang tidak mematuhi aturan, apalagi aturan itu juga harus ditaati dirinya. Dia berani menghajar seseorang apabila orang itu berani melanggar, bahkan tidak segan membuat pelanggar itu lumpuh sampai mat*. Pernah ada tragedi ditemukan 4 mayat yang menancap di ujung bambu rumah yang akan dibeli. Tidak diketahui siapa yang melakukannya.
"Heh. Aturan konyol seperti itu, kenapa harus di patuhi. Orang yang punya tanah bebas menjadikan tanah itu sebagai apa. Itu aturan dasar kepemilikan." bantah orang yang berbadan gemuk dengan nada mengejek.
Tara semakin geram dengan ucapan mereka yang semakin merendahkan aturan. Dia hampir saja menarik keris di pinggangnya, tapi dihentikan oleh Mbah Mul. Mbah Mul menggelengkan kepalanya mengisyaratkan "Jangan".
Nusa kembali naik ke sang badak.
"Ayolah, Tara. Kita pulang saja. Pasti Mbah Mul sudah punya cara untuk meladeni mereka." Nusa membujuk Tara agar tidak jauh terlibat.
Walau mereka tinggal di kampung ini, mereka juga hanyalah pendatang. Dulu, ketika orang tua NusaNTara mencari tempat untuk menikah dan menetap, Mbah Mul menawarkan orang tua NusaNTara tempat untuk tinggal. Mereka pun menikah dan menetap sampai saat ini. Walaupun menjadi keluarga pertama dan kedua yang menetap, mereka tidak punya otoritas untuk mengatur.
Tara terlihat tidak ingin beranjak pergi. Nusa berinisiatif merampas tali leher kerbau yang di pegang Tara dan menariknya pergi mengikutinya. Mereka pun pergi meninggalkan Mbah Mul dan para tamu.
"Permisi Mbah." Nusa berpamitan ke Mbah Mul sambil menarik kerbau Tara.
"Ya. Makasih bantuannya." balas Mbah Mul.
"Sama-sama."
"Nah. Anak kecil pulang saja. Tidak baik waktu senja berkeliaran diluar. Nanti kalian diculik Buto Ijo." ejek pria buncit.
Tara menatap tajam dan mengacungkan kedua jari tengahnya ke mereka bertiga.
"Hei. Nanti jari tengahmu patah bingung kamu." sindir Nusa.
_ _
NusaNTara sampai ke rumah Nusa untuk membagi hasil tangkapan. Sama seperti rumah yang lain, rumah Nusa juga di bangun dari bambu hidup yang disusun.
Sampai disana, terlihat ibunya Nusa baru selesai mengangkat jemuran. Saat akan masuk rumah, ibunya berhenti karena melihat NusaNTara datang. Dia melihat mereka basah kuyup.
"Kalian sekalian mandi di sungai?" tanya ibu.
"Tidak." sahut Nusa.
"Terus, kenapa pakaian kalian basah? Bukannya kalian pergi mencari ikan?" tanya ibu lagi.
"Tara menarikku kedalam sungai." jawab Nusa.
NusaNTara turun dari tunggangan mereka.
" Aku tidak sengaja terpelesat, lalu menarik Nusa ikut jatuh ke sungai." jelas Tara.
"Oooo, hanya terpelesat. Ya sudah, tidak ada yang luka kan?" tanya ibu.
"Tidak. Mungkin hanya sedikit terkejut." jawab Nusa.
"Kalau begitu ibu masuk dulu. Kalian bagi sendiri saja ikannya." Kata ibu sambil tersenyum.
"Oke". Jawab NusaNTara serempak.
Ibu Nusa adalah seorang wanita yang kalem, terlihat dari cara bicara dan raut wajahnya yang datar. Dia hanya memberikan sedikit reaksi dan seperlunya ketika mendengar apa yang terjadi ke mereka berdua.
_ _
Nusa mengambil tikar di tempat duduk depan rumahnya, lalu menggelarnya. Tara mengambil ikan kemudian menuangkannya ke atas tikar. Mereka mulai membaginya dengan cara bergantian mengambil ikan. Setelah mendapatkan bagian masing-masing, Tara berpamitan pulang.
"Dahh, besok lagi." Tara beranjak pulang.
" Ya". sahut Nusa.
Nusa menyeret tikarnya, lalu menggantungnya di jemuran. Setelah itu, Nusa memasukkan badak ke dalam kandang di samping kanan rumahnya. Kemudian Nusa masuk ke dalam rumah.
Bagian dalam rumahnya cukup sederhana. Di ruang tengah, terdapat meja, kursi, lemari, yang buat dari bambu yang masih menancap dengan akar. Di salah satu sisi, terlihat dua pintu yang bersebelahan, merupakan ruang kamar.
Nusa langsung pergi ke dapur, yang berada di sebalik tirai. Di sana ada ibunya, yang sedang menyiapkan makanan.
"Kamu mandilah dulu, biar ibu nanti yang bersihkan ikannya." perintah ibu.
"Baiklah. Makasih Bu." kata Nusa. Ibunya membalas dengan senyuman.
Nusa meletakkan ikannya di tempat cuci piring, lalu pergi ke belakang rumah. Disana terdapat sumur yang di samping nya ada bak airnya.
Nusa melepas pakaiannya dan mandi. Ibunya datang membawakan baju dan celana ganti, diletakkan di atas bangku. Setelah mandi, dia memakai pakaian dan masuk ke dalam rumah.
"Nusa, tolong bawakan sambal itu." pinta ibunya sambil menunjuk piring diatas meja, disampingnya.
Nusa membawa piring itu dan meletakkannya diatas meja makan. Kemudian dia duduk di kursi, berhadapan dengan ibunya.
Di meja makan, tersuguh beberapa makanan. Ada ikan goreng, nasi, sayur, pisang dan teko air minum. Mereka berdua mulai menyantap makanannya. Mereka makan dengan tenang ditemani lampu petromax dengan suasana dapur sederhana.
"Terima kasih makan malamnya Bu." kata Nusa setelah selesai makan.
Nusa makan tanpa ada sisa nasi sedikitpun di piringnya. Itu adalah tanda dia menghargai masakan ibunya.
Ibunya hanya membalas dengan senyuman. Ibu melihat matanya Nusa sudah redup, menandakan Nusa sudah sangat mengantuk.
"Sepertinya kamu sudah mengantuk." kata ibu.
"Iyaawwnn." kata Nusa sambil menguap.
"Eh, maaf Bu." lanjut Nusa ketika sadar apa yang sudah dilakukannya.
"Iya, ibu maafkan. Lain kali, jangan seperti itu. Ya?" kata ibu dengan lembut.
"Oke." jawab Nusa singkat.
Nusa berniat membereskan piringnya, tapi ibunya isyarat "tidak perlu" menggunakan jari telunjuknya. Nusa mengerti maksud ibunya.
Nusa berdiri dan pergi menuju ibunya. Dia memeluk ibunya dan mencium pipinya. Itu adalah tanda hubungan mereka sangat dekat dan erat. Ibunya juga tampak bahagia dengan perlakuan Nusa kepadanya.
"Selamat malam Bu. Semoga besok menjadi hari yang baik lagi bagi ibu." kata Nusa mendoakan ibunya.
"Selamat malam. Semoga besok menjadi hari yang baik lagi bagimu juga." balas ibu.
Nusa pun pergi meninggalkan ibunya. Dia memetik sebuah pisang dan menghilang di sebalik tirai pintu.
Ibu memperhatikan kepergiannya. Tiba-tiba, wajah ibu berubah menjadi murung, seakan-akan dia cemas akan sesuatu.
_ _
Nusa masuk kedalam kamarnya. Disana, hanya terdapat tempat tidur, lemari pakaian, meja belajar dan rak buku. Tidak ada barang lain yang menempati kamarnya.
Nusa membuka laci meja belajar. Didalam laci terdapat beberapa alat tulis dan sebuah bambu kecil yang ada tutupnya. Nusa mengambil bambu itu dan meletakkannya diatas meja.
Nusa mengupas kulit pisang dan memakan buahnya. Kemudian dia mengambil bambu lalu membukanya. Dia memiringkan ujung bambu di tangan kirinya. Keluar dua buah pil berwarna kuning pucat dari dalam bambu. Nusa memasukkan pil kedalam mulutnya dan menelannya bersama pisang yang sudah dikunyahnya.
Nusa membuka sebuah kotak di atas mejanya. Di dalam kotak ada sebatang bambu. Nusa menancapkan bambu itu ke batang pisang yang ada di dekat kotak. Kemudian Nusa melakukan gerakan dengan ke dua tangannya. Keluar sebuah energi hitam dari dalam tubuh Nusa. Energi itu berkumpul kemudian membentuk sebuah boneka kulit tipis berwarna hitam. Itu adalah sebuah wayang kulit.
Ketika Wayang Kulit telah berpisah dari tubuh Nusa, tubuh Nusa langsung menjadi kurus. Tubuh yang sebelumnya di penuhi daging, berubah menjadi tubuh yang kurus kering. Tulang-tulang tampak bergetar karena tak sanggup menahan beban tubuh.
Sebenarnya, Nusa mempunyai penyakit dari lahir. Penyakit itu menyebabkan kecacatan di bagian pangkal leher sampai pangkal paha, membuat organ tubuhnya lemah. Nusa mengandalkan Wayang Hitam itu untuk membantu aktifitas hariannya, karena Wayang memberikan kekuatan pada tubuhnya dan mengatasi kecacatannya, walau hanya sebatas saat menggunakan Wayang. Tapi bagi Nusa itu sudah cukup. Karena Nusa hanya beraktivitas di siang hari dan Wayang Kulit juga hanya bisa digunakan di siang hari.
Nusa melepas hiasan tanduk satu di kepalanya dan meletakkannya dekat Wayang, memperlihatkan kepala botaknya. Setelah menyelesaikan persiapannya, Nusa langsung pergi tidur.
Diluar pintu, ibu menyandarkan keningnya ke pintu kamar Nusa. Air mata terlihat mengalir di pipinya.