NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:279
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Kak Adam pamit saat jam menunjukan pukul 21:00, sempat berpamitan pada Ayah. Syukur Umi Zulfa sudah pulang.

"Aku pulang dulu, tunggu kedatanganku besok, Alisha! Semoga Allah ridho." pamit Kak Adam saat dia akan pulang.

"Semoga saja, Kak!" balasku.

Kak Adam masuk ke dalam mobil, tak lama kemudian mobil Avanza miliknya melaju membelah jalanan.

Saat aku berbalik badan untuk masuk ke dalam, Azam berdiri di tengah pintu. Mata itu sayu menatapku. Membuat debar jantung menggila, canggung untuk masuk atau tidak.

Bukannya masuk Azam berjalan ke arahku, aku terpaku kaki ini mendadak seperti terkena lem tidak bisa untuk di gerakkan. Langkah Azam kian dekat, jantungku berdetak semakin menjadi.

Bermusim aku dan Azam menyemai cinta, tumbuh subur di hati. Namun, takdir tidak memihak. Putik itu gugur sebelum berbunga, karena sang kumbang yang mematahkan tangkainya.

Mampu aku menghirup aroma maskulin yang menguar dari tubuh Azam. Allah ada apa dia mendekat ke arahku? Bagimana jika ada yang melihat?

Jarak Azam dariku hanya sekitar dua meter lagi, ingin aku lari saat ini. Namun, apa daya kaki yang mendadak lumpuh. Detik waktu melambat seiring mendekatnya, Azam. Jantung semakin berontak hebat, Azam dia sudah di hadapanku. Bibir itu siap berucap.

"Apa Adam akan melamarmu, Neng?"

Aku menatap intens Azam, memekakan telinga untuk mencerna dengan baik apa yang dia tanyakan.

"Apa Adam akan melamarmu, Neng?"

Pertanyaan itu terngiang di kepala, membuat aku berpikir keras dari mana dia tahu. Tatapan matanya sayu, seakan menuntut sebuah penjelasan dariku.

Aku membuang pandangan dari matanya. Menormalkan detak jantung sebelum menjawab pertanyaan Azam. Lidah ini terlalu kelu untuk segera menjawab. Kaki dan lidah seakan berkompromi untuk menjebakku di sini.

"Dari mana kamu tahu, Gus? Apa itu penting?"ucapku berbalik tanya.

Ingin aku mengumpat kesal pada diri sendiri, kenapa begitu lemah jika berhadapan dengannya. Harusnya jawab "Iya Kak Adam akan melamarku" selesai dan aku bisa masuk ke dalam, tidak perlu kepo dari mana Azam tahu. Namun, lidah ini yang membuat aku masih di sini.

"Apa perlu aku jawab, Neng? Aku tahu sejak dulu Adam menyimpan rasa padamu. Kepergian dia ke Amerika juga karena kamu!"ucap Azam.

Deg, aku tak percaya dengan apa yang aku dengar. Azam tahu semua itu? Dari dulu? Lalu apa dia yang menyuruh Kak Adam untuk pergi?

"Aku tak sejahat yang kamu pikirkan, Adam menemui aku ketika pertama kalian bertemu kembali."

Hatiku terasa dicubit, Azam tahu apa yang ada di pikiranku.

"Lalu apa maksud kamu bertanya lagi jika sudah tahu? Untuk membuatku goyah?" tanyaku ketus.

Azam bungkam, bibirnya tertutup rapat. Allah, mengapa masih saja ada halangan untuk aku maju ke depan. Satu tahun aku tersiksa dengan cinta yang terputus tiba-tiba. Lalu kini ketika aku ingin memulai kisah baru kau datangkan Azam kembali?

Detik waktu terasa lama berjalan, aku masih menanti jawaban Azam. Berarti dia tahu dari Kak Adam. Dan Kak Adam juga pasti sudah minta izin padanya untuk mendekati aku.

"Aku hanya memastikan jika kamu sudah benar-benar menerima Adam dan yang terjadi di antara kita,"jawab Azam.

Ingin aku teriak saat ini, agar dia tahu. Betapa susahnya aku berusaha menerima yang ada, dan selalu tampak baik-baik saja. Satu tahun aku berjuang menyembuhkan luka, satu tahun aku mengasingkan diri. Agar tidak khilaf merebut dia dari Aisha.

Mengapa dia tidak paham juga, jika berdekatan dengannya bisa membuat aku goyah. Ingin aku memaki diri sendiri yang terlalu bodoh, berharap waktu berhenti dan aku lenyap dari hadapannya saat ini.

"Aku sudah memutuskan untuk berdamai dengan hatiku, membuka hati untuk lelaki lain. Kamu sudah bahagia kan, Gus? Aisha juga sudah mengandung. Kisah kita tak ada apa-apanya, dibanding kehidupan sampean saat ini. Selamat untuk kehamilan Aisha,"ucapku dengan suara bergetar.

Sudah saatnya untuk saling melupakan, dan menjalani kehidupan masing-masing.

Aku menarik napas dalam-dalam karena mendadak dadaku sesak. Dadaku kembang kempis karena luapan emosi yang tertahan selama ini.

"Apa kamu membenciku? Aku tahu hanya bisa memberi luka satu tahun ini. Tetapi percayalah jika aku juga sama terluka, Neng."

Ucapan Azam membuat aku terdiam. Aku tidak membenci dirinya, sama sekali tidak benci. Bagaimana aku bisa benci jika aku masih cinta. Aku hanya butuh waktu untuk menerima yang ada dan terbiasa pada semua yang ada.

Mana aku tahu jika dia juga terluka? Karena aku sibuk dengan usaha melupkannya.

Angin malam tidak bisa menghantarkan hawa dingin, karena emosi di jiwa bergejolak. Hari ini semua akan berakhir, hari ini akan menjadi awal yang baru.

"Aku tak memaksa kamu untuk simpati padaku, Neng! Tetapi pernah tidak kamu di suruh makan satu piring, tapi di larang untuk minum dalam waktu satu minggu?" tanya Azam.

Aku tahu maksud dengan apa yang dia ucapkan. Otakku sudah tak bisa di ajak berpikir terlalu keras lagi. Aku hanya menggeleng lemah, karena tak tahu harus menjawab apa.

"Itu hanya analogi apa yang aku rasakan, Neng. Mencintai satu wanita dan melupakan satu wanita dalam waktu bersamaan itu tidak mudah, Neng! Apalagi dia kembar identik."

Aku menoleh memandang dia lekat, mata itu memerah. Tak pernah terpikirkan olehku apa yang diucapkan Azam. Mencintai dan melupakan dalam satu waktu secara bersamaan.

Apa sikap formal dia itu bentuk rasa kesakitan dia?

"Dua orang yang mempunyai wajah yang sama, yang membedakan tahi lalat saja. Dua orang yang memiliki nama depan hampir sama hanya beda satu huruf. Dua wanita yang membuat aku hampir gila, jika tidak ingat ada kamu yang harus aku tahu kelangsungan hidupnya setelah hari itu."

Ucapan Azam bagai sembilu yang mengkoyak isi perutku, aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Aku hanya tahu jika aku yang paling terluka, ternyata Azam lebih terluka lagi.

Allah mengapa harus serumit ini? Mengapa tidak kau buat selancar jalan tol saja kisah ini. Mengapa harus berliku dan berakhir pada jurang luka yang dalam.

Aku tak bisa menjawab satu kata pun perkataan Azam, hatiku begitu sakit sesakit-sakitnya. Untuk mengambil napas saja sangat susah rasanya.

"Terbayang jika salah ucap nama akan berakibat apa? Alisha Alfatunnisa dan Aisha Alfatunnisa. Dua nama yang aku jaga dalam doa, dua wanita yang terhubung denganku. Di masa lalu juga masa kini,"kembali Azam berucap.

Air mata mulai berjatuhan di pipiku, sedalam inikah luka dalam cinta, Robb. Apa harus sesakit ini untuk mengecap bahagia di hari esok?

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!