Anaya tak pernah menyangka hidupnya sebagai seorang gadis yatim bisa berubah drastis dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan pria yang bahkan tak pernah terlintas di pikirannya.
Akmal, CEO muda yang tampan dan bergelimang harta, harus menelan pahitnya pengkhianatan saat calon istrinya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak.
Takdir mempertemukan keduanya dalam ikatan yang awalnya hampa, hingga perlahan benih cinta mulai tumbuh. Namun, ketika kebahagiaan baru saja menyapa, bayang-bayang masa lalu datang mengancam, membawa badai yang bisa meruntuhkan rumah tangga mereka.
Mampukah Anaya mempertahankan cintanya? Ataukah masa lalu akan menghancurkan segalanya?
Baca kisahnya hanya di "Mendadak Jadi Istri Miliarder"
Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
°
°
°
Pagi hari menjelang subuh, Anaya mengerjapkan mata lalu meregangkan otot-otot tubuhnya. Dia lantas bangun dari tidurnya dan mendapati sesosok pria tampan tertidur pulas di sampingnya. Anaya menggeser tubuh dan menghadap ke samping, menatap wajah tampan suaminya. Tangannya dengan ragu-ragu ingin menyentuh wajah itu, namun ia urungkan karena takut mengusik tidurnya.
"Mas Akmal ternyata tampan juga, ke mana aku selama ini, ya? Kamu terlalu sibuk mengagumi Zando, sampai tidak menyadari ada pria lain yang tak kalah tampan, Nay!"
"Hehehe...iya juga sih. Dan pria itu sekarang sudah menjadi suamiku." Anaya menggigit jari jempolnya dan menggerakkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan, sambil tersenyum tidak jelas.
"Tapi bagaimana aku melihatnya coba, dia itu sangat jutek, sok cool, kalau ketemu boro-boro mau menyapa. Disapa pun jawabnya cuma heemmm..." Anaya menggelengkan kepalanya berkali-kali, lalu bergegas untuk turun.
"Mau ke mana, hemmm? Jujur saja kalau selama ini kamu itu mengagumiku!" Akmal lantas menarik tangan Anaya sehingga tubuh mungilnya terhuyung dan jatuh tepat di atas tubuh Akmal yang masih terlentang.
Karena merasa kaget, Anaya langsung keluar latahnya. "Eeehh, copot-copot-copot!"
"Diiih, yang keren sedikit apa latahnya!" Akmal mencubit kedua pipi Anaya dengan gemas, membuat yang punya pipi membeku dengan mata membulat merasakan ada sesuatu yang keras di bawahnya. Dengan segera dia turun dari atas tubuh Akmal, dan langsung berlari ke dalam kamar mandi dengan tersipu malu.
Braakkk
Anaya bersandar pada pintu seraya memegang dadanya dan menghembuskan napasnya berkali-kali. "Apa setiap pria kalau pagi bangun tidur itunya juga ikutan bangun? Atau karena....tidak-tidak! Jangan berpikir yang aneh-aneh, Naya! Jangan gila kamu! Hahhh...!" Anaya menepuk-nepuk pipinya yang terasa hangat. Lalu menghadap ke arah kaca dan melihat wajahnya bersemu merah.
Sementara itu Akmal segera bangun dari tidurnya. Ia merutuki dirinya sendiri. "Ck... hai ucil kenapa kamu mesti bangun, sih? Bikin malu tahu nggak?" Akmal meraup mukanya.
"Pasti dia menyangka aku horny-an lagi!" Akmal berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil mengacak kepalanya bagian belakang.
"Lagipula aku kan laki-laki normal, wajarlah kalau bangun. Memang dia nggak tahu apa?"
Akmal membawa langkahnya menuju kamar mandi, lalu menempelkan telinganya pada pintu, namun tiba-tiba pintu terbuka dari dalam menampilkan Anaya yang terlihat segar dengan tubuhnya terbungkus handuk kimono dan kepala terbungkus handuk khusus rambut memperlihatkan leher jenjangnya.
"Kenapa Mas Akmal ada di sini? Mau ngintip aku mandi, ya?" tuduh Anaya disertai cengiran.
Akmal hanya diam membisu di tempatnya, seraya memandang Anaya tak berkedip. Sehingga membuat wanita yang dinikahinya itu melambaikan tangan dan tersenyum menggoda.
"Mas Akmal mulai terpesona sama aku, ya? Hemmm...?" Anaya memperlihatkan cengirannya yang disertai dengan kedipan mata.
Hal itu membuat Akmal tersentak lalu menggelengkan kepala, dan segera masuk ke kamar mandi dengan wajah bersemu merah.
"Hahahaha.... Ternyata gampang juga menggoda Mas Akmal. Kalau begitu aku harus membuatnya jatuh cinta padaku secepat mungkin dan melupakan mantannya itu. Fighting...!!!" Anaya mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara.
Di dalam kamar mandi, Akmal menatap pantulan dirinya dalam cermin. "Tidak mungkin kan aku jatuh cinta sama dia semudah itu. Tapi toh tidak apa-apa, tidak ada yang salah bukan? Kita kan pasangan halal." Akmal bermonolog sendiri.
Menggeleng kepala beberapa kali mencoba menepis pikirannya sendiri, ia lalu memutuskan untuk segera mandi. Membawa dirinya ke bawah shower dan menikmati setiap tetes guyuran air hangat di pagi hari. Membasahi kepalanya hingga ujung kaki berharap bisa menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak masuk akal menyerbu kepalanya.
Beberapa saat kemudian Akmal keluar kamar mandi, hanya berbalut handuk yang menutup bagian perut ke bawah hingga lututnya, dan mendapati Anaya duduk di tepian tempat tidur, dengan mukena membalut tubuhnya dan bermain ponsel.
Menyadari ada orang mendekat, Anaya pun menoleh. Namun ia segera menutup matanya kembali, saat melihat Akmal bertelanjang dada. "Mas Akmal, pagi-pagi sudah membuat mataku ternoda,"
"Yakin matamu masih suci?"
"Hehehe,,, tapi kan tidak melihat secara langsung."
"Alasan...! Bilang saja suka!"
"Eeh... sudah ah, buruan Mas Akmal ganti baju, nanti waktunya keburu habis!"
Tanpa menjawab Akmal langsung berganti baju, selanjutnya mereka sholat subuh berjamaah.
"Mas, setelah ini kita pulang?" tanya Anaya usai mereka sholat
"He'em, memangnya kamu masih mau di sini?"
"Ya enggak, sih. Aku ingin ketemu Ibu."
"Ya sudah kita berkemas sekarang, kita sarapan di rumah saja, ramai-ramai lebih enak."
Anaya langsung mengemas semua barang-barangnya dan Akmal. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, mereka segera check out dari hotel.
°
°
°
Kediaman Pak Deni
Pagi selepas sholat subuh Bunda Marini dan Bu Miyatun, kompak di dapur. Keduanya tampak akrab mesti baru pertama kali bertemu. Mereka layaknya teman lama yang berjumpa kembali. Bu Marini selaku tuan rumah sikapnya sangat hangat dan ramah, serta Bu Miyatun yang receh dan mudah beradaptasi, membawa keduanya cocok juga nyambung saat membahas beberapa hal.
Seperti saat ini mereka memasak untuk sarapan sambil bercengkerama. "Terimakasih Bu Marini, sudah memilih anak kami sebagai menantu di rumah ini. Mohon maaf, jika Anaya kadang masih suka bersikap kekanakan."
"Walah, ngomong apa sampeyan to, Jeng? Justru kami sekeluarga yang harus berterimakasih, karena Anaya bersedia menolong kami dari rasa malu."
"Maaf, kalau boleh tahu. Memangnya apa yang terjadi to, Bu?"
Bu Marini pun tanpa ragu menceritakan semuanya, juga kekesalan hatinya.
"Astaghfirullah al'adzim...." Bu Miya menutup mulutnya tak percaya.
"Begitulah...siapa yang tidak kesal, Jeng? Makanya begitu Adzana menawarkan nama Anaya, saya langsung setuju. Soalnya sudah pernah bertemu dengannya, yah... walaupun belum begitu kenal."
"Mohon bimbingannya ya, Bu. Karena Anaya kadang juga masih manja. Tingkahnya pecicilan gak karuan, tidak ada anggun-anggunnya sama sekali."
"Semua bisa berubah seiring berjalannya waktu, Jeng. Sampeyan jangan khawatir soal itu. Akmal anak kami sudah menjatuhkan pilihan, dan dia teguh pada pendirian, kecuali jika Anaya yang tidak lagi mau bersamanya."
"Terimakasih, Bu. Semoga Anaya bisa menjaga marwahnya sebagai seorang istri, aamiin."
"Aamiin... kita doakan sama-sama, Jeng."
Tak terasa meski memasak sambil mengobrol, akhirnya selesai juga tepat waktu. Ersa datang dan menawarkan bantuan. "Maaf, Ibu-ibu. Terlambat membantu, tadi masih ada urusan di atas sama si kembar. Ada lagi yang perlu bantuan, Bu?"
"Oh ya, tolong ditata di atas meja makan ya, Nak Ersa!" ucap Bu Miya.
"Siap, Bu." Ersa langsung bergerak cepat membawa semua lauk ke meja makan dan menatanya. Tak lupa mengambil nasi, juga minuman untuk semua penghuni rumah. Setelah selesai tanpa disuruh dua kali, gadis itu bergegas memanggil semua orang untuk sarapan pagi.
°
Ketika semua orang telah berkumpul di meja makan, dan memulai menyantap makanan, Akmal dan Anaya datang dengan bergandengan tangan, membuat mereka menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya, termasuk Adzana, Arbi, dan Ersa.
'Secepat itu? ' mungkin itu yang ada dalam benak mereka. Namun tidak dengan para orangtua, ketiganya tampak tersenyum menyaksikan pemandangan yang ada. Bahkan Pak Deni dan Bu Marini, saling lirik dan bermain mata lalu tersenyum berdua.
"Weh... pengantin baru. Kelihatan segar nih?" celetuk Adzana yang setelah menikah lebih berani.
"Ah, iya... terlihat berbeda auranya, kaya' ada manis-manisnya gitu," Ersa menimpali.
Maka yang terjadi selanjutnya tentu saja pengantin baru menjadi bahan candaan mereka. Tapi Akmal dan Anaya santai menanggapi ulah mereka. Hingga acara sarapan pagi selesai mereka melanjutkan obrolan di halaman.
Anaya menghampiri ibunya, memeluk erat wanita yang telah melahirkannya. "Ibu, doakan Nay ya, Bu!"
"Tanpa kamu minta pun, ibu pasti akan selalu mendoakanmu. Jadilah istri yang baik dan menurut lah pada suamimu selama itu tidak melanggar syari'ah. Ibu yakin kamu pasti bisa, Nay!"
"Aamiin, insyaAllah, Bu. Nay akan selalu mengingat nasehat ibu."
"Ingat, kamu juga harus baik pada kedua mertuamu, ya! Anggap saja beliau orangtuamu sendiri. Apalagi Pak Deni Dan Bu Marini sangat baik. Kamu harus bisa menempatkan dirimu, Nay!"
"Iya, Bu. Terimakasih. Nay sayang Ibu."
Pelukan terlepas ketika keduanya mendengar suara gaduh di luar. Ibu dan anak itu segera menghampiri ke tempat suara. Rupanya dealer mobil dan motor datang mengantarkan barang yang dipesan sebelumnya oleh tuan rumah.
Anaya dan Bu Miya, diam terpaku di tempatnya tak mampu berkata. Hingga beberapa saat kemudian Anaya berlari dan memeluk suaminya.
"Terimakasih," ucap Anaya ditengah pelukannya yang makin erat untuk meluapkan perasaannya.
°
°
°
°
°
Maaf, bawaannya curiga kalau sama Khanza🧐🤭🙂🙃
mau ngumpat khanza dosa gk sih🤭🤔
nanti jadi bumerang.