"Pergi dari sini...aku tidak ingin melihat wajahmu di rumah ini!!! aku tidak sudi hidup bersama penipu sepertimu." Bentakan yang menggema hingga ke langit-langit kamar mampu membuat hati serta tubuh Thalia bergetar. sekuat tenaga gadis itu menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata.
Jika suami pada umumnya akan bahagia saat mendapati istrinya masih suci, berbeda dengan Rasya Putra Sanjaya, pria itu justru merasa tertipu. Ya, pernikahan mereka terjadi akibat kepergok tidur bersama dikamar hotel dan saat itu situasi dan kondisi seakan menggiring siapapun akan berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Thalia hingga mau tak mau Rasya harus bersedia menikahi mantan kekasih dari abangnya tersebut, namun setelah beberapa bulan menikah dan mereka melakukan hubungan suami-istri saat itu Rasya mengetahui bahwa ternyata sang istri masih suci. Rasya yang paling benci dengan kebohongan tentu saja tidak terima, dan mengusir istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Tersangka.
Di gazebo taman belakang, di sinilah mama Lena dan Thalia berada saat ini, duduk berdampingan, dengan ditemani pemandangan berbagai jenis ikan hias yang berenang bebas di dalam kolam berukuran empat kali Lima meter persegi.
"Tidak ada hal yang lebih menyakitkan selain terpisah dari darah daging kita sendiri. selama dua puluh lima tahun mama nyaris tidak pernah tidur dengan nyenyak setiap malamnya. Di sepertiga malam mama selalu berdoa, berharap keajaiban tiba, dan hari ini akhirnya Tuhan menjawab semua doa-doa mama." ungkap mama Lena, air matanya pun seakan tak mau berhenti berlinang.
Thalia memutar badan menghadap pada mama Lena, meraih tangan ibu kandungnya tersebut lalu membawanya ke dalam genggaman. sebagai seorang ibu, Thalia bisa merasakan penderitaan yang dirasakan ibu kandungnya itu selama ini.
Mama Lena ikut memutar badan menghadap pada Thalia. "Mama mohon maaf karena tidak dapat menyaksikan pertumbuhanmu, merawat dan membesarkan kamu, nak..dan mama juga berharap kamu tidak membenci mama!!."
Thalia menggeleng. "Thalia tidak pernah membenci mama, sedikit pun tidak pernah."
Hati mama Lena menghangat kala putrinya itu menghambur ke dalam pelukannya.
"Bagaimana Thalia bisa membenci orang yang telah berjuang melahirkan Thalia ke dunia ini." ungkapan Thalia membuat mama Lena merasa sangat bersyukur telah melahirkan seorang putri berhati mulia seperti putrinya itu.
Thalia melerai pelukannya, menghapus jejak air mata di pipi mama Lena. "Sudah cukup selama ini mama bersedih, sekarang jangan lagi!!!." pintanya.
Mama Lena menggenggam tangan Thalia yang menyentuh pipinya. "Terima kasih, sayang.... "
Rasya yang sejak tadi menyaksikan interaksi antara sang istri dan ibu mertuanya dari jendela kaca tersebut ikut terharu, begitu juga dengan Radit dan juga Vino.
"Ternyata kehidupan yang dijalani Thalia selama ini cukup berliku. Kalau gue jadi Thalia, belum tentu gue bisa setegar dan sebijak dia." komentar Radit.
"Benar. udah wajahnya cantik, cantik pula akhlaknya....best deh menurut gue." Vino pun ikut berkomentar.
"EHEM....." Rasya berdehem sambil melirik tajam pada Vino.
Vino sontak menelan ludahnya pahit, sadar akan raut tak bersahabat di wajah Rasya.
"Cuma sekedar kagum doang bro, gitu aja marah." koreksi Vino.
"Sudah sana, mending Lo berdua balik ke hotel sekarang, sudah siang!!!." Rasya mendorong kedua sahabatnya itu menuju pintu utama kediamannya.
"Jahat banget sih Lo, bro." Vino pura-pura merajuk, begitu pula dengan Radit.
"Sudah, jangan banyak drama, gue muak lihat muka-muka buaya darat kayak Lo berdua. Jadi, mending Lo berdua balik ke hotel sekarang!!!." Rasya terus menuntun kedua sahabatnya itu hingga ke mobil.
Sebenarnya sejak tadi Radit dan Vino sudah ingin kembali ke hotel, tapi menyaksikan keharuan antara Thalia dan ibu kandungnya membuat langkah keduanya terhenti sejenak.
Malam harinya.
Rasya dan Thalia sedang berada di perjalanan menuju ke kediaman orang tua kandungnya, seperti janji Thalia siang tadi pada mama Lena.
Setibanya di kediaman papa Arfan dan Mama Lena, seorang wanita berusia sepuh namun masih terlihat sehat menyambut Thalia dengan tangis haru.
"Kamu sudah dewasa sekarang, nak..." sama seperti papa Arfan dan Mama Lena, Oma pun tak bisa menyembunyikan kerinduan yang mendalam kepada cucunya itu. di bawanya Thalia ke dalam pelukannya.
"Kata mama dan papamu, kamu sudah menikah dan memiliki seorang anak, apa benar begitu sayang????." tanya Oma setelah mengurai pelukannya dan menyentuh pipi mulus Thalia.
"Benar Oma, Thalia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. dan, kenalkan Oma, ini mas Rasya, suami Thalia.
Rasya mengulas senyum ramahnya kemudian mengulurkan tangan untuk menyalami wanita itu.
"Mana cicit Oma, apa kalian tidak mengajaknya sekalian???." Oma kembali beralih pada Thalia
"Anak Thalia sudah tertidur Oma. lagian kasian kalau di ajak keluar rumah malam-malam begini." Jawab Thalia.
Oma pun mengangguk paham. "Ayo masuk, nak." Oma tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya setelah bertemu dengan cucu perempuannya yang telah lama terpisah.
Sama seperti sang Oma, Thalia pun bahagia bisa bertemu dan berkumpul seperti ini, Tetapi sayangnya malam ini Thalia tidak dapat bertemu dengan adik perempuannya sebab gadis berusia dua puluh satu tahun tersebut sedang melakukan tugasnya sebagai koas di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Mulai dari makan malam hingga berbincang ringan dilakukan Thalia setelah mereka selesai makan malam bersama, hingga tiba-tiba papa Arfan mendapat panggilan telepon.
"Ada apa, pah???." Tanya mama Lena menyaksikan perubahan raut wajah suaminya usai menerima panggilan telepon di ponselnya.
Papa Arfan tak langsung menjawab, ia justru melempar pandangan ke arah Thalia.
"Ada apa, Fan???." giliran Oma yang bertanya.
"Poli-si sudah berhasil menangkap pelaku penculikan itu, Bu."
Deg
Benar dugaan papa Arfan, kini raut wajah Thalia berubah seketika, senyum di bibirnya pun perlahan surut tak berbekas setelah mendengar berita itu.
"Saya harus bertemu dengan penculik itu." Oma terlihat berang. Jika sudah begini, papa Arfan pun tidak akan sanggup untuk melarangnya.
Thalia menoleh pada Rasya yang duduk disampingnya. "Mas...." lirihnya.
Rasya menggenggam tangan istrinya, seolah mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Sepertinya usaha Rasya berhasil, kini Thalia sedikit lebih tenang.
"Ayo....kita ke kantor poli_si sekarang!!!." ajak Oma tak sabar.
Mobil Rasya melaju di belakang mobil milik papa Arfan menuju kantor pol-isi setempat.
Rasya meraih tangan Thalia dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih stay pada setir mobil. "Seperti halnya pernikahan kita yang sudah menjadi takdir dari yang kuasa, percayalah...Apapun yang akan terjadi pada mama Ike setelah ini, itu pun pasti sudah menjadi takdir Tuhan. Kita hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk semuanya!!!." peringat Rasya.
Thalia hanya bisa mengangguk, mengingat negara mereka merupakan negara hukum, di mana setiap pembuatan melanggar hukum pasti akan mendapatkan hukuman. Tinggal bagaimana caranya meringankan hukuman yang akan menjerat mama Ike nantinya.
Setengah jam kemudian, mobil Rasya dan papa Arfan beriringan memasuki pelataran kantor poli_si.
"Selamat malam, pak dokter..." Seorang pria berseragam coklat menyambut kedatangan papa Arfan yang lebih dulu turun dari mobilnya.
"Selamat malam, pak."
"Di mana tersangkanya???." Tanya Oma yang kini telah berdiri di samping papa Arfan.
"Bu...." Papa Arfan berusaha menenangkan Oma, tidak ingin sampai tekanan darah tinggi ibunya itu sampai kumat.
Rasya dan Thalia pun telah bergabung bersama papa Arfan dan juga Oma.
"Tersangka sedang berada di ruang penyidik" jawab pria itu.
Di sebuah ruangan, yang diperuntukkan bagi pengunjung, di sinilah mereka berada sekarang, tak sabar menanti kedatangan seseorang.
"Mama....." Thalia sontak berdiri dari duduknya menyadari kedatangan ibu angkatnya yang diapit oleh dua orang pol_isi wanita.
Thalia berlalu menghampiri dan memeluk ibu angkatnya itu. Sungguh, tak tega rasanya melihat wanita yang telah merawat dan membesarkannya itu berada dalam kondisi seperti sekarang ini, begitu menyedihkan.
"Jangan menangis, mama baik-baik saja!!! Bagaimana kabar kamu, nak????." Tanya mama Ike seraya mengulas senyum di bibirnya, lebih tepatnya memaksakan senyumnya terbit agar terlihat baik-baik saja di mata Thalia. Sudah cukup selama ini ia membuat Thalia bersedih, jangan lagi untuk sekarang dan ke depannya, apalagi bersedih karena melihat kondisinya, begitu pikir mama Ike.
"Thalia baik-baik saja, mah." jawab Thalia seraya mengurai pelukannya.
Deg
Oma yang sebelumnya tidak tahu menahu tentang sosok tersangka penculik cucunya, begitu terkejut melihat keberadaan mama Ike. "Kau...." wanita sepuh itu menuding ke arah mama Ike.
gak sabar nunggu Rangga tau kalo bosnya itu suaminya Riri
cie... aku yg jadi baper
lanjut thor, semangat
kisah Okta & Riri bagus