Kata orang pernikahan adalah salah satu hal yang paling membahagiakan. Tapi ternyata mereka salah. Menikah dengannya dan hidup bersama dengannya adalah awal dari sumber sakit yang kurasakan. Awal dari luka yang tak pernah sembuh dan sakit yang selalu tak berujung. Bahagia? Apa itu? Rasanya itu seperti mimpi disiang bolong. Jika itu mimpi, maka mimpi itu ketinggian. Tapi.. Bolehkan aku menggapai mimpi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pink berry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangis Berkepanjangan
Jam menunjukkan pukul 3 pagi. Kaluna duduk sambil memeluk lututnya di kamarnya. Matanya masih terjaga. Wajah cantik itu kehilangan cahayanya. Wajah pucat itu dihiasi dengan air mata yang masih tersisa. Bahunya bergetar menahan tangis.
Kaluna tahu, begini sama saja dengan menyiksa dirinya sendiri. Tangannya gemetar menggenggam selimutnya. Pandangannya terlihat kosong. Sama sekali tidak ada tanda kehidupan disana.
Suara langkah kaki yang berat memasuki kamar mereka. Pintu itu terbuka dengan kasar. Tidak perlu ditebak siapa yang datang, sudah pasti Orion.
"Masih belum tidur?" menatap Kaluna dengan tatapan dingin. Kaluna yang ditanya hanya diam membisu. Ia enggan untuk menjawab pertanyaan Orion.
Orion yang melihat respon Kaluna sangat marah. Ia menarik kasar tangan Kaluna dan menghempasnya ke lantai. Tarikan itu begitu keras, terbukti dari suara jatuhnya yang bersuara. Kaluna hanya diam dalam tangisnya. Badannya sakit. Suaranya sudah habis. Matanya sembab karena kebanyakan menangis. Dirinya sudah tidak punya tenaga lagi untuk menghadapi Orion.
Orion yang melihat respon Kaluna mengeraskan rahangnya, tangannya mencengkram kasar dagu Kaluna agar menatapnya. "Saya tanya, kenapa belum tidur, Kaluna?!" Kaluna hanya diam membisu. Dagunya terasa perih sekarang.
Cengkraman tangan Orion begitu kuat sehingga menciptakan efek perih pada kulitnya. Mungkin kulitnya sudah terkelupas saking kuatnya pria itu menyentuh dagunya.
"KALUNA!" naik sudah amarah pria itu. Dengan sekali gerakan dia-
BUGHHH!!
Darah segar mengalir dari kepala Kaluna. Wanita itu hanya diam tidak berekspresi. Rasa sakit yang ia rasakan tidak bisa dia deskripsikan lagi. Bisa ditebak apa yang dilakukan Orion pada istrinya itu.
Pria itu tak segan-segan membenturkan kepala Kaluna ke lantai dengan kerasnya. Lantai yang semula berwarna putih telah berubah warna menjadi warna merah. Darah segar mengalir di lantai. Pandangan mata Kaluna mulai memudar.
Orion yang melihatnya hanya terdiam melihat Kaluna yang tak bergerak sedikitpun. Perlahan mata itu mulai tertutup. Telinga nya yang tak dapat menangkap suara yang memanggilnya. Orion berkali-kali memanggil nama Kaluna tapi tak ada respon dari empunya.
Pria itu diserang kepanikan yang melanda. Kaluna tidak boleh mati sekarang. Ini terlalu cepat pikirnya. Kaluna istrinya harus tetap hidup. Kaluna belum cukup menderita. Dengan cepat Orion membawa tubuh ringkih Kaluna keluar kamar.
Pikirannya kacau saat ini. Yang ada dipikirannya sekarang, Kaluna harus tetap hidup. Kaluna tidak boleh kenapa-kenapa. Orion belum siap untuk kehilangan nya, mungkin (?) Orion.. Entahlah. Pikiran pria itu sulit untuk ditebak. Setidaknya untuk saat ini.
Rumah Sakit Mayapada
Bau antiseptik mulai memasuki indra penciuman Orion. Tempat ini benar-benar membuat Orion tidak nyaman untuk berada disini berlama-lama. Dari dulu Orion sangat tidak menyukai tempat ini. Rumah sakit adalah tempat yang selalu ia hindari. Sekarang ia malah terjebak di tempat ini, tidak tahu akan sampai kapan.
Perasaan cemas tak hilang dari dalam dirinya. Pandangannya tak lepas dari ruangan tempat Kaluna diperiksa oleh dokter. Sesampainya mereka di tempat ini, Kaluna langsung dibawa keruangan tersebut.
Tangan Orion bergetar. Ia menatap tangan yang membenturkan Kaluna tadi. Ekspresi Kaluna masih terbayang di wajahnya. Ekspresi menahan sakit yang mati-matian ia tahan. Perasaan Orion mulai tak tenang sekarang.
Kalunanya, apa ia akan baik-baik saja? Kalunanya akan selamat kan? Kaluna.. Istri kecilnya, harus baik-baik saja. Kaluna tidak boleh pergi sebelum Orion mengizinkannya. Tidak boleh.
Orion menatap kemejanya yang penuh dengan darah Kaluna tadi yang sudah mengering. Kaluna, wanita itu, berhasil membuat pikiran Orion kacau balau sekarang. Ada perasaan aneh yang muncul di dalam hatinya.
Tak lama, pintu ruangan itu terbuka menampilkan sosok pria berjas putih, dokter yang menangani Kaluna. Wajah dokter itu terlihat serius, sulit untuk mengartikan raut wajahnya. Orion yang melihatnya langsung berdiri dari duduknya.
"Keluarga pasien?" tanya dokter tersebut pada Orion. Wajahnya terlihat serius.
"Suami Kaluna" Orion menjawabnya dengan suara yang sedikit serak. Dokter tersebut jelas melihat ada raut ketakutan disana. Pakaian Orion yang kusut yang terdapat bekas darah. Mata memerah Orion yang habis menangis. Kacau. Satu kata untuk kondisi Orion saat ini.
Dokter itu menghela nafasnya. Ia mulai memikirkan kata yang tepat yang akan ia sampaikan. Orion menatap dokter tersebut dengan penuh emosi. Ia tidak suka melihat respon dokter tersebut yang belum berbicara sama sekali.
SRAKKKK!!!
Orion menarik kerah baju dokter tersebut, tatapannya menunjukkan kemarahan dan emosi. "Apa yang terjadi dengan istri saya, dokter?! Kenapa anda diam saja?! Istri saya baik-baik saja kan? Dia tidak apa-apa kan?! Dokter jawab saya!". Tanpa sadar Orion meneteskan air matanya. Wajahnya memerah menahan emosi.
"Tuan Orion, harap kendalikan diri anda" ucap dokter tersebut dengan nada yang begitu tenang. "Nyonya Kaluna mengalami gegar otak serius. Yang dalam istilah medisnya disebut Traumatic Brain Injury (TBI). Selain itu, benturan keras yang dialami Nyonya Kaluna mengakibatkan kerusakan pada saraf otak pusat (central nervous system). Kondisinya cukup serius. Kami membutuhkan persetujuan anda untuk melakukan operasi segera, Tuan Orion."
Dunia Orion serasa berhenti seketika. Perlahan ia melepaskan tangannya dari kerah dokter tersebut. Separah itukah kondisi Kaluna karena perbuatannya? Suami macam apa dia, pikirnya.
Melihat Orion yang terdiam, dokter tersebut melanjutkan penjelasannya. "Saya juga harus memberitahu anda sesuatu yang lain, Tuan Orion."
Orion mengembalikan fokusnya, ia kembali menatap dokter tersebut. "Katakan! Apa ada hal lain yang membahayakan kondisi istri saya, dok?".
"Istri anda sedang mengandung, Tuan Orion. Usia kandungannya baru memasuki minggu ke-6 yang dimana diusia ini rentan terhadap resiko keguguran."
Mendengar penjelasan dokter tersebut membuat dunia Orion berhenti. Fakta apa lagi ini sekarang? Kaluna hamil dan sekarang ia mengandung anaknya. Nafas Orion mulai tercekat. Dadanya terasa sesak. Ia mulai kesulitan untuk bernafas.
"Kaluna" bisiknya lirih. "Kamu berhasil. Kamu berhasil menyiksa saya sekarang". Keseimbangan tubuhnya mulai kehilangan kendali. Orion terjatuh ke lantai.
"Tuan Orion!" memegang pundak Orion.
"Tolong selamatkan istri dan anak saya, dokter. Berapa pun biayanya akan saya bayar. Saya mohon selamatkan mereka. Dokter saya-" suara Orion tercekat. Ia tak mampu melanjutkan perkataannya. Air mata mulai menetes di pipinya. Orion mulai setakut itu sekarang. Kehilangan Kaluna adalah mimpi buruk yang tidak ingin ia lihat.
"Tuan Orion, kami akan berusaha semampu kami untuk menyelamatkan istri dan anak anda. Selalu do'akan yang terbaik untuk istri anda, Tuan Orion. Dan juga, kami meminta persetujuan anda untuk menandatangani surat persetujuan operasi ini" memberikan dokumen.
Orion menandatangani surat itu tanpa ragu. Sama sekali tidak ada keraguan disana. Harapan nya hanya satu, Istrinya dan anaknya selamat dan baik-baik saja. Istri.. Yaa Kaluna istrinya. Sekarang.