Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Mira baru saja selesai mandi, ketika ia mendapati Ida berada di ruang wardrobe pribadinya.
Wanita yang selalu mengikat rambut gaya ekor kuda itu, tampak sibuk merapikan baju-baju Mira.
"Jangan, Nyonya. Biar saya kerjakan sendiri."
Ida tersentak melihat Mira cekatan membantu pekerjaannya. Jadi ia buru-buru menghalau.
"Nyonya lebih baik segera bersiap, sebelum Nyonya Mona datang."
Mira menggigit bibir. Mengerjakan pekerjaan rumah yang tak ada habisnya sepanjang hari, membuat Mira memiliki radar otomatis. Tangannya bergerak lebih cepat dibanding pikirannya sendiri, hingga tak sadar telah membuat kesalahan. Mira terlihat lebih profesional dalam merapikan baju dibanding Ida.
Ingat, Mira. Kamu sekarang adalah seorang nyonya besar. Berhenti bertingkah kayak orang susah!
Mira pun duduk di depan cermin riasnya. Ia mulai membuka handuk kepala dan menyisir rambutnya yang masih setengah basah.
Diliriknya Ida diam-diam. Di rumah ini, sepertinya tak ada yang paling bisa diandalkan selain Ida.
"Mbak Ida sejak kapan kerja untuk keluarga ini?"
"Sekitar 10 tahun."
"Berarti waktu aku masuk ke rumah ini, Mbak Ida langsung jadi asistenku?"
"Betul, Nyonya. Sejak 5 tahun lalu."
"Karena aku masih hilang ingatan, Mbak Ida bisa ceritakan hubunganku dengan Tuan ehm maksudnya dengan Ben gak? Selama ini, apa kita pasangan yang romantis atau sejenisnya?"
Ida tak menghentikan pekerjaannya sama sekali. Ia tampak fokus sambil menjawab pertanyaan Mira dengan lugas.
"Saya belum pernah melihat Tuan dan Nyonya bertengkar."
"Oohh, pasangan romantis."
"Karena Tuan dan Nyonya jarang sekali terlihat berinteraksi."
"Maksudnya?"
"Setiap harinya kalian sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tuan dengan pekerjaan di perusahaan dan Nyonya sibuk dengan hobi Nyonya."
"Hobiku apa?"
"Nyonya suka berkebun, melukis, dan yang paling Nyonya suka adalah beramal."
"Beramal? Aku orang baik, dong. Apa aku suka marah-marah--"
Suara pintu kamar yang diketuk, membuat obrolan mereka berakhir.
"Kak Mira."
Belum juga dijawab, Mona sudah nyelonong saja ke dalam kamar.
"Kok belum siap, sih? Kita harus buru-buru, ini pertemuan penting."
Mona mendudukkan dirinya di sofa putih yang terletak di sudut kamar.
"Tadi malam bilangnya cuma arisan biasa."
Mona menghela napas seolah menahan kesabaran.
"Arisannya emang biasa, tapi pesertanya gak mungkin ada yang biasa."
"Apa aku gak jadi ikut aja ya?"
"Eh jangan!" Mona teriak panik. "Minggu depan mau ada pesta perayaan selamatnya kamu dari kecelakaan itu. Sebelum hari H, lebih baik kamu mulai mengenali para undangan. Gak lucu kan, kalo bintang pesta gak kenal sama sekali dengan yang hadir?"
***
Mira sudah duduk di sebelah Mona yang tengah menyetir. Mona bilang, kali ini ia tak mau ada pengawal yang menemani mereka, supaya lebih akrab.
Dilihatnya penampilan Mona dari ujung rambut sampai kaki. Ibu beranak satu itu memiliki tubuh yang ideal layaknya anak gadis. Kulitnya tampak sangat sehat bercahaya. Dan yang jelas, penampilannya begitu berkelas. Pantas saja Mona sangat percaya diri menjurus songong.
Gak apa-apa, minimal dia gak akan pernah ngerepotin dengan mau ngutang tiba-tiba kayak Dian, adik iparnya.
"Nanti kamu bantu aku ngobrol sama mereka juga, kan?"
"Gak usah khawatir. Serahkan aja sama aku."
Mobil mereka berhenti di depan lobi hotel. Mona menyerahkan kunci pada petugas valet. Lalu menggandeng Mira melewati pintu utama.
Keduanya diantar petugas ke ruangan VIP di lantai tiga, tempat arisan mereka berlangsung.
"Hai Mira dan Mona. Tumben banget kalian bareng gini."
Seorang wanita berpenampilan tak kalah glamour, menghampiri sambil cipika cipiki tepat di depan ruang pertemuan.
"Astaga, tasku ketinggalan di mobil. Kalian masuk duluan aja ya, nanti aku nyusul."
Mona mempercepat langkah, tanpa menggubris Mira yang memintanya untuk tidak kemana-mana.
Begitu melihat Mira sudah memasuki ruangan, sudut bibir Mona terangkat.
Ia menyalakan ponsel menghubungi seseorang.
"Semua yang kamu suruh udah aku lakuin. Jangan lupa tas limited edition- nya ya."
"Gampang itu. Tapi kamu yakin, dia akan dipermalukan di sana?"
"Seharusnya sih dia malu. Kamu sendiri yang bilang Mira yang dulu beda dengan yang sekarang. Dia kelihatan bodoh dan agak kampungan. Kamu tahu penampilannya pas ke sini tadi, enggak banget. Iew... style- nya beda jauh dibanding dulu. Kalaupun dia gak kenapa-kenapa, setidaknya kakakmu pasti malu banget."
Tawa Virgo terdengar dari seberang, bersamaan dengan Mona yang tampak puas.
Saking serunya, Mona sampai tidak menyadari ada sosok yang sejak tadi menguping pembicaraannya di telpon.
"Eh, tapi aku baru tahu kalau amnesia bisa bikin orang berubah jadi kayak orang lain. Kapasitas otaknya jadi berkurang juga deh kayaknya," lanjut Mona.
"Untung bukan kamu yang amnesia. Repot kalau dari bodoh jadi kosong."
***