✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wifeꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela apartemen Aruna, memaksa gadis itu membuka matanya perlahan. Suasana tenang menyelimuti kamar kecilnya. Di ujung tempat tidur, Biru, kucing kecil yang menjadi penyebab pertemuan awalnya dengan Nero, masih terlelap, meringkuk di dalam tempat tidur mungil yang diberikan oleh Nero.
Aruna memandang Biru sejenak, mengingat percakapan batinnya tadi malam. Sebuah janji yang ia ucapkan pada dirinya sendiri untuk menjaga jarak dan tidak membiarkan perasaannya tumbuh lebih dalam kepada Nero.
"Aku nggak boleh jatuh cinta padanya," gumamnya pelan, seolah-olah mengingatkan dirinya sendiri. Namun, perasaan itu, yang begitu samar namun kuat, tetap saja menghantui.
Dengan menghela napas panjang, Aruna bangkit dari tempat tidur. Dia bersiap untuk hari kerja yang baru. Sesaat setelah dia selesai menyiapkan sarapan ringan, Aruna melirik jam di dinding.
"Sudah waktunya ke kantor," pikirnya sambil menyesap teh manis yang baru saja diseduh.
Di kantor, suasana masih tenang saat Aruna tiba. Dia menyiapkan dokumen-dokumen yang akan dia review hari itu. Pagi itu, saat dia sedang mengaduk teh manisnya di pantry, matanya menangkap sosok yang tak asing. Nero.
Nero, dengan postur tegapnya, berdiri di seberang ruangan, berbicara dengan asisten pribadinya, Kevin. Aruna mencoba menahan perasaan gugup yang tiba-tiba muncul. Sudah beberapa hari terakhir, Nero sering terlihat di kantor, sesuatu yang tidak biasa. Nero adalah tipe pria yang lebih sering bekerja di luar atau mengawasi proyek dari jauh. Tapi sekarang, dia terlihat lebih sering datang, bahkan memimpin beberapa meeting langsung. Aruna merasa bingung, tetapi berusaha tak terlalu memikirkannya.
Di sisi lain, Nero juga menyadari kehadiran Aruna. Matanya mengikuti gerak-gerik gadis itu, meski ia berusaha menyembunyikan senyum yang mulai terulas di wajahnya. Ada sesuatu tentang Aruna yang membuatnya merasa lebih bersemangat untuk datang ke kantor, meski Nero tak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung.
"Aku harus bertemu dengannya," batin Nero. "Tapi, aku harus cari alasan yang masuk akal."
Dia kemudian menoleh ke Kevin, yang berdiri di dekatnya. "Kev, tolong panggil Aruna ke ruangan saya," katanya sambil tersenyum tipis.
"Minta dia bawa dokumen laporan berkala yang sedang dia kerjakan. Sepertinya, dia masih perlu belajar prosesnya."
Kevin menganggukkan kepala meski ada keraguan di benaknya. Dia sudah bekerja dengan Nero cukup lama dan tahu tingkah bosnya ini sedikit berbeda akhir-akhir ini. Nero terlihat lebih semangat datang ke kantor, bahkan meminta hal-hal kecil yang biasanya ia serahkan ke orang lain. Dan ini semua terjadi sejak pertemuan dengan Aruna di dekat parkiran, saat mereka menemukan Biru.
"Nero tertarik sama Aruna, ya?" Kevin bergumam pelan, tersenyum tipis sebelum menepis pikirannya dan segera menemui Aruna.
Tak lama kemudian, Kevin menghampiri Aruna di mejanya. "Aruna, Nero minta kamu ke ruangannya sekarang," katanya sambil tersenyum ramah.
"Bawa dokumen laporan berkala juga."
Aruna terkejut mendengar itu. "Nero? Panggil aku?" pikirnya. Sementara rasa penasaran dan kegugupan menghantui, dia segera mengambil dokumen yang diminta dan berjalan menuju ruangan Nero. Jantungnya berdegup kencang, dan meskipun dia mencoba menenangkan diri, ada sesuatu yang tak bisa ia abaikan.
Di dalam ruangan Nero, suasana sedikit tegang ketika Aruna masuk. Nero duduk di belakang mejanya, pura-pura fokus pada dokumen di depannya, meskipun sebenarnya dia menunggu kehadiran Aruna dengan penuh antisipasi.
"Selamat pagi, Pak Nero," sapa Aruna sambil meletakkan dokumen di atas meja.
Nero mendongak, menatap Aruna dan tersenyum tipis. "Pagi, Aruna. Silakan duduk."
Aruna menuruti perintah itu, meskipun hatinya masih berdebar. Nero membuka dokumen yang dibawa Aruna, memeriksanya dengan cepat. Setelah beberapa saat, dia berhenti dan menatap Aruna lagi.
"Bagaimana kabar Biru?" tanya Nero tiba-tiba, membuat Aruna sedikit terkejut.
"Oh, Biru baik-baik saja," jawab Aruna, tersenyum lembut. "Dia tampak sehat dan ceria."
Nero mengangguk sambil tersenyum kecil. "Aku ingin sekali bermain dengan Biru lagi. Kalau tidak keberatan, mungkin nanti sore aku bisa mengajaknya jalan-jalan?"
Aruna menatap Nero sejenak, merasa sedikit bingung dan tak percaya bahwa pria seperti Nero akan begitu peduli dengan kucing kecil seperti Biru. "Tentu, Pak Nero. Itu... tidak masalah," jawabnya pelan.
Nero tersenyum lebih lebar kali ini. "Bagus. Supaya lebih mudah, bisa kasih aku nomor kontakmu? Jadi aku bisa langsung hubungi kamu soal Biru nanti."
Aruna terdiam sesaat, hatinya berdebar lagi. "Apakah ini alasan sebenarnya?" batinnya, namun dia tetap tersenyum dan memberikan kontaknya kepada Nero.
"Terima kasih," ucap Nero dengan nada santai. "Aku akan hubungi kamu nanti sore. Sampai ketemu, Aruna."
Setelah selesai, Aruna berdiri, sedikit gugup dan tersenyum pada Nero sebelum keluar dari ruangan itu. Setelah pintu tertutup di belakangnya, dia berhenti sejenak, menatap layar ponselnya yang kini menyimpan kontak Nero.
Di dalam ruangan, Nero menatap pintu yang baru saja tertutup. Senyumnya masih tergantung di wajahnya, tetapi dalam hatinya, dia tahu ada perasaan yang lebih dalam yang sedang berkembang. Ada sesuatu tentang Aruna yang begitu menenangkannya, yang membuatnya ingin selalu berada di dekatnya.
"Nero, apa yang sedang kamu lakukan?" batinnya sendiri, namun dia tidak bisa menahan perasaan itu lagi. Aruna bukan hanya gadis yang kebetulan ia temui karena kucing kecil itu. Dia lebih dari itu, dan Nero tahu dia harus menemukan cara untuk mendekatinya tanpa menakutinya.
Sementara itu, di luar ruangan, Aruna masih merasa bingung. Perasaannya bergejolak, antara senang dan khawatir. Dia menatap Biru, yang ada di latar belakang pikirannya, tetapi sekarang fokusnya berpindah pada Nero.
"Apa ini benar-benar tentang Biru, atau ada yang lebih dari itu?" tanya Aruna pada dirinya sendiri saat dia berjalan kembali ke mejanya.
Hari itu, setiap detik terasa berjalan lambat bagi Aruna. Pikirannya terus-menerus berputar tentang percakapan dengan Nero. Ada bagian dari dirinya yang ingin percaya bahwa Nero hanya peduli pada kucing kecil itu, tetapi ada bagian lain yang merasa bahwa mungkin Nero punya alasan lain. Alasan yang tak bisa ia ungkapkan.
Menjelang sore, Aruna mendapat pesan dari Nero. "Aku sudah siap. Kita bisa bawa Biru jalan-jalan sore ini?"
Aruna menatap pesan itu sejenak sebelum menjawab. "Tentu, aku akan segera siap."
Perasaan berdebar itu kembali muncul, tetapi kali ini Aruna memutuskan untuk membiarkan segalanya mengalir. Meskipun ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan perasaannya tumbuh, tetapi dia tidak bisa mengabaikan kehadiran Nero yang mulai mengisi kehidupannya secara perlahan.
...➳༻❀✿❀༺➳...
kamu harus coba seblak sama cilok
Bibi doakan Dara biar temu jodoh juga