Savira tidak sengaja bertemu dengan seorang pemuda. Dia menolongnya sampai membiarkan dia tinggal di rumahnya. Namun, seiring waktu berjalan, dia merasakan hal berbeda dengan pemuda ini. Hingga benih-benih cinta mulai tumbuh diantara keduanya.
Namun, mengetahui jika pemuda yang dia tolong ternyata bukanlah orang biasa. Dia adalah seorang pewaris utama dari Perusahaan besar tempatnya bekerja.
Bagaimana setelah ini? Savira hanya merasa dibohongi oleh pemuda itu. Apa dia akan memaafkannya? Atau mungkin segala rintangan akan membuat dia menyerah begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau Beneran Suka, Itu Bukan Bercanda!
Terasa baru kemarin dia membawa pemuda ini tinggal bersamanya. Namun, sudah hampir seminggu Shandy tinggal disini. Dan Savira merasa dia tidak seburuk yang dia bayangkan awalnya.
"Ayo sarapan dulu Kak, aku sengaja bikin ini buat sarapan kita. Soalnya aku gak terlalu bisa masak" ucap Shandy.
Savira yang baru keluar dari kamar, melihat makanan yang dibuatkan oleh Shandy. "Sandwich? Lo dapat uang darimana buat bikin makanan ini? Di sini gak ada bahan makanan kayak gini"
Shandy langsung mendongak dan menatap Savira dengan tegang, lalu dia tersenyum. "Gue udah dapet kerjaan part time Kak. Jadi bisa beli bahan makanan ini. Lagian gak mahal kok cuma bahan sandwich doang"
Savira menggeleng pelan, lalu dia menarik kursi dan duduk disana. "Tapi lain kali jangan sering-sering beli seperti ini. Mendingan uangnya di tabung aja"
Shandy hanya tersenyum saja, dia langsung mengambil sepotong sandwich ke atas piring Savira. Senang ketika gadis itu langsung memakannya.
"Gimana? Enak gak?"
Savira menatap Shandy dengan mengunyah makanannya. Lalu dia mengagguk pelan. "Bisa juga lo bikin makanan kayak gini"
Shandy hanya tersenyum saja, dia ikut memakan sandwich miliknya. "Ya, pernah belajar saja sama teman"
Savira hanya mengangguk saja, dia asik makan sarapannya kali ini. Sedikit menambahkan saus. Shandy terkekeh pelan melihat bibir Savira yang berlepotan karena saus, membuat dia langsung membersihkan dengan tangannya. Tidak tahu jika hal yang dia lakukan membuat Savira begitu terkejut.
Shandy tidak sadar dengan tubuh Savira yang tiba-tiba tegang, lalu dia menundukan pandangannya dan tanpa sengaja tatapan mata mereka bertemu. Terkunci untuk beberapa saat hingga kedatangan Kak Mena membuat keduanya tersadar dan Shandy langsung menjauhkan dirinya.
"Em, Kak, ayo sarapan dulu. Ini Shandy yang buat sarapan" ucap Savira dengan sedikit gelagapan.
Kak Mena tersenyum saja mendengar itu. Dia langsung menarik kursi samping Savira dan duduk disana. "Wah, hebat sekali Shandy, bisa membuat ini"
"Iya Kak, pernah belajar saja"
Kak Mena memakan sandwich miliknya, sambil terus melirik kedua orang yang seolah sengaja saling menghindari pandangan masing-masing. Kak Mena tersenyum saja dengan menggeleng pelan.
"Vira, hari ini Kakak bakal pergi USG. Sudah waktunya USG terakhir sebelum lahiran" ucap Kak Mena.
Savira langsung menoleh pada Kakaknya itu. "Yah, nanti sore aja ya. Aku mau temani, tapi aku ada kerjaan. Plis Kak, nanti sore aja"
Mena hanya tersenyum dengan adiknya itu. Akhirnya dia hanya mengangguk saja. "Yaudah nanti sore saja"
"Em, aku boleh ikut 'kan?"
Savira dan Kak Mena langsung menoleh pada Shandy, sedikit kaget karena tiba-tiba pria itu berkata seperti itu.
"Yakin mau ikut, Shan?" tanya Savira.
Shandy mengangguk saja, entah kenapa dia ingin saja tahu kegiatan dua orang ini. "Iya, aku ingin ikut. Boleh?"
"Ya ikut saja, kenapa juga gak boleh" ucap Kak Mena.
*
Akhirnya Shandy yang membawa motor, mengantarkan satu persatu ke klinik untuk pemeriksaan Kak Mena. Awalnya Shandy kira akan pergi ke rumah sakit besar. Tapi ternyata hanya ke sebuah klinik.
"Kenapa tidak ke Rumah Sakit saja?"
Savira tersenyum, dia menepuk bahu Shandy. "Biayanya mahal Shan, lagian klinik ini juga bagus kok. Tenang saja, terjamin aman"
Shandy menatap tangan Savira yang masih berada di bahunya. Tiba-tiba saja detak jantungnya lebih cepat dari biasanya. Tidak biasa seperti ini.
"Udah di panggil tuh, ayo masuk" ucap Kak Mena.
Mereka pun masuk ke dalam ruangan, disini Dokter pun hanya tersenyum melihat Kak Mena yang diantara oleh Savira dan Shandy.
"Wah, ini pasangan baru ya Mbak Mena? Apa calonnya Savira? Hebat banget sudah mau antar kesini" ucap Dokter.
Savira langsung mengerjap kaget, merasa bingung harus bagaimana menjawab. "Eh Dok, bukan seperti itu. Ini tuh..."
"Gak papa kali Vira, bukannya sudah waktunya kamu memikirkan pernikahan. Tapi dilihat ini sepertinya lebih muda ya, bagus deh. Biar Masmu yang dulu menyesal karena meninggalkanmu"
Savira hanya tersenyum masam dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Melirik Shandy yang hanya diam saja, seharusnya pria itu membantah ucapan itu. Tapi kenapa dia malah diam saja.
Setelah obrolan singkat namun membuat tegang itu, kini mulai fokus pada pemeriksaan kandungan Kak Mena. Savira selalu antusias dengan pemeriksaan kandungan Kakaknya. Menggantikan posisi Kakaknya yang sudah tiada, jadi dia yang selalu menemani Kak Mena untuk pergi pemeriksaan.
"Sudah pernah di bilang di pemeriksaan sebelumnya, jika jenis kelaminnya adalah laki-laki ya. Semuanya sehat dan baik-baik saja. Sekitar 10 harian lagi sampai hari perkiraan lahir ya"
Savira tersenyum bahagia, tanpa sadar dia meraih tangan seseorang yang berdiri disampingnya. Lalu dia menoleh dan tersenyum pada Shandy.
"Sebentar lagi bayinya akan lahir" ucapnya dengan antusias.
Shandy ikut tersenyum, melihat wajah berbinar Savira membuatnya ikut senang. Dia menatap tangan gadis itu yang menggenggam tangannya.
Melihat itu, tentu saja Dokter hanya tersenyum. Jelas sekali keduanya sudah mulai merasa nyama satu sama lain. Kak Mena juga tersenyum melihat itu, karena memang dia juga mulai melihat keduanya yang saling nyaman.
Setelah selesai pemeriksaan, Shandy lebih dulu mengantarkan Kak Mena. Jadi, Savira menunggu dulu di Klinik ini. Dokter datang menghampirinya, kebetulan Kak Mena adalah pasien terakhirnya sore ini.
"Sudah coba saja buka hati kamu untuk pria muda itu, Vir"
Savira langsung menoleh pada Dokter dan tersenyum tipis. Sedikit merasa malu dengan ucapan Dokter itu. "Apaan si Dok. Dia itu terlalu muda untuk aku. Lagian aku belum mikir buat memulai hubungan lagi. Masih takut kalau pasangan aku dan keluarganya tidak bisa menerima keadaan aku yang seperti ini"
Dokter tersenyum mendengar itu, dia menepuk bahu Savira. Seolah tahu terlalu banyak beban yang dipikulnya saat ini. "Terkadang tidak bisa menyalahkan semua pria hanya dengan kesalahan satu orang pria saja. Lagian punya seseorang yang bisa menemani kamu, maka adalah hal baik. Karena biasanya akan lebih mudah menjalani hidup dan menyelesaikan semua masalah dengan seseorang yang mendampingimu"
"Haha. Iya Dok, tapi dia masih terlalu muda. Lagian dia juga gak mungkin suka sama aku. Usia kita saja terpaut 5 tahun"
"Kan siapa tahu, Vir. Lagian umur hanyalah angka"
Savira hanya tersenyum saja, tidak menjawab lagi. Karena Shandy sudah datang saat itu. Dia segera berpamitan pada Dokter dan segera naik ke atas motor.
"Hey kamu, kalau suka sama Savira langsung ungkapkan saja ya"
"Dok" Savira sampai kaget karena Dokter yang berkata dengan lantang pada Shandy. Dan bodohnya, Shandy malah mengangguk.
"Ngapain ngangguk Shan, Dokter cuma bercanda aja" ucap Savira saat motor sudah melaju.
"Kalo misalkan aku beneran suka sama kamu. Itu bukan bercanda"
Savira hanya diam mendengarnya, tiba-tiba saja jantungnya terasa berhenti berdetak.
Bersambung
Semangat Shandy 💪💪💪💪💪