When I Married With You

Alana memutuskan untuk mengganti pakaian nya menjadi lebih panjang. Lehernya dia tutup menggunakan foundation yang ada di dalam tas nya. Takut sewaktu waktu ada orang yang melihat, apalagi dia belum tahu kapan bekas nya akan menghilang.

Ceklek

Alana menoleh pada pintu, dari sana ihsan masuk sambil membawa makanan di tangannya.

“Ngapain lo ganti baju?” tanya ihsan saat melihat alana mengganti bajunya.

“Buat nutupin bekas cupang.” jawab alana jujur.

Ihsan terkekeh mendengarnya, cowok itu meletakan piring yang di bawanya di atas nakas. Lalu memperhatikan alana yang sibuk mengoleskan krim.

Setelah selesai alana duduk di atas ranjang di dekat ihsan, keduanya cukup berjarak.

“Makan”. Titah ihsan menunjuk piring menggunakan matanya.

Alana segera mengambil piringnya dan mulai makan. Perutnya sudah lapar karena belum di isi apapun dari pagi.

“Gimana? Udah gak sakit lagi?” tanya ihsan.

Alana mengangguk. “Udah lumayan gak sakit”. Jawab alana. Area bawahnya sudah lumayan membaik, meski ada sedikit rasa aneh.

“tadi bunda sama mama nanyain lo. Katanya kenapa lo gak turun sarapan?” ujar ihsan menceritakan kejadian dia di bawah.

Alana mendongak, lalu kembali menyuapkan sesendok nasi dan ayam suir. “Terus kamu jawab apa?”

“Ya gue jawab gak bisa jalan”.

Plak!

Tanpa aba aba alana segera menggeplak lengan cowok itu. Wajah nya memerah karena malu, kunyahan nya seketika berhenti.

“Kok kamu bilang begitu sih? Jahat banget” cicit alana pelan. Katanya tiba tiba memerah dan berair, hampir menangis karena cowok itu.

Ihsan yang melihat itu terkejut, tetapi tak urung untuk menjahili nya.

“Ya gimana? faktanya kan juga gitu” ucap ihsan sengaja. Dia ingin melihat bagaimana reaksi alana.

Benar saja, baru beberapa detik alana sudah meneteskan air matanya. Perempuan itu menghentikan makannya dan menyimpannya kembali ke nakas. Padahal baru lima suap dia makan.

Ihsan semakin di buat terkejut dan bersalah saat alana menghentikan makan nya dan tidur sambil menangis. Cowok itu tak tahu kalau ternyata alana akan bersikap seperti itu.

“Al, lo marah? Gue bercanda” ucap ihsan mencoba membujuk istrinya.

Alana tak peduli, perempuan itu menangis semakin deras. Semakin membuat ihsan merasa bersalah pula.

Cowok itu menghampiri Alana dan mencoba membangunkannya. “Al, sumpah gue cuma bercanda”

“Gua gak bilang lo gak bisa jalan. Gue cuma bilang lo masih tidur” ucap ihsan lagi mencoba membujuk alana.

Cowok itu menarik selimut yang menutupi tubuh istrinya. Melihat wajah alana yang penuh air mata seketika dia merasa bersalah. Niatnya tadi hanya bercanda,sungguh.

“gue minta maaf”.

Alana menepis segera tangan ihsan yang mencoba menarik selimut nya tangan cowok itu mencoba membuatnya menatap sang empu.

“Lepas! Kamu bohong” pekik alana sesegukan.

“sumpah! Gue gak bohong sedikit pun. Gue cuma bilang lo masih tidur “ kekeh ihsan.

“Beneran?”

Ihsan mengangguk. “Iya, sekarang udahan nangisnya. Lo makan lagi, belum habis itu”. Titah ihsan mengambil kan piring untuk sang istri.

Alana menghapus air matanya dengan kedua tangan. Kemudian dia duduk dari tidurnya, masih mengelap wajahnya yang berair.

“Nih”.

Alana menerima piring itu kemudian mulai melanjutkan makan kembali. Dia tak peduli di sebut rakus atau serakah, perutnya benar benar lapar. Makan nya terganggu gara gara cowok itu.

……..

Baru sore harinya Alana berani turun ke bawah. Tubuhnya sudah merasa lebih baik meski masih merasa kehilangan sesuatu.

Bunda Reni dan mama yani yang melihat itu sontak saling lirik. Menyenggol satu sama lain sambil menahan senyumnya.

“Udah bangun sayang?” tanya bunda Reni.

Alana yang baru keluar dari dapur setelah minum terkejut sesaat. Kemudian tersenyum tipis dengan pipi yang memerah. “udah bun” jawabnya malu malu.

“udah makan lagi? Kalau belum makan lagi gih masih banyak nasi” titah bunda Reni lagi.

Alana tersenyum canggung seraya menatap ibunya. “Iya, nanti kalau al lapar bakal makan lagi” ucap nya.

Reni mengelus pelan kepala sang menantu, melihat wajah memerah nya dia merasakan bersalah dengan kejadian kemarin.

“Mama” panggil Alana.

Tiba tiba saja gadis itu mendekati ibunya dengan manja. Yani yang melihat itu pun terlihat curiga.

“Kenapa?” tanya yani sembari memicingkan matanya.

“mama kemarin kan janji bikinin aku bakso mercon kalau aku gak makan yang pedas pedas seminggu. Aku udah tepatin janji aku lho, sekarang giliran mama masakin aku bakso” pinta alana dengan manja.

Yani pun ingat dengan perjanjian itu. Kemarin adalah tempo dia memasakkan alana bakso kesukaan nya jika dia bisa menghindari makan pedas seminggu. Tetapi terlupakan karena acara dadakan.

“Iya, Mama masakin sekarang” yani setuju.

“bunda bakal bantuin”. Sela Reni ikut setuju.

Ketiganya tertawa bersama. Mereka pergi ke dapur untuk membuat bakso permintaan sang tuan putri yang baru bangun itu.

“Bunda, kak dinda sama arfan mana?” tanya alana yang asik memotong cabe.

“Udah pulang tadi siang. Dia titip salam buat kamu, katanya juga semoga langgeng pernikahan nya” kata mama yani.

Alana mengangguk mengerti. Melanjutkan kembali memotong cabe nya. Bunda Reni sedang menyiapkan adonan dan mama yani sibuk membuat bumbu.

Ketiga nya sibuk di dapur. Meski Alana hanya kebagian menonton saja karena sisa nya tidak di biarkan bekerja oleh ibu dan mertuanya. Alana sangat menyukai bakso buatan mama yani, dari sekian banyak bakso hanya punya mama nya yang masuk. Karena itu Alana sangat jarang makan bakso meski ingin.

Alana meletakkan ponselnya kemudian menatap dua wanita paruh baya yang sedang asik memasak itu.

“Ayah sama papa mana bun, ma? Dari tadi aku gak lihat” tanya Alana celingak celinguk.

“Papa kamu masih kerja, belum pulang” ucap mama yani.

“Kalau ayah kamu lagi mantau project di ujung kota”. Sahut bunda Reni.

Alis Alana mengangkat, dahinya mengerut. “Project apa bun?”

“Bunda gak terlalu ngerti. Kata nya sih yang bangunan bangunan buat hotel” beritahu Reni.

Alana membulatkan mulutnya sebagai reaksi. Ayah nya bekerja sebagai karyawan perusahaan di bidang teknologi.

“sudah jadi. Kamu panggil suami kamu gih al, ajak makan bersama “ titah mama yani.

Alana tak ambil pusing, dia segera menghubungi suami nya melalui ponsel. Dia malas bergerak, apalagi tubuhnya masih tak nyaman.

“lo ngapain telpon gue?”

“ini, bunda sama mama masak bakso. Kamu turun, kita makan bareng”

“hhm, gue turun”

Tut!

“Apa katanya?” bunda Reni bertanya.

“Iya, katanya mau turun”.