Cerita Dewasa!!!
***
Elkan, duduk bersilang kaki sambil bersedekap tangan. Matanya yang tajam menyoroti tubuh Alsa dari atas sampai ke bawah.
"Aku sangat puas dengan pelayanan yang kau berikan, maka dari itu, tinggallah di sini dan menjadi simpanan ku. Jangan risau, aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau." Ujar Elkan penuh keangkuhan.
"Jangan harap! Aku tak sudi lagi berurusan dengan b*jing*n sepertimu. Cukup bayar saja yang semalam, setelah itu jangan lagi berhubungan denganku, anggap saja kita tak pernah saling mengenal."
"Hahaha!."
Elkan, suara tawa Elkan terdengar menggelegar. "Tak sudi berhubungan dengan orang sepertiku?." Tanyanya memastikan.
"Ingat, di kandungan-mu ada benihku, anakku! Mana mungkin kau tak akan berurusan lagi denganku?."
***
Jangan lupa ikuti akun:
Instragram:OH HA LU
Tiktok:OH HA LU
FB: OH HA LU
♥️♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY. OH HA LU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Tanggung Jawab
Hampir 3 jam tak sadarkan diri, akhirnya Alsa sudah mendapatkan kesadarannya kembali.
"Syukurlah! Akhirnya kamu bangun juga, Sa."
Meldi, yang sejak tadi selalu setia menemani Sasa di shofa, lantas segera mendekati wanita itu.
"Aku di mana, Mel?." Tanya Alsa lirih.
"Kamu sedang berada di rumah sakit." Jawabnya seraya membantu Alsa untuk duduk.
"Bagaimana dengan keadaan janinku." Tanya Alsa khawatir.
"Emmbb.. Dia baik-baik saja, hanya saja...
Meldi menggantung kata-katanya, tiba-tiba saja bibirnya terasa kelu.
"Hanya saja, dia terlalu lemah 'kan? Pasti Dokter juga menyarankan ku untuk Bed Rest."
Meldi mengangguk, membenarkan perkataan Alsa. Tadi, Dokter memang bilang demikian.
Alsa tak memberi respon lebih lanjut. Wanita itu menghela napas panjang sembari memijat keningnya yang terasa pening.
"Sa, apa kau mengandung anak dari laki-laki itu?." Tanya Meldi ragu-ragu. Kalo benar Alsa memang mengandung anak laki-laki tersebut, maka Meldi akan merasa sangat berdosa sekali, karena dia juga turut bersalah dalam musibah itu.
"Kalo bukan dengan laki-laki itu? Lalu dengan siapa lagi aku mengandung?."
Mendengar jawaban Alsa, membuat Winda menjadi sedih dan bersalah. "Maafkan aku, Sa. Andai saja aku tak menitipkan mu pada laki-laki itu, pasti kejadian ini tidak akan terjadi." Sesal Meldi.
"Sudah, lah. Semua sudah terjadi, yang perlu kita lakukan yaitu terus berjalan ke depan, meratapi kejadian yang sudah berlalu tidak akan ada gunanya. Aku juga akan menerima dan merawat anak ini dengan baik. Anggap saja, dia hadir untuk menemani kehidupanku yang sepi ini."
Meldi menatap sendu wajah Alsa, sebegitu tegar dan tenang Alsa dalam menerima takdirnya. Jika Meldi yang berada di posisinya, mungkin Ia akan lebih memilih menghilangkan janinnya saja.
"Sekali lagi aku minta maaf padamu, Sa. Kamu tenang saja, aku akan membantu merawat dan membesarkan anak itu." Ucap Meldi penuh kesungguhan.
Alsa mengulas senyum tipis. "Kamu tak perlu melakukan itu, Mel. Ini anakku, jadi biarlah aku yang merawat anak ini sendiri. Cukup do'akan saja, semoga aku punya umur panjang dan rezeki yang cukup untuk membesarkannya dengan baik."
"Amin!."
.
.
.
Ke-esokan harinya...
Elkan, baru saja keluar dari gedung kantornya, pukul 7 malam. Tadi ada sedikit masalah yang mengharuskannya pulang telat.
Ketika ia hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Alhasil, ia pun jadi urung masuk ke dalam mobil.
"Hallo, Elkan!." Ucap Risma, begitu panggilan telah terhubung.
"Hm, ada apa?." Tanya Elkan tak suka basa-basi.
"Bisa jemput aku di rumah sakit, enggak?."
"Baik. Aku akan segera ke sana."
"Terimakasih, Sayang."
"Hm. Sampai jumpa nanti, Sayang."
Tut.. Tut.. Tut..
Elkan memutuskan panggilan telepon secara sepihak, dan kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Lalu barulah masuk ke dalam mobil.
Padahal, Elkan ingin langsung pulang ke apartemennya, tapi demi Risma, Elkan mengabaikan rasa lelahnya.
Elkan selalu menuruti permintaan Risma, selain karena ia mencintainya, Ia juga harus tetap berusaha menjaga perasaan wanita itu, supaya pernikahan meraka tatap berlanjut, kalo tidak, Elkan bisa kehilangan hak warisnya.
.
.
.
Di sisi lain..
Meldi yang baru membelikan makanan untuk Alsa, di buat terkejut dengan sosok pria yang ia temui di sebuah parkiran rumah sakit.
"Hey.. berhenti!."
Spontan saja, Meldi berteriak keras, sehingga membuat langkah laki-laki tersebut langsung terhenti. Dengan cepat, Meldi langsung berlari menghampirinya.
"Kamu laki-laki b*jing*n yang saat itu pernah ku mintai tolong 'kan?." Tanya Meldi menggebu.
Meldi sangat yakin bahwa laki-laki yang ada di hadapannya sekarang ini adalah laki-laki yang di Bar waktu itu.
Bukannya menjawab, laki-laki itu malah menatap wajah Meldi dengan sorot tajam.
"Hey.. akibat ulahmu itu, temanku sekarang sedang mengandung anakmu!." Teriak Meldi penuh murka.
"Jangan asal menuduhku. Memangnya kau punya buktinya?."
Seketika saja, Meldi langsung terbungkam. Dia baru ingat kalo tak punya bukti kuat untuk menuduhnya.
"Tapi akibat kebejatan mu, temanku sekarang sedang mengandung, bahkan dia sampai di rawat di rumah sakit ini karena kandungannya yang lemah. Jangan menyangkal lagi, aku yakin 100% bahwa kamulah orangnya!."
"Hahaha!."
Elkan tertawa mengejek. "Kalo iya, kenapa?. Kau dan temanku tidak bisa menuntut ku, karena aku sudah membayarnya dengan jumlah yang cukup banyak. Anggap saja saat itu aku sedang membeli tubuhnya."
Meldi jadi speechless. Dia tak menyangka kalo Ayah dari anak di kandungan Alsa adalah orang yang berhati dingin dan sombong.
"Tapi dia bukan pelacur. Aku memintamu untuk membawanya ke mobil, bukan malah membawanya ke hotel, lalu menidurinya. Si*l*n!." Teriak Meldi murka.
"Bukan pelacur? Hahaha!."
Lagi-lagi, laki-laki itu tertawa ngakak saat mendengar pembelaan yang wanita itu lakukan untuk temannya.
"Dia saja sangat menikmati malam panjang yang kami alami, jadi kau tidak usah banyak protes."
"Tapi..
"Menyingkirlah dari hadapanku!." Ujar laki-laki itu datar.
"Tidak! Kamu tidak boleh pergi sebelum bertanggung jawab pada temanku." Kekeh Meldi dalam memperjuangkan keadilan untuk Alsa.
"Arrggg, si*lan!."
Elkan mengeram marah. Kemudian, ia mengeluarkan secarik cek dari dalam saku kemejanya.
"Daripada kau terus menggangguku, lebih baik tulislah sejumlah uang yang kau dan temanmu itu butuhkan, lalu setelah itu jangan muncul lagi di dalam hidupku.
Brak!
Elkan melemparkan cek tersebut secara tidak hormat di muka Meldi, lalu kemudian melangkah pergi dengan gaya yang angkuh.
"Hey! Dia tak butuh uangmu, tapi dia butuh tanggung jawabmu!."
Meldi ingin mengejar laki-laki tersebut, tetapi tak jadi saat dia melihat ada seorang wanita yang menghampiri laki-laki itu di depan pintu rumah sakit.
Dapat Meldi simpulkan jika wanita itu adalah kekasih dari laki-laki tersebut, karena mereka berdua terlihat sangat mesra sekali. Namun pertanyaan, untuk apa mereka ada di rumah sakit ini? apakah ada sanak saudaranya yang sedang sakit atau gimana?.
"Aarggghhh!! Gue makin pusing mikirin semua ini!." Teriak Meldi Frustasi. Kemudian, ia mengambil sebuah cek yang masih tergelatak di atas tanah.
Perjuangan Meldi untuk mencari pengadilan buat Alsa tidak terhenti sampai di sini saja. Dia tetap akan menemui laki-laki itu lagi, tapi yang jelas bukan sekarang.
Meldi menarik napas panjang. Dia harus bisa mengontrol emosinya, sebelum kemudian melanjutkan langkahnya ke ruangan Alsa.
"Siapa dia, El? Kenapa dia seperti sedang menatapmu penuh dendam?."
Sayup-sayup, Meldi mendengar suara wanita itu yang sedang bertanya kepada Elkan.
"Oh, jadi nama laki-laki itu Elkan?." Batin Elsa.
"Jangan di hiraukan, itu hanya perasaanmu saja." Jawab Elkan kemudian.
Meldi tersenyum menyeringai. Bisa di pastikan kalo laki-laki bernama Elkan itu begitu sangat menyayangi wanita itu. Terbukti dari tutur katanya yang sangat lembut saat berbicara padanya.
"Mungkin aku bisa memperalat wanita itu untuk mengancam Elkan." Batin Meldi lagi.