Bukan bacaan untuk bocil.
Blurb...
"Hem..ternyata cewek cupu ini cantik juga"
Gumam Albian, saat menanggalkan kacamata tebal dari wajah Khanza.
Demi memenangkan taruhan dengan teman-temannya. Albian yang notabenenya adalah pria paling populer di kampus, sampai rela berpacaran dengan Khanza si gadis cupu dan penyendiri.
Berkat pesona yang dimilikinya. Albian berhasil membuat gadis cupu dan lugu seperti Khanza, kini pasrah berada di bawah kungkungannya.
"A-aku takut Al. Bagaimana kalau aku hamil?"
Tanya Khanza saat Albian menanggalkan kancing kemeja oversize miliknya. Namun Albian yang otaknya sudah diselimuti kabut hawa nafsu tidak mendengarkan ucapan Khanza. Meniduri gadis cupu itu adalah bagian dari taruhan mereka.
"Tenang saja sayang, semua akan baik-baik saja kok"
Ucap Albian sembari menelan salivanya saat melihat gunung kembar milik Khanza yang padat dan menantang.
ikuti kisah selengkapnya dengan membaca karya ini hingga selesai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu, aku rindu
"Katakan siapa pria itu? Cepat!"
Nada bicara Yudi semakin meninggi, namun anak gadisnya masih saja bungkam. Entah mengapa mulut Khanza seakan terkunci dan tak mampu menjawab ucapan sang ayah. Hanya suara isak tangis saja yang terdengar dari bibir ranum itu.
"Kenapa kau melakukan ini pada kami Khanza? Kenapa kau membuat kami malu? Apa salah kami padamu selama ini? Hiks.."
Kali ini Sarah ikut bicara. Sarah terus mengucapkan kata-kata yang semakin memancing kemarahan Yudi pada putrinya.
Sejak awal Sarah memang tidak pernah menyukai Khanza, jadi sebisa mungkin wanita itu akan memanfaatkan situasi ini untuk menyingkirkan Khanza.
"Baiklah, jika kau tetap tak mau bicara pada kami. Pergi dari rumah ini sekarang juga!"
Deg!
Jantung Khanza semakin tidak aman setelah mendengar ancaman sang ayah. Bukannya mendapat pelukan hangat untuk menguatkan dirinya disaat seperti ini, tapi nyatanya keluarganya malah ingin membuangnya.
Dan diamnya Khanza membuat Yudi semakin gelap mata.
Pria 45 tahunan itu menyeret anak gadisnya keluar rumah dan menghempaskan gadis malang itu dengan kasar.
"Pah, tolong maafkan aku pah. Aku mengaku salah, aku sudah mengecewakan papa"
Khanza bersimpuh di kaki Yudi, namun bukan itu yang Yudi harapkan keluar dari mulut Khanza. Yudi hanya meminta Khanza untuk menyebutkan satu nama, yaitu nama pria brengsek yang telah menanam benih di rahimnya.
"Siapa pria itu?"
Tanya Yudi lagi dengan nada pelan namun penuh dengan penekanan.
Namun Khanza masih tak kuasa untuk menjawab pertanyaan sederhana itu, gadis itu hanya bisa terisak sembari menggelengkan kepalanya.
"Pergi!"
Teriak Yudi yang hilang sudah batas kesabarannya.
"Pah, maafkan aku"
Khanza semakin mengeratkan pelukannya di kaki Yudi.
"Mulai sekarang jangan panggil aku papa, kau bukan anakku lagi!"
Ucap Yudi seraya berlalu masuk kedalam rumahnya, disusul pula oleh Sarah yang senyumnya merekah hingga nyaris menyentuh telinganya.
Bruk
Pintu rumah itupun kini tertutup untuk Khanza.
***
***
Dengan langkah tertatih Khanza berjalan menyusuri pekatnya malam. Tak ada barang yang ia bawa, Khanza hanya membawa badannya sendiri berserta janin yang sedang berkembang dalam rahimnya.
Khanza hanya bisa memeluk dirinya sendiri sekarang, dia benar-benar sendirian dan tak ada tempat untuk mengadu.
Langkah kaki gadis itu baru terhenti tepat di pusara sang ibu, tertulis nama Fatma di nisan yang makamnya nampak terawat itu.
"Ibuu..."
Tangis Khanza pecah lagi sembari memeluk pusara sang ibu. Sejak usia 5 tahun Khanza memang sudah di tinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya.
Fatma meninggal tenggelam di sungai saat mencoba menyelamatkan Khanza. Saat itu hujan turun sangat deras hingga membuat jalan menjadi licin dan Khanza kecilpun terpeleset jatuh ke sungai.
Tanpa pikir panjang Fatma langsung melompat ke dalam sungai untuk menyelamatkan putrinya.
Khanza berhasil selamat karna tubuh kecilnya tersangkut di batang pohon yang tumbang, sedangkan Fatma terus terbawa derasnya air sungai.
"Nak? Sedang apa malam-malam disini?"
Pertanyaan Usman sang penjaga makam membuyarkan lamunan Khanza tentang sang ibu.
Usman yang tengah berjaga malam di gubuknya tiba-tiba mendengar suara tangisan, dan setelah di telusuri ternyata suara tangisan itu bersumber dari Khanza.
"Gak papa pak, saya cuma kangen sama ibu saja"
Jawabnya dengan nada bergetar.
"Kangen?" Usman sampai mengernyitkan dahinya saat mendengar jawaban gadis itu. Karna tak biasanya khanza berkunjung ke makam sang ibu di malam hari seperti ini. Biasanya Khanza akan datang di saat pagi atau sore hari.
"Apa tidak bisa menunggu sampai besok pagi saja untuk mengunjungi makam ibumu? Apa kamu tidak takut berziarah malam-malam seperti ini ke pemakaman?"
Tanya Usman sembari mengedarkan pandangannya kesekitar.
Usman yang seorang penjaga makam saja kadang masih merasa ngeri saat berjaga di malam hari, apalagi Khanza yang hanya seorang wanita saja.
"Tidak pak"
Khanza menggelengkan kepalanya, tak ada yang Khanza takutkan saat ini. Kecuali takdirnya sendiri.
"Saya permisi pak"
Akhirnya Khanza pamit karna merasa tidak enak dengan penjaga makam itu.
***
Usai mengunjungi pusara sang ibu, Khanza kembali berjalan tak tentu arah. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melintas diatas sebuah jembatan.
Dilihatnya arus sungai yang deras dibawah jembatan itu.
"Ibu aku rindu..."
Lirihnya sembari memanjat pagar besi yang membatasi jembatan itu.
Khanza memejamkan matanya, kilas balik kehidupannya yang menyedihkan seakan terekam jelas di kepalanya saat ini. Tangan gadis itu sudah terentang seakan siap untuk melepaskan semua beban dalam hidupnya.
"Papa, maafkan aku..."
Lirihnya lagi masih dengan posisi yang sama. Tekadnya sudah bulat, ia akan menyusul sang ibu malam ini juga.
"Jangan!"
Sepasang tangan menarik pinggang Khanza hingga ia terpelanting ke aspal jalanan, bukan jatuh ke derasnya air sungai.
#Mohon dukungannya dengan cara like, komen, vote dan hadiahnya. Makasih^^#