NovelToon NovelToon
BOS MAFIA LOVE WITH SECRETARY

BOS MAFIA LOVE WITH SECRETARY

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Persahabatan / Romansa
Popularitas:21.1k
Nilai: 5
Nama Author: Popi Susanti

Kejadian yang tidak di sangka di sebuah kelab malam itu berhasil membuat Aletta terjebak pada kehidupan seorang Maxim Millionaires Jasper yang mengharuskannya ikut terjebak ke dalam kehidupan gelap pria itu.

Mau tau kelanjutannya, Kuyyy di intip ke dalam

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Popi Susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

****

Rebahan di atas kasur berdua dengan sahabat dengan saling mengadu nasib, sepertinya itu adalah bagian penting yang tidak pernah terlewatkan bagi setiap persahabatan. Tidak ada yang lebih mengesankan dari dua orang yang saling memahami kondisi masing-masing, saling merangkul dalam kesulitan yang di hadapi, dan saling memberikan sandaran satu sama lain di saat sudah tak ada lagi tempat untuk bersandar. Sebaik-baik sahabat ialah ia yang tak menjauh darimu kala mendapati suatu masalah seberat apapun itu. Ya, semua orang mempunyai masalah alangkah lebih baik untuk saling menyalurkan masalah masing-masing agar mendapatkan kelegaan atau solusi untuk mengatasi itu. Masalah jika di rasakan sendiri kadang bisa membunuh kita, berlarut-larut dengan masalah sendirian tanpa bercerita. Barangkali dengan bercerita kita bisa mendapatkan solusi atau setidaknya mengurangi sedikit beban yang menumpuk di kepala dengan bercerita.

Pertemuan tujuh tahun lalu yang tidak di sangka pada saat itu mereka hanya mengobrol karena sama-sama siswi baru dan pada akhirnya berujung menjadi teman beradu nasib yang saling merangkul kala di hadapi oleh kesulitan hidup. Ya, ketika kalian bersahabat terkadang kehidupan kalian hampir sama, seperti halnya pada Aletta dan Jouvia. Kedua gadis itu sama-sama anak terbuang yang di pungut oleh seorang keluarga. Yang namanya anak pungut tentu saja tidak jauh dari penderitaan bukan? Mengapa? Ya karena anak pungut. Jangankan anak pungut anak kandung saja terkadang juga mendapatkan penderitaan dari orangtuanya, jadi tidak perlu di salahkan, harus bisa menerima meskipun terpaksa, namun itu adalah kenyataannya.

Tidak perlu di sesali, bagi mereka, masih di besarkan sampai sekarang meski banyak luka daripada kasih sayang sudah jauh sempurna untuk orang tua angkat di masa sekarang. Entah kejadian apa di masa lalu sehingga mereka menjadi korban, teramat lucu untuk takdir yang sangat menyedihkan ini harus jatuh ke diri mereka, andai saja bisa menolak takdir buruk itu sudah di pastikan sejak lama mereka menolaknya.

Namun, apa daya, kita sebagai manusia hanya bisa menerima baik atau buruknya sebuah takdir yang menimpa, memang ada cara ampuh untuk menolak takdir yang tidak kita inginkan? Tidak ada bukan, jadi cobalah untuk berdamai lalu menerima kenyataan dengan takdir yang sudah di berikan. Jalani saja, toh takdir itu hanya sampai kita tiada? Benar bukan, hanya sampai kita mati. Tetapi, ya itu masalahnya, kita tidak tahu kapan kita mati, entah cepat atau lama. Yang terpenting semembabibuta apapun masalahmu jangan pernah berniat untuk terlebih dahulu mengakhiri hidup sebelum tuhan sendiri yang mengakhiri hidupmu, dengan mengakhiri nyawa lebih dulu dari waktunya bukan berarti kamu sudah terbebas dari takdir buruk.

"Jo kau tau, setiap aku memikirkan takdir hidupku entah mengapa rasanya aku ingin enyah dari muka bumi ini, rasanya begitu rumit sampai di titik ini" ungkap Aletta membuat Jouvia meliriknya.

Jouvia mendesah kecil "Wajar saja, tetapi kau bertahan sejauh ini itu menandakan kau manusia kuat, enyah dari bumi belum tentu membuat hidupmu lebih baik" balas Jouvia.

Helaan nafas terdengar jelas dari gadis itu "kau sendiri, bagaimana jika nanti ayahmu menemukanmu lagi?" Tanya Aletta, gadis itu sudah mendengarkan cerita dari sahabatnya itu.

Jouvia tersenyum kecut menatap langit-langit kamar "menurutmu, apa aku terima saja permintaan ayahku untuk di jodohkan dengan pengusaha hidung belang itu?" Tanya Jo meminta pendapat "bukankah nanti aku akan terlepas dari ayahku yang selalu menghantuiku?" Kata Jo melirik Aletta

"Jangan gila Jo, aku tidak memberimu izin untuk mengikuti keinginan gila ayahmu itu, kau tau bagaimana pria hidung belang di kota ini, dengan membelimu berati dia punya kuasa atas dirimu? Bagaimana jika nanti dia berlaku tidak senonoh? Ah itu sudah di pastikan nantinya, makanya jangan sampai kau menerima keinginan busuk ayahmu itu" tolak Aletta tidak mengizinkan Jo menuruti keinginan ayahnya.

Jo menghela nafas "baiklah, aku tidak akan menuruti keinginan ayahku"

"Good,"

"Tapi, aku harus melakukan apa?" Tanya Jouvia "cepat atau lambat ia pasti akan menemuiku dan kembali memaksaku untuk menuruti keinginannya" kata Jo mendesah.

Aletta menatap Jo sendu "aku percaya nanti pasti akan ada jalan keluarnya, yang terpenting sekarang kau jangan mau menuruti keinginan konyol ayahmu itu, aku sangat menentangnya Jo"kata Aletta.

"Ayahku gila, Letta. Kau tau itu" kata Jouvia.

"Iya, aku sangat tau jikalau dia gila, tetapi bukan berati kau harus mengikuti semua kemauan orang gila itu, kan? Kau punya hak untuk memutuskan apa yang ingin kau lakukan Jo, jangan hanya tunduk di bawah pria tua itu, dia memang yang sudah membesarkanmu tetapi bukan berati dia bisa seenaknya atas hidupmu" kata Aletta.

Jouvia mendesah mengusap wajahnya gusar.

"Oh ya, bagaimana bisa kau bercerita dengan Justin?" Tanya Aletta penasaran, karena Aletta bilang kemarin malam ia bercerita dengan Justin di kelab dan di antar pulang oleh pria itu.

"Aku juga tidak mengerti, tiba-tiba pria itu mendatangiku dan mengajak untuk aku bercerita, yasudah aku bercerita dan ia memberi solusi setelahnya dia mengantarku pulang" jelas Jo memberitahu.

"Apa pria itu ada maksud tertentu? Karena dia temannya Maxim, aku berfikir dia bukanlah orang baik tetapi ada sesuatu di balik kebaikannya, menurutmu bagaimana, Letta? Bukankah kau sering bertemu dengan dia di kantor tempat kau bekerja, apa ada pertanda jika pria itu mempunyai niat buruk" tanya Jo yang menaruh curiga dengan kebaikan Justin.

Aletta geleng-geleng kepala "kau selalu berprasangka buruk Jo, buang jauh-jauh pemikiran burukmu itu"

"Tapi, Letta. Aku pernah membaca artikel tentang Maxim yang merupakan salah satu komplotan mafia di kota ini tetapi sekarang aku sudah tidak menemukan berita itu lagi mungkin sudah di hapus oleh pria itu untuk menghilangkan jejaknya, dan sudah di pastikan temannya itu juga sama dengannya, apa jangan-jangan juga ada sangkut pautnya denganmu? Sangat mencurigakan bukan? Apa ada sesuatu di balik semua ini, apa sejenis balas dendam karena malam itu? Ah aku benar-benar memikirkannya"

Aletta meringis mendengarkan ucapan sahabatnya "Sudahlah, kau bisa gila jika memikirkan hal sebanyak itu, tidak mungkin saja seorang mafia mau berurusan dengan kita yang tidak ada sangkut pautnya dengan mereka, dan yang waktu itu, ia mungkin hanya bermasalah denganku karena sudah menghinanya tidak ada sangkut pautnya denganmu Jo" ujar Aletta menenangkan gadis itu.

Jouvia mengangguk lalu memegangi perutnya yang berasa keroncongan "Aku ingin makan, kau ada makanan yang bisa ku makan?"

"Kau lihat saja di pantri"

****

Di sebuah apartemen tepatnya di sebuah ruangan pribadi milik Maxim, pria itu kini tengah duduk bersandar di sebuah kursi goyang miliknya, pria itu memejamkan matanya menetralkan semua rasa lelah yang ia rasakan beberapa hari ini.

Kehidupan gelap yang kini di jalaninya tidak semulus apa yang orang-orang pikirkan, setiap apa yang kita lakukan pasti memiliki dampaknya, contohnya sekarang Maxim selalu berurusan dengan orang-orang yang membenci kesuksesannya. Berusaha mencari celah untuk menghancurkan, untungnya ia masih bisa teliti untuk mencium orang-orang yang sudah menyusup dengan berlagak menjadi pekerjanya, para penghianat itu berkeliaran di mana-mana.

"Huft di saat seperti ini mengapa aku malah merindukan Aletta?"

Semenjak pria itu menyatakan Aletta adalah miliknya ia tidak lagi melampiaskan nafsunya pada jalang yang ia bayar di kelab malam, ia tidak ingin menjadi penghianat setelah melabuhkan hatinya kepada Aletta, walaupun gadis itu masih belum menerima hubungan mereka tetapi sudah ia pastikan setelahnya Aletta akan benar-benar menjadi milik pria itu seutuhnya.

"Aku benar-benar mencintainya, kenapa dadaku selalu bergejolak saat mengingat gadis itu, apa dia sudah memberiku pelet sehingga aku menjadi begini? Argh kau benar-benar bisa membuatku gila, Letta" ujar pria itu seraya bangkit dari duduknya lalu berjalan dari ruangan yang tak tersentuh oleh orang lain selain dirinya.

****

Sedari tadi Aletta di tatap oleh pria itu, awalnya ia tidak menghiraukan karena ia tau ujung-ujungnya pria itu akan membuatnya kesal dengan kemesuman yang ia miliki tetapi lama kelamaan Aletta merasa tidak nyama dengan tatapan pria itu.

"Bisakah kau pergi dari ruanganku? Sungguh kau sangat menggangu konsentrasiku saat bekerja" ujar Aletta sesopan mungkin agar pria itu bisa mendengarkannya dan beranjak dari ruangan Aletta meski hanya secuil harapan itu akan sesuai dengan pikirannya.

"Bukankah seharusnya kau makin bersemangat setelah aku temani bekerja? Yang aku tahu setiap orang akan begitu kala di temani oleh kekasihnya" ucap Maxim yang sedari tadi duduk di depan sana memperhatikan Aletta sedang bekerja, melihat wajah tenang Aletta saat ia tengah bekerja rasanya Maxim tengah mencharge energinya.

"Bersemangat? Aku bersemangat karena kau temani?" Ujar Gita di angguki oleh Maxim "sangat tidak masuk akal, bagaimana bisa aku bersemangat di temani oleh iblis mesum sepertimu? Kau benar, semua orang akan bersemangat bekerja jika di temani kekasihnya tatapi apa kau lupa jika kita bukanlah seorang kekasih, melainkan hanya dirimu yang mengaku-ngaku?" Balas Aletta terdengar menohok. Tapi ia tidak salah, bagaimana ia bisa bersemangat, memangnya ia menerima hubungan mereka? Bukankah hanya sepihak dari Maxim saja yang mengakui hubungan tidak jelas ini lalu dimana letak bersemangatnya gadis itu.

Maxim tidak mengubah ekspresinya, pria itu tetap sama dengan ekspresi datar menatap Aletta "terlalu banyak penolakan" ucap Maxim mendengus.

Aletta menatap pria itu "ya, memang. Seharusnya kau bisa sadar diri atas penolakan yang aku berikan bukan makin menjadi-jadi seperti orang tidak laku memaksaku untuk menjadi kekasihmu" ucap Aletta tertawa remeh pada pria itu.

Maxim tidak tergoyah sedikitpun dengan perkataan gadis itu"Penolakanmu membuatku makin tertantang untuk meluluhkan hatimu yang sudah beku itu? Apa jangan-jangan kau tidak punya hati untuk membalas cintaku? Sangat di sayangkan sekali wanita cantik sepertimu tidak punya hati" kata Maxim geleng-geleng kepala.

"Memang, aku tidak punya hati untuk mencintai manusia" ujar Aletta menyetujui "aku lebih tertarik melabuhkan hatiku kepada uang, ya, aku rasa dengan uang aku bisa melakukan segalanya, mendapat kebahagiaan, dan mungkin membeli bumi ini agar aku bisa hidup tentram dan membuang isinya? Kau tau, aku sangat membenci dunia yang teramat berisik ini" Aletta mendesis kecil.

"Ah ya? Bukannya kau sangat mudah membunuh seseorang tanpa harus berfikir terlebih dahulu, bagaimana jika kau ku tantang untuk membunuhku? Bukankah membunuh seseorang merupakan sebuah hiburan bagi seorang psikopat? Apa kau butuh hiburan, bagaimana jika aku menyerahkan diriku kepadamu untuk kau jadikan sebagai bahan hiburanmu?"Tanya Aletta menawarkan dirinya, ia sudah sangat mantap untuk di eksekusi oleh Maxim. Kapan lagi ia bisa mati mengenaskan seperti itu, di habisi nyawanya oleh laki-laki yang mengaku sebagai kekasihnya, menarik bukan? Aletta jadi ingin merasakan itu daripada ia terus berlarut-larut dengan kehidupan yang semakin hari semakin ia sesali ini.

Maxim mengernyit tidak paham apa yang terjadi dengan wanitanya itu, mengapa obrolannya terlalu jauh seperti ini "kau punya masalah? Ceritakan. Aku akan membantumu melewati masalah itu, jangan bertindak konyol dengan berfikir kau akan mati untuk lari dari masalahmu" ujar Maxim tidak suka dengan perkataan gadis itu, jika ada masalah mengapa tidak di selesaikan saja bukannya mencari celah untuk mati dan kau terbebas dari masalah itu.

Aletta tersenyum tipis "aku tidak mengapa, sebaiknya kau pergi dari sini, sepertinya karena kau ada di sini membuatku menjadi tidak bisa berfikir jernih" balas Aletta mengusir pria itu dari hadapannya.

Maxim menghela nafasnya "Aku sudah berbaik hati menawarkan diriku untuk menjadi tempat curhatmu tetapi kau tidak menghargai malah mengusirku seperti ini"ujar Maxim berdiri dari duduknya.

Aletta memutar bola matanya malas "bukankah aku tadi memintamu untuk membunuhku, tetapi kau malah menyuruhku untuk curhat? Kau tidak mengindahkan permintaanku untuk apa aku bercerita kepadamu, tentunya tidak akan berguna jika aku bercerita kepadamu"

"Kau pikir dengan mati kau bisa terbebas dengan masalahmu?" Tanya Maxim berdiri menghadap gadis itu.

Aletta mengangguk "kurasa begitu, dengan mati nyawa akan hilang begitupun dengan masalah, bukan? Makanya aku memilih ingin mati saja sekarang, bisakah kau mengabulkan keinginaku untuk mati?" Tanya Aletta mendongak menatap wajah pria itu.

"Aku tidak akan pernah mengabulkannya untukmu"

Aletta berdecak "kau sangat lemah sekali, padahal itu pekerjaan yang gampang bagimu, kau tinggal menembakkan pistol di kepala atau dadaku" ujar Aletta.

Maxim menghembuskan nafas kasar "terserahmu" ujarnya keluar dari ruangan Aletta. Bagaimana bisa ia mengindahkan permintaan gadis itu? Permintaan yang tidak masuk akal, membunuh orang yang ia cintai? Dan setelah itu ia gila karena tindakannya begitu? Ah sangat aneh bukan.

Sementara Aletta, gadis itu mengusap gusar kepalanya, ia tidak mengerti apa masalahnya sekarang tetapi yang jelas ia sudah muak dengan hidupnya, ia ingin mati saat ini juga agar tidak lagi merasakan pahitnya kehidupan di hari esok.

Jika harus memikirkan hari esok rasanya ia sudah tak sanggup, menyelesaikan hari ini saja ia sudah ingin angkat nyawa dari bumi ini bagaimana dengan hari esok, dunia ini semakin lama semakin menunjukkan sisi buruknya, entah itu salah satu caranya untuk mengusir sebagian penghuninya entah bagaimana, ah tidak usah di pikirkan yang ada nanti kita gila dengan itu semua tetapi tetap saja bukan? Otak selalu saja mengajak untuk memikirkan hal yang tidak-tidak seperti pertanyaan, kenapa pohon pisang bisa di sebut sebagai pohon pisang? Ah sangat melelehkan jika otak bekerja untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting saja.

****

TBC.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!