"Aku tidak menyangka kau begitu tega padaku. Di saat aku bertugas di luar kota, kau malah selingkuh di belakangku. Aku menyesal karena sudah menikahi wanita sepertimu!"
Devina ditalak dan dituduh telah berselingkuh dengan pria lain yang tak lain adalah sahabat dari mantan suaminya, Marcell. Hidupnya jadi menderita dan terlunta-lunta ketika berpisah dari suaminya. Fitnah keji itu membuat anak kembar yang dilahirkannya harus menanggung beban penderitaan karena keegoisan orang tua. Dalam keadaan serba kekurangan, Devina berdiri sendiri untuk menjadi ibu sekaligus Ayah buat kedua anaknya.
Mampukah Devina melewati segala cobaan yang datang silih berganti dalam hidupnya?
Mungkinkah dia bersatu kembali dengan mantan suami setelah tahu dia memiliki anak yang harus dijaga bersama?
Kisah Devina hanya ada di Noveltoon, dengan judul Bayi Kembar Presdir Tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Akhirnya Mengaku
Pagi-pagi buta, Marcell sudah bersikap untuk pergi dari rumah Devina, dan ingin kembali menemui orang tuanya yang telah menghalangi Remon mengambil barang-barang miliknya.
Melihat anak-anaknya yang masih terlelap dalam tidurnya, ia tidak tega untuk membangunkannya, ia putuskan untuk pergi secara diam-diam, karena tidak ingin membuat anaknya menangis, terutama Azalea yang kini sangat manja dan tidak ingin berpisah dengannya.
"Kamu mau berangkat sekarang?"
Devina meletakkan secangkir kopi hitam di atas meja. Dulu waktu masih menjadi istrinya, ia selalu menyediakan kopi sewaktu bangun tidur, kini ia lakukan hal yang sama, tapi dengan nuansa yang berbeda.
"Iya, mumpung masih pagi, jalanan belum macet, kalau udah siang dikit bisa terjebak macet, bisa lama-lama di jalanan, enakan jalan pagi begini," jawab Marcell dengan meletakkan laptopnya ke dalam tas kerjanya.
Devina merasa canggung, ingin menyiapkan sarapan tapi ia tidak memiliki apapun. Sangat keterlaluan jika ia tidak memberikan sedikit makanan buat pengganjal perut.
"Emm, aku buatin nasi goreng buat sarapan ya? Tapi nasinya sisa semalam."
Marcell menggeleng, menolak niat baiknya, bukan karena ia tak mau makan nasi sisa, tapi ia tidak tega melihat kondisi Devina saat ini.
"Enggak usah repot-repot Vin, ini udah kamu buatin kopi aja aku udah berterima kasih banyak. Mendingan kamu istirahat aja, bukannya semalaman kamu kurang istirahat. Mumpung anak-anak masih tidur, gunakan waktu sebaik mungkin untuk istirahat ya?"
Marcell mengambil dompet di kantong celananya dan menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu pada mantan istrinya. Devina sangat membutuhkan banyak uang, apalagi anaknya lagi demam.
"Ini uang buat belanja. Beli apa aja keperluanmu dan anak-anak. Maaf ya, hari ini aku nggak bisa temani kamu rawat Lea. Bukannya aku ingin menghindar, tapi ada urusan yang tidak bisa kuabaikan."
Devina kembali menyerahkan uang pemberian Marcell. Ia tidak ingin mengharap belas kasihan siapapun, termasuk mantan suaminya.
"Maaf, aku nggak bisa menerimanya. Bawa saja uangmu dan berikan pada orang tuamu yang lebih membutuhkan. Aku nggak papa nggak pegang uang, anak-anak juga tidak membutuhkannya."
Marcell menghela nafas, ia sangat yakin Devina akan menolak pemberiannya, tapi ia lakukan bukan untuk Devina sendiri, tapi ada anak-anak yang perlu diperhatikan.
"Vina, ini uang bukan untukmu saja, tapi gunakan untuk anak-anak, kebutuhan mereka banyak, apalagi Azalea lagi demam. Kasih anak-anak makanan yang bergizi, kalau mereka minta jajan belikan saja, aku tidak mempermasalahkan masalah uang yang kuberikan padamu, ini tidaklah seberapa, ayolah, terima ya, kamu pasti membutuhkannya."
Ragu-ragu Devina menerimanya kembali, tapi jumlahnya yang terlalu besar, dia kembalikan beberapa lembar kepada Marcell.
"Kurasa ini kebanyakan, aku hanya butuh 300.000 saja untuk memeriksakan Lea dan membelikan makanan untuk mereka, sisanya kamu ambil kembali."
Sangatlah tidak tahu diri jika ia menerima banyak uang dari mantan suaminya, walaupun Marcell memberikannya dengan ikhlas karena memiliki alasan bertanggung jawab pada anaknya, tapi tetap saja ia merasa sudah berlebihan.
"Vina, kenapa sih, kamu keras kepala banget! Kalau kamu tidak membutuhkannya oke, Aku tidak akan mempermasalahkannya, tapi setidaknya jangan tolak karena ini aku berikan untuk anak-anak, untuk makan dan jajan mereka. Dengan uang ini kamu bisa membelikan makanan yang enak buat mereka, kamu juga bisa membelikan mainan buat mereka. Lihatlah, di usianya yang masih dini mereka tidak memiliki mainan yang banyak. Apa kamu nggak sedih melihat mereka tak memiliki mainan yang layak?"
Kembali Marcell menyerahkan sisa uang yang dikembalikan Devina. Uang tujuh ratus ribu baginya tidak seberapa, bahkan di saat ia sedang berbelanja bisa menghabiskan banyak uang hingga puluhan juta.
"Hari ini kamu nggak usah masak, pesan aja delivery. Istirahat saja di rumah, nggak usah pergi ke kantor dulu, aku juga sudah membuatkan surat izin untukmu."
Entah harus bilang terimakasih atau tetap bersikeras dengan ego-nya. Walaupun ia berusaha keras untuk membuat Marcell membencinya, tapi pada kenyataannya Marcell tak juga membencinya, malah memberikan perhatian penuh padanya.
"Oh ya, aku nggak pamitan sama anak-anak ya? Mereka masih tidur, aku takut mengganggu istirahat mereka. Lea juga masih lelap, kasihan dia, hampir semalaman nggak mau tidur karena tidak ingin aku tinggalkan, pasti dia bakal nangis saat bangun aku nggak ada di sisinya."
Sebenarnya tidak tega mengabaikan anaknya tanpa berpamitan terlebih dulu, ia yakin pasti akan ada drama saat mereka bangun tidur.
"Sudahlah, nggak papa kok, kamu tinggalin aja, nanti aku bakalan kasih tau kalau mereka udah bangun."
Setelah cukup lama berbincang santai, Marcell memutuskan untuk segera pergi meluncur ke rumah orang tuanya.
***
Kedatangan Marcell langsung disambut oleh Erna dan juga saudaranya yang lain. Erna mentang-mentang di halaman rumah saat mendapati truk yang ingin mengangkut barang-barang di rumahnya masih standby di luar pagar walaupun ia sudah mengusirnya.
"Dasar kumpulan orang-orang tidak tau malu, diusir masih juga tidak mau pergi. Apa aku harus melakukan kekerasan agar mereka mau pergi dari sini!"
Tatapannya tertuju pada Marcell yang baru keluar dari mobil yang terparkir di halaman rumah. Dengan berjalan tergopoh-gopoh Erna langsung menghalangi anaknya yang hendak masuk ke serambi rumahnya.
"Kalau tujuanmu datang kemari hanya untuk mencari keributan, mendingan kamu pergi dari sini, jangan pernah kembali, aku tidak butuh anak pecundang sepertimu!"
Bola mata Marcell terbelalak lebar saat diusir oleh ibunya sendiri. Belum juga masuk ke dalam rumah, ia sudah dibuat kesal oleh orang tuanya.
"Ma, memangnya salah aku ada di mana? Aku datang ke sini hanya untuk mengambil barang-barang milikku, aku tidak ada niatan untuk mengambil barang barang kalian. Lagian aku sudah tidak tinggal di sini, jadi kurasa wajar aja kalau aku mengambil barang-barangku untuk kupindahkan diriku sendiri."
Erna tetap pada pendiriannya, ia ingin mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Ia tak rela Marcell mengambil apapun yang ada di rumahnya.
"Tidak boleh! Apapun yang ada di rumah ini adalah hakku, dan kau tidak berhak untuk mengambilnya, walaupun itu kau beli dengan uangmu sendiri. Jangan coba cari gara-gara dengan aku Marcell, kalau kau masih ingin hidup tenang!"
Seketika raut wajah Marcell berubah muram saat diancam oleh orang tuanya sendiri. Dari situ ia mulai berpikir aneh, ada rasa tak percaya jika ia adalah keturunannya.
"Ma, hanya karena masalah sepele Mama tega mengancamku! Kurasa memang benar, Mama juga yang sudah membuat hubunganku dengan Devina hancur, iya kan? Mama tega membuat foto palsu untuk memfitnah Devina dan mengelabuhiku! Memangnya apa kesalahan Devina pada kalian, tega-teganya kalian melakukan semua ini pada kami!"
Erna maupun Rudi langsung menertawakannya. Seakan-akan mereka sangat puas melihat kehancuran Marcell.
"Iya, memang aku yang sudah mengedit foto Devina. Dari awal aku tidak sudi memiliki menantu murahan macam dia. Kau hanya boleh menikahi Shinta, apapun alasannya, kau harus tetap menikahi Shinta."
tapi kadang heran dengan karakter anak umur 2-3 tahun..bijak amat yaaak