Diandra, gadis cantik yang dibesarkan di panti asuhan. Balas budi membawanya pada perjodohan, yang tidak diharapkan oleh suaminya.
Mampukah Diandra menaklukkan sang suami yang hatinya telah dipenuhi oleh dendam pada wanita karena sebuah perselingkuhan?
Simak, perjalanan cinta Diandra yang diwarnai tawa dan air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Susun
"Tentu nak, kalian bisa berangkat secepat nya. Lagi pula Angga sudah beberapa hari di kota ini, dia harus segera kembali untuk mengurus pekerjaan nya di Jakarta," bu Dewi menyetujui.
"Enggak perlu ikut, merepotkan saja! Aku akan mencari kan informasi nya untuk mu!" Tolak Angga dengan nada ketus.
"Angga,,, enggak boleh bicara ketus seperti itu?" Protes bu Dewi menatap tajam putra bungsu nya. "Pergilah kalian berdua sore ini, seperti nya kalian memang perlu waktu untuk sering bersama agar bisa lebih saling mengenal. Dan kamu Angga,, mama mohon, mulai bukalah hatimu untuk Diandra," titah bu Dewi yang tak mau dibantah.
Angga hanya bisa menyimpan kekesalan di hati nya, dia tak tega membuat sang mama kecewa.
Sedangkan Diandra tersenyum lebar, besar harapan nya untuk bisa segera bertemu dengan sang ayah.
Waktu terus berlalu, berbekal alamat sang ayah kala itu yang tertera dalam buku nikah kedua orang tua nya, berangkatlah Diandra ke kota Jakarta bersama calon suami yang telah dijodohkan kepada nya.
Sepanjang perjalanan, Diandra yang biasa nya enggak pernah bisa diam kini hanya membisu... banyak tanya memenuhi benak nya, seperti apakah rupa sang ayah? Senang kah ayah nya bertemu dengan nya? Atau, apakah ayah nya akan mengakui dia sebagai anak nya atau justru menolak nya? Dan masih banyak pertanyaan lain yang membuat pikiran Didi kelelahan, hingga akhir nya gadis cantik itu terlelap di sepanjang penerbangan nya.
Sedangkan Angga seperti biasa, pemuda berusia matang dengan wajah cool nya itu seperti robot manusia. Minim ekspresi dan bicara nya sedikit, hanya seperlunya saja. Dan sepanjang perjalanan Angga nampak selalu menjaga jarak dengan Didi, bahkan terlihat tak perduli dengan keberadaan gadis cantik yang terpaksa harus duduk di sebelah nya dalam penerbangan karena hanya dua seat itu yang tersisa.
Setelah beberapa lama menempuh perjalanan udara, sampailah kedua nya di Jakarta. Angga berjalan dengan cepat menuju taksi yang berada di luar bandara tanpa bicara sepatah katapun, "hei,, tunggu," seru Didi seraya berlari kecil mengejar Angga, "kakak mau ninggalin Didi sendirian ya di sini?" Protes Diandra tatkala dia telah berhasil mensejajarkan langkah nya dengan Angga.
"Masuk," titah Angga seraya menaiki taksi yang akan membawa nya pulang tanpa memperdulikan protes gadis cantik yang memasang wajah cemberut itu.
Dengan terpaksa Diandra ikut naik ke dalam taksi tersebut, "dasar manusia robot, enggak punya perasaan,," gerutu Diandra masih dengan bibir yang mengerucut.
Angga masih bisa mendengar nya, namun pemuda ganteng itu tak ambil pusing.
"Cepat jalan pak, ke apartemen XX Jakarta Barat," ucap nya kepada sopir taksi.
"Baik mas," jawab pak sopir, dan segera melajukan kendaraan nya membelah jalanan ibukota yang padat.
Langit sudah gelap dan lampu kota di sepanjang jalan menyala terang meramaikan kota Jakarta, kota yang seakan penduduk nya tak pernah beristirahat. Selalu ada saja kegiatan dari penduduk nya yang tak mengenal waktu, dari pagi buta hingga larut malam kota ini tetap saja sibuk.
Beberapa saat kemudian nampak pak sopir mengarahkan laju kendaraan nya memasuki kawasan hunian yang menjulang tinggi, setelah mobil terparkir sempurna di depan lobi apartemen, Angga segera turun dari taksi setelah sebelum nya membayar ongkos taksi tersebut. Lagi-lagi pemuda yang minim ekspresi itu melakukan nya tanpa berbicara, dan segera melangkah masuk ke dalam lobi apartemen.
Diandra segera mengikuti nya turun, "makasih ya pak," ucap nya sopan seraya hendak melangkah mengikuti Angga, tapi sopir taksi menghentikan langkah nya.
"Neng, ini kembalian nya," panggil pak sopir seraya mengulurkan uang pecahan lima puluh ribu dan dua puluh ribuan.
"Ambil aja buat anak bapak," jawab Diandra seraya melambaikan tangan dan bergegas menyusul Angga yang sudah tidak terlihat.
"Makasih neng," teriak pak sopir yang sudah tak dapat di dengar oleh penumpang nya, pasal nya Diandra setengah berlari ketika masuk ke dalam lobi. "Semoga kebahagiaan selalu menyertai langkah neng dan suami neng," do'a tulus pak sopir yang menganggap penumpang nya adalah pasangan suami istri, dia sudah mendapatkan rizqi lebih malam ini dari penumpang nya tersebut.
Di dalam lobi, Diandra mengedarkan pandangan nya mencari sosok manusia robot yang meninggal kan nya begitu saja di tempat yang masih asing bagi nya. "Kemana perginya kak Angga ya?"
Cukup lama Diandra celingak celinguk seperti anak hilang di lobi apartemen yang banyak orang hilir mudik, datang dan pergi entah apa keperluan nya.
Hingga suara bariton seseorang mengagetkan nya, "ayo naik," titah nya tanpa menoleh kearah Diandra.
"Hei,, kakak darimana saja? Didi cari-cari dari tadi, sampai pegel nih mata berkeliling,," protes Didi sambil berlari kecil mengikuti langkah Angga yang lebar-lebar menaiki anak tangga darurat.
"Hebat ya mata kamu, bisa berkeliling sendiri," jawab Angga dengan memicing kan mata nya, sambil terus mempercepat langkah nya menaiki anak tangga.
Diandra menambah kecepatan jalan nya, hingga nafas nya tersengal-sengal. "Bukan berkeliling jalan-jalan kak, tapi mengedarkan pandangan! Dasar manusia robot! Masak mata berkeliling sendiri... hi ngeri! Atau jangan-jangan di rumah susun yang kakak tempati ini ada hantu mata yang suka bergentayangan ya?" Ucap Diandra yang mulai berimajinasi.
"Rumah susun?!" Tanya Angga tak mengerti.
"Iya, di rumah susun ini! Ini rumah susun kan?"
"Apartemen!" Sanggah Angga yang tak rela hunian elite nya dikatakan rumah susun.
"Ck,,, sama aja kali!" Ucap Diandra mencibir. "Kenapa sih orang kaya selalu aja bikin istilah yang ingin menunjukkan perbedaan status sosial nya? Rumah susun saja di bilang nya apartemen, rumah di sebut nya mansion, perumahan dikatakan sebagai cluster! Toh fungsi nya sama aja kan, sebagai tempat berteduh?" Protes nya sambil terus menaiki anak tangga dengan nafas yang semakin tersengal.
"Bukan hanya istilah, tapi memang beda!" Angga kembali menyanggah opini Diandra.
"Kak berhenti," pinta Diandra tiba-tiba. "hunian kakak di lantai berapa sih? Emang enggak ada lift ya? Ini kita sudah melewati tiga lantai loh!" Protes Diandra dengan nafas yang tidak beraturan.
"Di lantai sebelas," jawab Angga nampak tak perduli dengan wajah Diandra yang terlihat kepayahan.
"What?! Kita masih harus naik tangga delapan lantai lagi?" Kembali Diandra protes.
"Siapa yang mau naik tangga? Kamu aja sendiri!" Ucap Angga seraya tersenyum seringai dan berjalan menuju lift.
"Sialan,, aku dikerjain!" Gerutu Diandra sambil mengikuti langkah lebar manusia robot itu menuju lift yang akan membawa keduanya menuju lantai sebelas.
Di dalam lift hanya ada mereka berdua, "kak, kenapa sih ketus banget sama wanita cantik seperti ku," ucap Diandra dengan suara yang di lembut kan.
Angga hanya sekilas melirik dan wajah nya tetap datar, dia sama sekali tak merespon pertanyaan Diandra.
"Dasar manusia robot," lagi-lagi Diandra menggerutu dan mengatai nya sebagai manusia robot, dan lagi-lagi pemuda dingin itu tak mempedulikan nya.
Suasana menjadi hening, hingga mereka tiba di lantai sebelas.
Angga segera keluar dari lift menuju hunian milik nya, yang diikuti oleh Diandra yang mengekor di belakang nya.
Setelah sampai di depan hunian milik nya, Angga membuka pintu dengan kartu akses milik nya. "Istirahatlah, pilih kamar yang kamu suka. Aku tidur di tempat sahabat ku," ucap nya masih berdiri di ambang pintu seraya menunjuk sebuah pintu yang terletak di ujung.
"Didi tidur sendiri?" Tanya Diandra yang sudah masuk kedalam hunian Angga tak percaya.
Angga mengernyit.. "kenapa?"
"Didi takut sendirian.." jawab nya dengan wajah cemas sambil mengedarkan pandangan nya, menelusuri hunian Angga yang cukup luas.
"Lantas?!"
"Ya kakak tidur di sini, temani Didi..." pinta nya merajuk.
"Kita ini orang lain, dan tidak etis jika hanya berduaan!" Tolak Angga dengan tegas.
"Ya udah, suruh saja sahabat kak Angga juga tidur di sini.. jadi kita ramai-ramai," pinta Didi terus memohon.
"Dasar gadis ingusan, sendirian aja masih takut... sok-sokan mau nikah!" Gerutu Angga seraya memutar bola mata malas, namun dia menyetujui juga permintaan gadis yang dikatai nya masih ingusan itu.
Angga kemudian menghubungi sahabat nya melalui sambungan telpon.
.tp ak ky blum bca yng ini ap sudh lupa soalny..hp kmren rusk.ini hp bru jd crta yng sudh prnh ak bca mlah d ulang tp klo dh inget crtanya ak lwti..tp klo kluarga alamsyah smua sudh ak bca..