NovelToon NovelToon
Alas Mayit

Alas Mayit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Hantu / Iblis
Popularitas:45
Nilai: 5
Nama Author: Mr. Awph

​"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
​Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
​Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5: Rongga perut sang ayah

Pria tua itu meraih tangan Baskara dan memasukkannya ke dalam perutnya yang terbuka secara paksa. Rasa hangat yang menjijikkan dari cairan dalam tubuh serta aroma besi dari darah segar langsung membungkus jemari Baskara hingga ke pergelangan tangan.

Baskara berusaha menarik lengannya kembali namun kekuatan pria tua itu sangat luar biasa dahsyat meskipun tubuhnya tampak sudah ringkih dan membusuk. Ia merasakan jemarinya menyentuh sesuatu yang keras dan berdetak di dalam rongga perut yang gelap tersebut secara berulang-ulang.

Arini berdiri di sudut ruangan sambil memegang sebuah lampu minyak yang apinya berwarna biru pucat tanpa mengeluarkan hawa panas sedikit pun. Ia menatap kejadian itu dengan tatapan datar seolah sedang menyaksikan prosedur medis yang sangat biasa di meja operasi.

"Lepaskan aku, Ayah! Apa yang sebenarnya kamu cari di dalam tanganku?" teriak Baskara dengan suara yang pecah karena rasa takut yang luar biasa.

Pria tua itu tidak bersuara namun rongga dadanya mengeluarkan bunyi berderak seperti kayu yang patah secara terus-menerus. Ia menarik tangan Baskara lebih dalam lagi hingga pundak Baskara menempel pada pinggiran meja batu nisan yang sangat dingin dan kasar.

"Dia tidak mencari apa pun, dia hanya ingin memberikan apa yang seharusnya menjadi milikmu sejak lama," ucap Arini dengan suara yang bergema di ruangan sempit itu.

Baskara merasakan sebuah benda tajam mulai menggores telapak tangannya dari arah dalam perut pria tua tersebut dengan sangat lambat. Rasa perih itu menjalar hingga ke otaknya dan memicu kilasan ingatan tentang hari di mana ayahnya pamit untuk menjalankan misi terakhir di hutan ini.

Ia melihat ayahnya menyembunyikan sebuah kunci perak di bawah kulit telapak tangannya sendiri sebelum berangkat menuju Alas Mayit yang sangat angker. Kini, benda tajam yang ia rasakan di dalam perut itu mulai merobek kulit telapak tangannya untuk menyatu dengan dagingnya sendiri secara paksa.

"Cukup, Ayah! Aku tidak menginginkan warisan terkutuk ini jika harganya adalah nyawamu!" rintih Baskara sambil memejamkan mata rapat-rapat.

Pria tua itu tiba-tiba melepaskan cengkeramannya dan membiarkan Baskara jatuh terduduk di atas lantai yang penuh dengan genangan ulat putih yang menggeliat. Baskara melihat telapak tangannya kini memiliki jahitan baru yang sangat rapi namun mengeluarkan cahaya keemasan yang redup secara berulang-ulang.

Arini berjalan mendekat dan menaruh lampu minyaknya tepat di atas dada pria tua yang kini sudah tidak bergerak lagi dan tampak seperti mayat biasa. Ia mengambil sebuah kain kafan bersih dari balik jubahnya dan mulai menyeka sisa-sisa darah yang ada di wajah Baskara dengan sangat lembut.

"Kunci itu sudah berada di tempat yang tepat, namun kamu harus membayar harganya sekarang juga," bisik Arini tepat di depan wajah Baskara.

Baskara belum sempat bertanya ketika seluruh dinding ruangan yang terbuat dari jalinan rambut manusia mulai bergerak mengerut dengan sangat kencang. Jam-jam dinding yang tadinya bergerak liar mendadak berhenti secara serentak dan mengeluarkan suara dentang yang sangat memekakkan telinga.

Langit-langit ruangan itu perlahan turun dan berubah menjadi ribuan jarum panjang yang siap menghujam tubuh Baskara dan Arini kapan saja. Baskara mencoba berdiri namun kakinya yang retak masih terasa sangat lemah dan bergetar hebat setiap kali ia mencoba menahan beban tubuhnya.

"Lari ke arah pintu itu, Baskara, atau kita akan mati tertusuk di dalam ruang waktu ini!" perintah Arini sambil menarik lengan Baskara dengan paksa.

Mereka berlari menuju sebuah celah kecil di sudut ruangan yang mulai tertutup oleh tumpukan tengkorak manusia yang bergerak jatuh dari dinding. Baskara merasakan jarum-jarum dari langit-langit mulai menyentuh pundaknya hingga mengeluarkan tetesan darah merah yang sangat kental dan panas.

Sesosok mahluk peniru yang memiliki wajah sangat mirip dengan ibu Baskara tiba-tiba muncul di depan celah pintu tersebut sambil merentangkan kedua tangannya. Mahluk itu menangis tersedu-sedu dan memanggil nama Baskara dengan nada suara yang sangat lembut serta penuh dengan kerinduan yang mendalam.

"Baskara, anakku, jangan tinggalkan ibu sendirian di tempat yang sangat gelap dan dingin ini," ucap mahluk peniru itu sambil meneteskan air mata hitam.

Baskara terhenti mendadak karena hatinya merasa sangat hancur melihat sosok yang sangat ia sayangi berada dalam kondisi yang memprihatinkan seperti itu. Ia mengulurkan tangannya yang baru saja dijahit untuk meraih jemari ibunya tanpa menyadari bahaya yang sedang mengintai di balik senyuman mahluk tersebut.

Arini segera menghantam tangan Baskara dengan batu mustika merah hingga cahaya keemasan di telapak tangan Baskara terpancar dengan sangat terang. Mahluk peniru itu menjerit kesakitan saat cahaya tersebut membakar kulit wajahnya hingga mengelupas dan memperlihatkan wajah asli yang berupa tengkorak busuk.

"Itu bukan ibumu, itu adalah mahluk pemakan ingatan yang akan menghisap jiwamu sampai habis!" bentak Arini sambil mendorong Baskara masuk ke dalam celah pintu.

Mereka terjatuh ke dalam sebuah lorong gelap yang lantainya terasa seperti lidah manusia yang sangat besar serta selalu basah oleh lendir. Suara detak jantung yang sangat keras kembali terdengar dan kali ini getarannya membuat dinding lorong tersebut mengeluarkan keringat darah secara terus-menerus.

Baskara melihat ke arah telapak tangannya yang kini berdenyut kencang seolah-olah kunci di bawah kulitnya sedang mencoba untuk berkomunikasi dengan lorong ini. Setiap denyutan itu menimbulkan rasa panas yang luar biasa hingga membuat Baskara ingin mengamputasi tangannya sendiri demi menghilangkan penderitaan tersebut.

"Kita sedang berada di dalam tenggorokan hutan ini, dan ia mulai merasakan keberadaan benda asing di dalam tubuhmu," ucap Arini sambil terus berlari.

Dinding lorong mulai menyempit dan mengeluarkan cairan asam yang sangat menyengat hingga membuat pakaian seragam tim SAR yang dikenakan Baskara mulai hancur berlubang. Baskara merangkak dengan cepat meskipun napasnya terasa sangat sesak karena kadar udara yang semakin menipis di dalam lorong daging tersebut.

Di ujung lorong, mereka melihat sebuah lubang cahaya yang sangat terang namun lubang itu terus mengecil seiring dengan gerakan menelan dari hutan tersebut. Baskara menggunakan seluruh sisa tenaganya untuk melompat sementara Arini mendorong punggungnya dari belakang dengan kekuatan yang sangat luar biasa.

Baskara berhasil melewati lubang tersebut dan mendarat di atas tumpukan daun kering yang terasa sangat tajam seperti silet di seluruh permukaan kulitnya. Namun, saat ia menoleh ke belakang, ia menyadari bahwa Arini tidak ikut keluar dan lubang cahaya itu sudah tertutup rapat sepenuhnya.

Baskara melihat Arini terjebak di dalam dinding daging yang kini perlahan mulai mengunyah tubuh wanita itu dengan suara kunyahan yang sangat renyah.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!