NovelToon NovelToon
Pelukan Untukmu ASHILLA

Pelukan Untukmu ASHILLA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Beda Usia / Gadis nakal / CEO / Duniahiburan / Cintapertama
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: MissSHalalalal

Ashilla, seorang buruh pabrik, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga demi menutupi utang judi ayahnya. Di balik penampilannya yang tangguh, ia menyimpan luka fisik dan batin akibat kekerasan di rumah. Setiap hari ia berjuang menembus shift pagi dan malam, panas maupun hujan, hanya untuk melihat gajinya habis tak bersisa.
Di tengah kelelahan, Ashilla menemukan sandaran pada Rifal, rekan kerjanya yang peduli. Namun, ia juga mencari pelarian di sebuah gudang kosong untuk merokok dan menyendiri—hal yang memicu konflik tajam dengan Reyhan, kakak laki-lakinya yang sudah mapan namun lepas tangan dari masalah keluarga.
Kisah ini mengikuti perjuangan Ashilla menentukan batas antara bakti dan harga diri. Ia harus memilih: terus menjadi korban demi kebahagiaan ibunya, atau berhenti menjadi "mesin uang" dan mencari kebebasannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MissSHalalalal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5 : SEPULUH JUTA

Pukul tujuh malam, aku mencium punggung tangan Ibu. Ia menatapku dengan mata penuh harap, seolah aku adalah satu-satunya pelampung di tengah badai yang menenggelamkan keluarga kami.

Perjalanan ke pabrik biasanya hanya butuh waktu tiga puluh menit, tapi malam ini aku butuh persinggahan sebelum sanggup menghadapi kenyataan.

Tujuanku bukan langsung ke warung depan pabrik, melainkan sebuah gudang tua di pinggiran kota. Tempat itu lembap dan berbau debu, tapi di sanalah aku merasa paling bebas.

Aku memacu motor tuaku menuju pinggiran kota, ke sebuah gudang tua yang tersembunyi di balik deretan ruko kosong. Tempat itu adalah suaka bagiku. Tempat di mana identitas sebagai “anak baik” bisa ku tanggalkan sejenak.

Sesampainya di sana, suara musik remix pecah terdengar samar dari dalam. Aroma lembap, debu, dan bau tajam menyambut indra penciumanku. Di sudut ruangan, Andra duduk di atas ban bekas, dikelilingi beberapa kawan lain. Botol-botol kaca berserakan di lantai semen yang retak.

“Shilla datang! Sini, Shill, cuaca lagi busuk, butuh penghangat?” seru salah satu dari mereka.

Aku duduk di samping Andra. Tanpa banyak bicara, aku meraih botol yang disodorkan. Cairan pahit itu membakar tenggorokanku, tapi setidaknya ia memberikan rasa hangat yang semu. Aku menyalakan sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam sampai dadaku sesak, lalu mengembuskan asapnya ke udara—berharap masalah Ayah ikut terbang

bersamanya.

“Tumben, Shill. Mukamu kusut sekali,” sapa Andra sambil menyodorkan sebotol minuman.

Aku tidak menjawab. Aku duduk di sampingnya, menghisap rokok dalam-dalam, berharap rasa sesak di dadaku ikut terbakar habis. Aku juga meneguk minuman itu lagi untuk menghilangkan gejolak didada.

Di lingkaran ini, aku adalah satu-satunya perempuan. Orang mungkin menganggapku rendah karena bergaul dengan gerombolan “berandalan” ini. Tapi bagi aku, mereka jauh lebih jujur daripada Ayah. Mereka pernah menjagaku saat aku mabuk tak sadarkan diri, tanpa pernah sekali pun menyentuhku dengan kurang ajar. Mereka tahu kehormatanku adalah harga mati yang mereka jaga.

“Ayah kena angkut polisi lagi, Ndra,” ucapku lirih di tengah kepulan asap.

Andra mengembuskan napas panjang. “Aku sudah dengar, Shill. Kabar di jalanan lebih cepat sampai daripada berita TV.”

Tanpa banyak bicara, ia merogoh kantong jaketnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan. “Cuma ada satu juta. Ambil. Jangan pikirkan cara mengembalikannya sekarang.”

Aku menatap uang itu dengan mata berkaca-kaca. Teman yang dianggap sampah oleh masyarakat justru yang lebih dulu mengulurkan tangan.

“terima kasih ndra,” aku memeluk erat sahabat ku itu.

“Sudah, jangan nangis.” Andra mengusap puncak kepalaku dengan kasar namun tak menyakitkan.

“sudah berseragam. Mau berangkat kerja?” tanya Andra menenangkan ku.

“Iya. Aku harus berangkat sekarang. Sudah pukul delapan.” Aku melihat jam di ponsel ku. Sudah ada notifikasi pesan masuk dari mas rifal.

“kerja yang rajin.” Andra menepuk bahu ku.

“Ndra, makasih ya. Aku janji bakal balikin secepatnya.”

“sudah. Jangan pikirkan itu.”

Aku pergi keluar dari gudang, sebelum itu aku menyalami mereka semua yang ada di sana. Itu sudah menjadi tradisi kita.. dan ternyata itu membuat pertemanan kita menjadi sangat

kuat.

**

Pukul delapan malam tepat. Efek minuman tadi membuat kepalaku sedikit ringan, tapi kakiku masih sanggup menapak dengan tegak. Aku tiba di warung dekat pabrik, tempat Mas Rifal sudah menunggu.

Mas Rifal, senior yang selalu tampil rapi dengan seragam pabrik yang licin, tampak kontras dengan suasana warung yang hiruk pikuk. Begitu aku duduk di depannya, ia tidak langsung menyapa. Matanya yang tajam menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Lalu, ia mengernyitkan dahi. Ia mendekat, hidungnya mengendus udara di sekitarku.

“Shilla?” suaranya rendah, sarat akan kecurigaan.

Aku hanya diam, mencoba mengatur napas agar bau alkohol tidak terlalu menyengat. Tapi bau rokok yang menempel di rambut dan bajuku tidak bisa berbohong.

“Kamu dari mana? Bau rokok dan alkohol ini... bukan Cuma di bajumu, tapi dari mulutmu,” ucap Mas Rifal dengan nada kecewa yang kental. “Kamu yang kukenal di pabrik bukan perempuan seperti ini.”

Aku menatapnya dengan mata yang mulai memerah, bukan hanya karena alkohol, tapi karena lelah menahan beban. “Mas Rifal kenal aku sebagai apa? Mesin yang diam di bagian produksi? Ini aku, Mas. Shilla yang sebenarnya. Shilla yang hidupnya hancur karena ulah ayahnya sendiri.”

Akhirnya, semua tumpah. Aku menceritakan semuanya. Tentang Ayah yang tertangkap narkoba, tentang Ibu yang menangis memohon bantuan, tentang Mas Reyhan yang hanya bisa memberi separuh, dan tentang keputusasaan ku mencari sisa lima juta lagi.

Mas Rifal mendengarkan tanpa memotong. Wajahnya yang semula tegang perlahan melunak, namun ada guratan kesedihan di sana.

“Kenapa harus dengan cara merusak dirimu sendiri, Shilla?” tanyanya pelan, tangannya bergerak seolah ingin menyentuh jemariku tapi ia ragu.

“Karena di sana tidak ada yang menuntut ku menjadi sempurna, Mas,” jawabku jujur.

Dunia di sekitarku terasa sedikit berputar. Efek minuman dari gudang tadi membuat keberanianku naik ke permukaan, namun di depan Mas Rifal, aku merasa seperti pencuri yang tertangkap basah. Ia masih menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan—campuran antara terkejut, kecewa, dan iba.

“Sejak kapan, Shilla?” tanyanya pelan. Suaranya hampir tenggelam oleh deru mesin pabrik yang mulai memanaskan suasana malam.

Aku mengusap wajahku kasar, mencoba mengusir sisa pening. “Sejak hidupku nggak pernah memberi aku pilihan lain, Mas.”

Aku menarik napas panjang, mencoba menetralkan aroma rokok yang mungkin masih keluar dari setiap kata yang ku ucapkan. “Ayah ditangkap lagi, Mas. Kali ini narkoba. Ibu hancur. Mas Reyhan Cuma bisa bantu lima juta, padahal jaminannya sepuluh juta.”

Mas Rifal terdiam, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kayu yang berminyak.

“Aku sudah berusaha, Mas,” lanjut ku dengan suara bergetar. “Tadi aku ke gudang, curhat ke Andra. Dia orang baik, Mas, jangan lihat dari luarnya saja. Dia langsung kasih aku satu juta. Gaji aku bulan ini tiga juta. Semuanya mau aku kasih ke Ibu. Tapi...” aku menunduk, “masih kurang satu juta lagi untuk genap sepuluh juta.”

Mas Rifal menghela napas panjang, seolah sedang melepaskan beban yang berat dari pundaknya sendiri. Ia merogoh dompet, mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah yang masih kaku. Ia menghitungnya perlahan, lalu menyodorkannya di atas meja ke arahku.

Bukan satu juta. Tapi dua juta.

Aku tertegun, menatap tumpukan uang itu bergantian dengan wajah Mas Rifal. “Mas, aku Cuma butuh satu juta lagi. Ini kebanyakan.”

“Ambil saja, Shilla,” ucapnya tegas namun lembut. “Satu juta untuk menutupi kekurangan jaminan Ayahmu. Satu jutanya lagi... simpan. Itu untuk peganganmu. Kamu butuh makan, butuh bensin, dan Ibu butuh uang dapur. Jangan sampai kamu kasih semua gajimu lalu kamu sendiri kelaparan dan lari ke tempat-tempat seperti itu lagi hanya karena nggak punya uang.”

Mataku memanas. Di saat aku merasa dunia sangat pelit memberiku kebahagiaan, Mas Rifal justru memberi lebih dari yang ku minta. Padahal, aku datang menemuinya dalam keadaan yang sangat berantakan—berbau alkohol dan asap rokok.

“Mas, aku akan ganti. Aku janji akan cicil setiap bulan,” bisikku sambil meraih uang itu dengan tangan gemetar.

“Jangan pikirkan itu sekarang. Yang aku minta Cuma satu,” Mas Rifal memajukan duduknya, menatapku tepat di mata. “Cukup malam ini aku lihat kamu seperti ini. Besok-besok, kalau kamu merasa dunia terlalu berat, datang ke aku. Cerita. Jangan cari botol atau rokok lagi. Kamu itu perempuan berharga, Shilla. Jangan biarkan masalah Ayahmu mengubur harga dirimu.”

Aku terisak kecil. Kata-kata Mas Rifal menghujam lebih dalam daripada omelan Mas Reyhan. Rasanya seperti ada seseorang yang akhirnya melihatku bukan sebagai beban, tapi sebagai manusia yang sedang lelah.

“Makasih, Mas... Makasih banyak.”

“Sudah, simpan uangnya baik-baik. Cuci mukamu di kamar mandi warung ini sebelum masuk gerbang. Pakai minyak wangi kalau ada. Aku nggak mau kamu kena masalah dengan personalia karena bau alkohol,” pesannya sambil berdiri.

Aku mengangguk patuh. Saat aku berjalan menuju toilet warung, aku sempat menoleh ke arahnya. Mas Rifal masih berdiri di sana, memperhatikanku dengan tatapan melindungi.

Malam ini, aku punya sepuluh juta di dalam tas kecilku. Uang yang terkumpul dari keringat kakaku, kebaikan hati seorang preman jalanan, dan ketulusan seorang pria yang diam-diam memperhatikanku. Tapi di balik itu semua, ada rasa sesak yang belum hilang: Kenapa harus aku yang menanggung semua kekacauan yang dibuat oleh laki-laki yang ku panggil Ayah.

...****************...

Bersambung...

1
partini
Erlangga kau buang Berlian kau ambil batu kali
partini
ehhh nongol tuh Kunti,kata mati kecelakaan?
wah ga mati ini cuma pergi ma lelaki lain ,,
kalea rizuky
tolol harusnya lu sebagai orang tua jujur biar erlangga gk goblok lagi
partini
ahhh jadi seperti itu ,hemmm maklum lah cinta mata MEREM hati tertutup jadinya y agak ni BEGE PLUS IDIOT tetang cinta ,ya susah ga bakal percaya apa lagi tuh sarah dah methong terkecuali ada video Ina inu
partini
Erlangga ko bisa jadi kaya gitu karena wanita,,saking cintanya atau saking dalam lukanya sih Thor aku ngeh bacanya kah
kalea rizuky
biarin ibumu mati bapak mu mati qm bebas sila goblok
kalea rizuky
keluarga tolol. ini. novel paling konyol yg q baca
kalea rizuky
lu yg aneh sila uda tau orang gila lu berkorban demi ibu lu yg goblok itu
kalea rizuky
ibuk goblok
kalea rizuky
emakmu aja gatel tkut kehilangan laki. mokoondo biar aja di penjara lahbuk suami. g guna mati aja lu biar anakmu bebas keluar dr situ jd ibu nyusain doank lu
kalea rizuky
bodoh itu ibumu laki. goblok. kok di piara cerai lah nyusain anak aja buk lu itu
Meris
Maaf thor kalimat perkalimat Ashilla terlalu mendramatisir...
MissSHalalalal: terima kasih banyak atas sarannya kak. akan aku di perbaiki di bab berikutnya🙏
total 1 replies
Meris
Shilla ini aneh .lha wong dia yg menyerahkn diri...koq malah dia yg penuh drama
partini
aku baca sinopsisnya udah nyesek mulai baca bab satu Weh tambah nyesek
MissSHalalalal: jangan lupa baca sampai akhir ya kak🙏
total 1 replies
Iis Amoorea
panggung kehidupan....bikin mewek
MissSHalalalal: terimakasih kak🙏 semoga suka dengan karya saya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!