Mereka sama-sama pendosa, namun Tuhan tampaknya ingin mereka dipertemukan untuk menjalani cinta yang tulus.
Raka dan Kara dipertemukan dalam suatu transaksi intim yang ganjil. Sampai akhirnya keduanya menyadari kalau keduanya bekerja di tempat yang sama.
Kara yang supel, ceria, dan pekerja keras. Berwatak blak-blakan, menghadapi teror dari mantan suaminya yang posesif. Sementara Raka sang Presdir sebenarnya menaruh hati pada Kara namun rintangan yang akan dihadapinya adalah kehilangan orang terpenting di hidupnya. Ia harus memilih antara cintanya, atau keluarganya. Semua keluarganya trauma dengan mantan-mantan istri Raka, sehingga mereka tidak mau lagi ada calon istri yang lain.
Raka dan Kara sama-sama menjalani hidupnya dengan dinamika yang genting. Sampai akhirnya mereka berdua kebingungan. Mengutamakan diri sendiri atau orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Four
Kara memang berhasil kabur pulang kemarin sebelum teman-temannya bertanya lebih lanjut mengenai kejadian di ruang meeting audit. Ia pun juga menonaktifkan ponselnya agar dapat tidur nyenyak.
Semalam di kos-an dia hanya nonton Drakor sambil berharap rasa panas di dadanya sembuh.
Kenapa ia cemburu saat tahu Raka memiliki 3 mantan istri yang masih memiliki pengaruh di perusahaan?
Entahlah, Kara merasa ia jadi sangat aneh dan sangat sensitif setelah perceraian tahun lalu.
Pagi ini saja ia datang dengan waktu yang mepet karena ingin hari-harinya stabil.
Meeting besar seluruh pejabat, namun tim Inti Auditor semua diundang termasuk Kara. Untuk melancarkan rencana Raka yang kemarin dibicarakan.
“Kara kamu baru datang?” Pak Sugito menghampiri Kara sambil menggenggam lengan wanita itu.
“Maaf Pak. Saya belum mengabari. Saya hanya ingin menenangkan diri.”
“Semua sudah berada di ruang meeting. Dan kemarin saya berdiskusi lanjutan dengan Pak Yudhis dan Pak Elang.” kata Pak Sugito.
“Oh, jadi kalian sebenarnya sudah mengendus adanya tersangka?” begini tebakan Kara.
Pak Sugito tersenyum lembut ke Kara dan lalu menariknya ke arah tangga darurat. “Mari kita kesampingkan masalah itu dulu ya Kara.” desisnya dengan suara rendah. “Jadi, ini tahun terakhir saya bekerja di sini, tahun depan saya akan resmi pensiun.”
“Ah, benar juga Pak. Ya ampun, saya lupa…” Kara menggenggam tangan Pak Sugito dengan penuh ketulusan. Dirutnya ini sangat baik dan mengayomi.
“Saya sudah mengenal kamu sejak kamu muda dan naif, sampai sehebat sekarang, bahkan kemampuan kamu menyamai Gita. Saya tahu persis darimana Gita mendapatkan kepercayaan dirinya. Terlebih setelah kamu bercerai, kamu jadi lebih fokus bekerja.”
“Ya Pak.”
“Jadi… karena kamu sebelumnya tampak sudah mengenal Pak Yudhis dengan baik, entah dimana kalian bertemu tapi kalian bicara seakan sudah kenal sangat lama. Jadi kemarin saya memberanikan diri untuk menitipkan kamu.”
“Menitipkan saya?”
“Ya, seandainya ada posisi yang lebih baik, yang lebih aman, dan sesuai dengan kepribadian kamu yang detail ini. Terlebih, kamu janda, kamu yatim piatu, kamu juga masih muda. Saya percaya kalau kamu bukan milik Divisi Audit. Tapi divisi yang lain.”
“Ah…” Kara sangat terharu mendengarnya.
“Sejak lama kamu menyarankan untuk merombak area Finance dan Marketing, Ingat? Namun saya tidak bisa bergerak karena di saat itu Pak Yudhis masih terikat pernikahan dengan Istri Ketiganya.”
“Caitlyn… dia lah sumbernya.”
“Ya. Dugaan saya begitu. Caitlyn dulu adalah Kadiv Finance. Dekat dengan Bu Annisa, jadi dia dijodohkan dengan Pak Yudhis. Dan mereka menikah.”
“Saya dulu tidak mengenal mereka semua. Saya masih ODP, trainer, tapi saya bisa mengendus adanya ketidakberesan.”
“Kamu karyawan dengan prestasi terbaik, angka kelulusan tertinggi. Tentu kamu tahu ada yang tidak beres. Doakan rapat hari ini berjalan baik ya Kara, saya ingin pensiun dengan tenang.”
Kara pun menarik nafas panjang. lalu mengangguk pelan
“Rencana pensiun mau garap apa pak?” bisik Kara.
“Ternak ayam hihihi!” kekeh Pak Sugito.
**
“Apa ini? Kok angkanya berantakan?!” desis Raka saat Divisi Finance menyajikan kinerja mereka tahun ini.
“E-m-m-eh ini adalah penyajian data tahun lalu, Pak. Saat kami menghadapi perang dagang antara Amerika dan China, kami tetap bertahan dengan profit sekitar-”
“Berani sekali kalian menyajikan laporan keuangan inhouse pada saya?!” sembur Raka.
Semua langsung diam.
“Kalian pikir 200miliar itu recehan sampai saya tidak layak disajikan yang audited ya?”
Semua masih diam.
“Lalu kalian menyajikan laporan sebelum dikurangi pajak? Sekali lihat saja saya langsung tahu ebitdanya salah rumus!” Ia berteriak marah.
Kara pun mengerang. Timnya, Tim Audit, sudah berulang kali tak terhitung jumlahnya memberikan laporan ke Divisi Finance yang bermasalah itu untuk memperbaiki pelaporan keuangan agar sesuai dengan PSAK yang berlaku. Lah mereka malah tidak pernah berkoordinasi dengan Divisi Akunting. Malah membuat hitungan sendiri, dan disesuaikan dengan pemahaman mereka sendiri. Dipikir perusahaan ini milik nenek moyang dia kali ya?!
“Ya Pak,” Kepala Divisi Finance berusaha memberi penjelasan. “Kami memiliki penghitungan yang sedikit berbeda dengan Divisi Akunting karena tugas kami adalah penghimpunan dan pendistribusian data. Lalu setelah semuanya mencapai kuota, baru kami serahkan ke pihak Akunting untuk disajikan menurut metode yang sesuai dengan-”
“Ya kamu bikin aja perusahaan sendiri kalau kamu maunya begitu!” Pak Yudhis… ehm, Raka, sampai melempar map yang ada di depannya ke Kepala Divisi Finance.
Kara bisa mendengar Kepala Divisi Akunting yang duduk di depannya berbisik ke rekan kerjanya. Artinya kurang lebih “Dah pernah gue bilang ke mereka…”
“Tapi penyajian data yang seperti ini sudah ada sejak zaman-”
“Kamu nih tahu tidak kenapa Tante saya sampai pensiun? Karena ketimpangan dana terlalu besar. Manajemen curiga karena ada selisih yang tidak tertangani selama 10 tahun belakangan. Dan untuk itulah saya di sini. Saya blak-blakan aja yah di depan kalian semua. Kalau kami mencurigai adanya anomali di balik semua laporan kalian.”
Dengan kata lain, Yudhistira Raka curiga kalau terjadi penggelapan dana secara massal.
“Menggelontorkan dana 200 miliar tidak sulit untuk saya. Yang sulit adalah mengontrol kemana dana saya didistribusikan.” katanya.
Semua menunduk.
Hanya Kara yang duduk tegak, karena ia sedang berpikir kenapa dana 200 miliar itu baru digelontorkan sekarang di saat Bu Annisa di owner lama pensiun. Dan benarkah dia pensiun? Atau malah dipensiunkan? Masa sih beliau tidak terlibat di hal seperti ini?
sialnya, matanya dan mata Raka malah saling menangkap.
Raka pun tesenyum licik mendapati Kara ada di antara hadirin.
Kara langsung melotot mengancamnya agar tidak macam-macam.
“Kara, sini kamu!” dan ia pun berujar begitu.
Kara diam.
tegang.
semua mata langsung menoleh ke arahnya.
semua.
dari pejabat, manajemen, sampai para staff.
dalam sekejab, namanya disebut oleh orang paling berpengaruh di perusahaan itu.
Kenapa namanya disebut?
Kenapa?!
Kenapa tidak orang lain saja? Secara dia hanya Staff Audit di sana!
Ini sih, positif Raka masih kesal dengan sindiran mengenai ketiga istrinya kemarin!
“Sa-saya Pak?” Kara bertanya tak yakin.
“Ya kamu. Divisi Audit. Kecuali nama kamu sudah berubah bukan Kara lagi.”
Kara mengerang kesal.
dan pasrah saja.
Ini gara-gara Om Rayan! Kenapa bukan dia saja yang datang?! Kenapa harus pria bernama Raka ini yang datang?! Pokoknya harus ada yang disalahkan!
Kara pun akhirnya berdiri dan berjalan ke depan, ke arah ujung meja tempat dimana kursi panas bertengger.
Raka berdiri lalu menepuk-nepuk kursinya.
“Duduk sini.”
“Hah?!’ Kara melongo.
Tapi Raka hanya tersenyum padanya sambil menatapnya dengan tajam.
Kara pun duduk di kursi itu dengan ragu.
Kursi Pejabat Perusahaan.
Presiden Direktur Induk Perusahaan.
Bahasa Novelnya, CEO.
ketahuan
udahhhh
gas.. dapat restu dr sahabat dan seng mantan gebetan
jutek, g senyum, ngomong asal2an. dari novel ini saya belajar cara bersikap, belajar bahasa2 gaul, singkatan gaul yg saya juga g paham bahasa anak muda sekarang.
keren bagus novelnya
buaaagusssss
Beraninya sm perempuan? di depan umum lagi? Waahhh kasus inih! 😠🤨🧐