Awalnya pura-pura, lama-lama jadi cinta. Aku, Renata Priyanka, menghadapi kenyataan hidup yang tidak terduga setelah calon suamiku memutuskan hubungan satu minggu sebelum pernikahan.
Untuk memperbaiki nama baik keluarga, kakek mengatur pernikahanku dengan keluarga Allegra, yaitu Gelio Allegra yang merupakan pria yang terkenal "gila". Aku harus beradaptasi dengan kehidupan baru dan konflik batin yang menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anak Balita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dighosting
25 Maret 2025, sore.
Seperti biasa, itu adalah jam dimana aku pulang dari kantor. Aku baru sadar jika di hari itu, dari pagi sampai sore itu, Edward tidak ada menghubungi ku sama sekali. Tidak, lebih tepatnya dari kemarin siang. Terakhir kali dia menghubungiku adalah saat jam makan siang tanggal 24 Maret.
Aku mengecek ponselku beberapa kali, berharap Edward menghubungi ku di hari itu. Namun, sampai malam tetap tidak ada pesan ataupun panggilan darinya. Aku tetap berfikir positif, mungkin dia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi, aku melewati hari itu dengan tenang.
...----------------...
26 Maret 2025, sore.
Di waktu yang sama, aku baru saja pulang dari kantor perusahaan. Di hari itu juga tidak ada kabar sama sekali dari Edward. Perasaan ku sudah mulai terasa tidak enak, sebenarnya apa yang telah terjadi? Di parkiran, aku terus mencoba menghubungi Edward melalui aplikasi chat.
"Ed, plis lah jangan bercanda kayak gini... Angkat teleponku tolong," aku hampir menangis, ini sudah yang ke-20 kalinya aku menghubungi nya, ponselnya berdering tapi tidak di angkat.
Disaat perasaan ku sedang gundah, Rain datang mengetuk kaca mobilku. Aku mencoba menutupi kegundahan hatiku saat itu, aku tidak mau Rain mengetahui jika calon suamiku yang akan menikah denganku minggu depan tiba-tiba menghilang tanpa kabar selama 2 hari.
"Re, kau tidak mau ikut makan bersama dengan karyawan lain? Bulan ini produk banyak terjual berkat dirimu, masa kau ga ikut? Sekalian kau bisa mengundang karyawan lain yang belum kau undang untuk acara pernikahan mu minggu depan," Rain membujuk.
"Ga dulu deh, perutku tiba-tiba mules, mungkin karena sudah jadwalnya datang bulan. Aku mau langsung pulang, mungkin lain kali aku ikut acara makan-makan bersama kalian," aku menolak.
Rain berdecak, dia mengangguk lalu membiarkanku pergi. "Ku tahu kau pasti pergi ke rumah mahluk itu!" Rain berteriak dari belakang.
Itu tidak ku pikirkan sebelumnya, benar! Seharusnya aku datang ke rumahnya dan mengecek apakah Edward baik-baik saja. Aku berterimakasih kepada Rain karena sudah mengatakan hal itu lebih awal.
Aku bergegas pergi ke warung ramen milik orang tuanya Edward. Berharap aku bertemu dengannya lalu meminta penjelasan darinya. Tapi apa yang ku harapkan tidak terwujud, warung ramen nya tutup, begitu juga dengan rumahnya.
Semuanya terkunci, kosong, dan terlihat seperti tidak ada kehidupan di rumah itu. Semuanya bersih, tidak ada kotak-kotak sayur yang biasanya bertumpuk di depan warungnya. Aku semakin panik, gundah, dan tak tahu harus mencari pria itu dimana.
Di tengah kegundahan dan kesedihan yang ku rasakan, seorang ibu-ibu tetangga kebetulan lewat di lingkungan itu. Aku langsung menghentikan langkahnya dan menanyakan tentang kabar keluar Knightley yang tidak terlihat sama sekali.
"Anu! Permisi Tante!" aku berteriak memanggil ibu-ibu itu dari belakang. Dia menoleh, lalu menatap lekat dari atas hingga bawah tubuhku dengan senyum sinis di bibirnya.
"Iya?" sahutnya.
"Tante, maaf menganggu waktunya sebentar. Kalau boleh tahu warung ramen ini sudah tutup sejak kapan ya? Pemilik nya kemana? Saat dilihat-lihat rumahnya juga sepi dan terkunci rapat, kira-kira mereka kemana?" tanyaku pura-pura menyamar sebagai pelanggan setia warung ramen itu.
Ibu itu menatap ke arah warung ramen yang ku tunjukkan berada di hadapannya. Dia terlihat sedikit berfikir, mungkin mencoba mengingat sesuatu atau mencoba mengarang cerita untuk mengelabuhi ku. Aku menunggu kesaksian darinya.
"Hmm, warung ramen ini sudah tutup sejak 3 hari yang lalu. Aku tidak tahu mereka kemana, tapi saat itu 3 buah mobil datang menjemput mereka. Tidak, lebih tepatnya 1 mobil Doplang, dan dua mobil avans mengkilap parkir di depan sini," kata ibu itu dengan serius.
"Tiga hari yang lalu? Berarti sejak tanggal 23 Maret ya tan? Apa Tante tahu kemana mereka pergi?" aku mengintrogasi ibu itu, karena aku sangat membutuhkan informasi darinya.
"Iya, tapi aku tidak tahu mereka mau kemana. Yang ku tahu, semua peralatan masak dan semua isi rumah sudah mereka bawa pergi, mungkin mereka sudah pindah. Jujur, aku tidak tahu karena aku tidak terlalu akrab dengan keluarga Knightley yang baru pindahan beberapa tahun kemarin," sahut ibu itu dengan sinis menatap rumah Edward yang lebih buluk daripada rumah lain di komplek itu.
"Baik, kalau begitu terimakasih ya Tante atas informasinya. Tante mau pergi kemana? Biar Regi antar," aku menawarkan tumpangan kepadanya. Melihat pakaiannya yang rapi dengan make up yang tebal, sepertinya dia mau pergi ke acara arisan atau apalah.
Ibu itu melirik mobilku, dirasa mahal dan keren, dia mau diantar ke tempat arisannya yang tidak begitu jauh dari sana. Aku mencoba terus tersenyum dan mengantarkan ibu itu dengan selamat, semua temannya heboh karena ibu itu diantar oleh ku.
Saat urusanku sudah selesai mengantar di ibu-ibu mantan tetangganya Edward. Aku menghentikan mobilku di pinggir jalan, aku berfikir keras.
"Pindah rumah? Jangan bercanda!! Sialan! Bajingan kau Edward anak anjing!" aku mengumpat, membanting setir dan aku mengamuk di dalam mobil.
"Huhu, apa yang harus ku lakukan sekarang...? Apa yang harus ku lakukan sial?! Sial! Sial! Sialan!! Aku harus apa sekarang...?" aku sudah sangat putus asa, menangis dan terus mengumpat.
Sebenarnya apa yang Edward pikirkan hingga tega menghilang seperti itu? Dan masalah terbesarnya adalah, minggu depan aku akan menikah dengannya! Jika Edward benar-benar pindah, seharusnya dia bilang kepadaku, berbicara denganku!
Kalau sudah begini, siapa yang bakalan repot? Undangan sudah dijalankan, walau baru sebagian, tapi apa yang akan mereka katakan jika pernikahanku tiba-tiba dibatalkan? Tidak, yang harus ku cari tahu adalah, apa alasan Edward menghilang seperti ini?
Pikiranku kacau, aku tidak bisa memberitahukan hal ini kepada siapapun. Aku mencoba melacak keberadaan Edward hanya dengan skill amatiran yang ku miliki. Dan tentu saja, aku tidak dapat menemukan nya.
Lalu, bagaimana dengan teman? Aku harus bertanya kepada temannya Edward, siapa tahu mereka ada mengetahui sesuatu! Tapi masalahnya adalah, aku tidak mengetahui siapapun teman dari pacarku itu. Dia tidak pernah mengenalkan ku kepada teman-temannya, selama ini aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dan sekarang aku memerlukan mereka.
"Haaa..." aku menghela nafas panjang. Air mataku sudah kering, ini bukan saatnya aku lemah menangisi pria yang menghilang tanpa kabar itu.
...----------------...
TOK! TOK! TOK!
Aku mengetuk pintu rumah sekretaris ayahku yang bernama Berlin (40-an tahun). Hanya dia yang bisa membantuku, setidaknya itulah yang aku pikirkan saat itu. Dia sudah menjadi sekretaris sejak ayahku masih muda, sejak baru dinobatkan menjadi calon direktur utama perusahaan ELICO AI. Mungkin dia bisa ku percaya, tanpa memberitahukan hal itu ke keluargaku.
"Oh?"
Gadis kecil cantik datang membukakan pintu rumah untukku. Dia tampak terkejut saat melihatku, entah aku keliatan aneh, buluk atau gimana, aku tidak tahu. Belum sempat ku sapa, gadis kecil itu langsung berteriak memanggil ayahnya.
"Papa!! Seorang kakak cantik datang mengunjungi rumah kita!" teriak gadis cilik itu langsung berlari meninggalkan ku di depan rumah.
Tak lama kemudian, Berlin datang, dia cukup terkejut saat melihat wajahku berada di depan rumahnya. Dia mengajakku masuk, dengan canggung dia menyajikan secangkir teh panas untukku yang terlihat dalam keadaan sulit.
"Ada urusan apa Nona Regina datang menemui saya seperti ini?" tanya Berlin. Tentu dia merasa heran dan penasaran dengan maksud kedatangan ku yang tiba-tiba, pastinya ku memiliki kepentingan.
"Aku butuh bantuan mu! Ku mohon, tapi jangan beritahukan orang-orang rumah soal ini! Aku akan meminta bantuan mu sebagai Regina Priyanka! Bukan sebagai ketua tim promosi dan negosiasi di kantor," aku serius.
"Tu-tunggu sebentar Nona, tapi bantuan apa yang ingin anda minta kepada saya? Lalu, saya harus merahasiakan hal ini dari keluarga anda?" Berlin terlihat ragu untuk menerima permintaan ku itu.
"Aku ingin kau melacak keberadaan seseorang, apa bisa hanya dengan menggunakan nomor ponsel? Jika tidak bisa, tidak apa-apa, tapi ku harap kau mencobanya dulu sebelum menyerah dengan mengatakan kalau kau tidak bisa," aku memaksa.
"Anda tahu jika pekerjaan saya hanyalah seorang sekretaris, bukan hacker ataupun detektif yang bisa melacak keberadaan seseorang," kata Berlin yang setengah hati.
"Aku mohon!"
"Saya akan mencobanya... Tapi jangan menaruh harapan besar kepada saya,"