NovelToon NovelToon
Lihat Aku Seorang

Lihat Aku Seorang

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / CEO / Romansa-Solidifikasi tingkat sosial / Crazy Rich/Konglomerat / Wanita Karir / Romansa / Tamat
Popularitas:44.8M
Nilai: 5
Nama Author: LaSheira

Termasuk dalam series Terpaksa Menikahi Tuan Muda (TMTM)

Sekretaris Han, bisakah dia jatuh cinta?

Kisah hidup Sekretaris Han, sekretaris pribadi Tuan Saga, sekaligus tangan kanan dan pengambil keputusan kedua di Antarna Group.

Dia meneruskan sumpah setia mengabdi pada Antarna Group, hidupnya hanyalah untuk melihat Tuan Saga bahagia. Bahkan saat Saga mengatakan dia bahagia bersama Daniah, laki-laki itu tidak bergeming, dia yang akan memastikan sendiri, kebahagiaan tuan yang ia layani.

Hubungannya dengan Arandita memasuki babak baru, setelah gadis itu dipecat dari pekerjaannya sebagai pengawal pribadi Nona Daniah.

Bagaimana hubungan mereka akan terjalin, akankah usaha Aran mengejar dan meraih Sekretaris Han membuahkan hasil.

Simak kisahnya hanya di novel Lihat Aku Seorang (LAS) 💖💖

ig : @la_sheira

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Hidup Baru Arandita Dimulai

Jalan di depan rumah Arandita.

Masih ada beberapa kendaraan lewat, baik motor ataupun mobil, memecah gelapnya malam. Berkejaran dengan waktu. Udara cukup sejuk, bercampur dengan angin yang tiba-tiba berhembus menggoyang pepohonan.

Kenapa aku masih harus tinggal di sini, bukannya setelah memastikan Aran masuk ke dalam rumah aku bisa kembali.

Sebenarnya situasi macam apa ini, sejujurnya laki-laki itu sedang sangat bingung. Kenapa sampai Aran mendapat perlakuan khusus seperti ini. Sejak awal ketika mendapat perintah  mengantar Aran sampai ke depan rumah sepertinya sudah aneh. Lebih-lebih saat dia harus menunggu begini. Tapi, mau bertanya juga tidak mungkin. Dia membenturkan kepalanya di kemudi mobil.

Aku kan masih sayang nyawaku, jadi tutup mulut sajalah jangan banyak bertanya.

Lagi-lagi cuma bisa membenturkan kepala, sambil sesekali melihat kearah pintu. Wuzz, suara deru mobil memecah sunyi.

Dia jadi merasa seperti pengintai. Dia sudah mematikan mesin mobil, membuka kaca sedikit supaya sirkulasi udara berputar. m Melihat hpnya, kosong. Belum ada perintah lanjutan.

Sial, seharusnya aku bawa camilan atau kopi. Ah tidak, setidaknya aku bawa air minum. Dia mengumpat kesal. Sambil mencari-cari di laci mobil siapa tahu ada makanan atau permen yang menyelip.

Nihil. Lagi-lagi cuma bisa membenturkan kepala di kemudi.

Duk-duk benturan keras di kaca mobil membuatnya melorot kaget. Apalagi saat dia mendongak, melihat siapa yang ada di samping mobil. Aran dan ibunya. Lebih-lebih saat melihat apa yang dipakai memukul kaca mobil tadi. Matanya langsung membelalak kaget.

Ibunya Aran bawa sapu!

“Ibu sabar sebentar, dia seniorku yang mengantarku tadi.” Aran sudah menggelayut di lengan ibunya untuk menahan tindakan lebih lanjut ibunya. Wanita itu malah mendelik.

Ahhh gila, kenapa mereka ada di sini. Si laki-laki muda kebingungan.

Panik, laki-laki itu bergegas keluar, menutup pintu mobil keras. Merapikan pakaiannya lalu menyapa dengan sopan sambil memperkenalkan diri. Angin malam berhembus menerbangkan pakaian longgar yang di pakai ibunya Aran. Tapi sapu ditangan Wanita itu membuat keningnya mengeryit ngeri.

Sial, seharusnya aku menunggu agak jauh tadi.

“Maaf senior, ibuku pasti mengagetkan, tapi kenapa masih menunggu di sini?” Aran masih berusaha menenangkan ibunya, dan memecah kecanggungan dengan tawanya.

Hah! Apa? Kenapa aku masih di sini.

Krik, krik. Mobil lewat dengan suara menderu. Berfikir, berfikir, ngapain aku di sini. Cepat berfikir wahai otak. Laki-laki itu sepertinya sedang sangat bekerja keras berfikir untuk menemukan alasan.

“Aku janjian bertemu dengan pacarku sebentar.”

Gila! Aku kan jomblo, pacar darimana.

“Ah ibu, sudah kubilang tadi kan senior pasti punya alasan kenapa masih di sini. Ibu tahu, kami tidak bisa sembarangan keluar dari rumah tanpa izin saat bekerja, ini kebetulan pas senior bisa keluar dia mau ketemu pacarnya. Ia kan?” Bla bla mengoceh karena Aran malu.

“Ia, begitulah Tante. Saya mau ketemu pacar saya.”

Hah! Dia percaya.

“Tapi kayaknya dia terjebak macet,” Laki-laki itu kikuk mencari alasan lagi. “Aku sampai haus menunggu belum datang juga dia.” Belingsatan, karena sepertinya yang percaya dengan apa yang dia katakan cuma Aran. Sementara ibunya terlihat masih mengeryit dengan tatapan penuh selidik.

Ampun Tante!

“Ya ampun kenapa nggak ikut masuk dan menunggu di dalam. Senior mau masuk ke rumah sekarang?”

Ibu kumohon hentikan, buang sapu itu!

“Masuk, masuk ke mana, di sini saja. Sudah ambilkan minum sana. Nanti kalau pacarnya datang dia tidak ada malah bingung kan.”

“Ah ia juga. Aku ambil minum sebentar ya.”

“Buatkan saja kopi.” Ibu berteriak saat Aran berlari menyebrang jalan masuk ke pelataran rumah.

Mati aku, auranya tante langsung berubah menghitam. Glek. Apa dia mau memukulku memakai sapu!

“Saya ibunya Aran, berterimakasih sekali karena Anda sudah mengantar Aran dengan selamat sampai ke rumah. Tapi yang mau saya tanyakan kenapa Anda tidak langsung pergi dan malah mengintai di depan rumah saya.”

Deg. Langsung menyambar tanpa basa-basi. Sepertinya ibu Aran tahu kalau laki-laki muda di depannya ini hanya mencari alasan tentang menunggu pacar.

Apa ini perintah sekretaris sialan yang sudah membuat anakku kehilangan pekerjaan untuk kedua kalinya.

“Maafkan saya Tante, saya akan pergi sekarang.” Mencari celah menyelamatkan diri.

“Pergi! Memang Anda mau kemana?” Menyentuh pintu mobil dengan gagang sapu. Membuat laki-laki itu mundur dua langkah. “Anda kan belum menjawab pertanyaan saya.”

“Saya hanya menunggu memastikan Aran baik-baik saja Tante.”

“Kenapa?”

“Ehm, karena saya mendapat tugas mengantar Aran.”

Bisa gila aku emak-emak di lawan. Aku saja memilih kabur kalau ibuku lagi ngamuk.

“Aran sangat dekat dengan nona jadi saya diperintahkan untuk memastikan Aran selamat sampai di rumah.”

Nah begitu kan, kamu memang pintar! Belum selesai berbangga dengan kecerdikannya, sudah gelagapan lagi dengan pertanyaan baru.

“Kalau begitu kenapa dia sampai dia dipecat.”

Mana saya tahu Tante! ibu tolong!

“Apa sekretaris Tuan Saga yang menyuruhmu?” Nada suaranya ibunya Aran jadi geram.

Sebenarnya senior Aran benar-benar jujur kalau dia tidak tahu apa-apa. Karena dia memang tidak tahu apa-apa. Tapi mana ibunya percaya.

“Sungguh Tante, saya tidak tahu kenapa Aran sampai dipecat. Yang saya tahu tadi nona terluka waktu pergi Bersama Aran, mungkin….”

“Apa! Nona Daniah terluka, kenapa? Gara-gara Aran?Bagaimana bayinya Nona Daniah?”

Mana saya tahu Tante!

“Saya tidak tahu Tante.”

“Bagaimana bisa kau tidak tahu, kalian kan tinggal satu rumah.”

“Saya hanya tim keamanan Tante, melihat nona lebih dari tiga detik saja saya belum pernah.”

Hah, maksudnya?

“Saya juga belum pernah bicara secara langsung dengan Tuan Saga, Tante. Saya masih petugas rendahan, jadi saya tidak tahu apa-apa Tante.”

Ibu!

Malah suaranya sudah sangat mengiba. Ibu Aran meneliti setiap gerakan tubuh anak muda di depannya, benar-benar terlihat jujur. Sepertinya dia mengatakan yang sebenarnya.

“Tapi bayi nyona Daniah tidak apa-apa kan?”

“Sepertinya begitu  Tante. Karena saat kami pergi suasana cukup tenang. Kepala pelayan juga tidak menginstruksikan apa-apa.””

Kalau sampai terjadi sesuatu pada Nona Daniah pasti akan terjadi hal menggemparkan di rumah utama kan pikirnya. Menjelaskan panjang lebar, intinya dia tidak tahu apa-apa. berharap semoga Ibunya Aran percaya.

...***...

Aran berjalan setengah berlari membawa gelas kopi namun mobil seniornya sudah menderu menjauh.

“Ibu kenapa senior sudah pergi, katanya haus?” Melihat mobil yang mulai tidak terjangkau pandangan.

“Pacarnya menunggu di depan. Ayo masuk, dan jelaskan kenapa sampai kau dipecat dan diusir dari rumah itu malam-malam begini.” Ibu berjalan cepat masuk kedalam rumah. Dia melemparkan sapu di antara pepohonan.

Aran tertunduk lunglai  berjalan sambil membawa lagi cangkir kopinya. Dia menyeruput sendiri gelasnya saat sudah duduk di karpet. Ayahnya muncul dari dapur membawa segelas teh  untuk ibu. Wanita itu masih terlihat belum melunak.

“Arandita!”

“Kenapa lagi si bu.”

“Sekarang jelaskan, kenapa kau sampai dipecat.”

Aran melihat ke arah ayahnya berusaha meminta pertolongan. Sekarang dia belum siap untuk menceritakan semuanya. Dia masih ingin menata hatinya dulu.

“Ayah juga ingin tahu Nak, kenapa sampai kamu di pecat. Apa ini karena sekretaris itu lagi.”

Rasanya hanya mendengar panggilan itu hatinya sudah tersengat sakit. Dia sudah dipecat oleh Sekretaris Han, ya itu benar. Dia dipecat tanpa sepatah katapun bisa menjelaskan. Ya, memang apalagi yang butuh aku jelaskan disituasi semacam itu.

Cih, mana gayamu tadi Arandita, kau bilang ingin membenci laki-laki itu. Kenapa kau berusaha mencari celah untuk membelanya begini.

“Seniormu bilang kau pergi bersama nona dan dia terluka, apa itu benar?”

“Ia bu, tangan nona terluka.”

Ibu langsung bangun dari duduk, memukul punggung anaknya. Bisa-bisanya bocah di depannya bisa bicara setenang itu, kalau benar itu alasannya, dia pun tak punya alasan menambah dua kali lipat kemarahannya pada sekretaris tidak berperasaan itu.

"Ah, ibu sakit bu, sakit kenapa memukulku lagi si.”

“Dasar anak ini, kamu kan tahu Nona Daniah sedang hamil bagaimana bisa kau membiarkannya terluka.”

Aran mengusap-usap punggungnya. Mendekat kepada ayahnya untuk minta perlindungan.

“Ibu, luka nona itu tidak berhubungan dengan bayinya. Tapi di sini.” Menunjuk tangan seperti luka yang ada di tangan nona tadi. Itu saja. “Nona juga bilang baik-baik saja. Tapi, kesalahan apa pun yang m berhubungan dengan Tuan Saga memang menjadi kesalahan besar di rumah utama.” Bersandar di kaki ayahnya. Laki-laki itu membelai kepala anaknya lembut.  Bla..bla… begitulah bu. Ia lalu begini, dan begitu. Bercerita tentang kejadian di depan mall siang tadi.

“Sudah Bu jangan memarahinya terus, dia juga kan nggak tahu. Belum punya pengalaman langsung dengan ibu hamil.” Ayah melerai saat ibu kembali geram.

“Ibu sakit, kenapa lagi si. Tadi katanya suruh cerita. Ayah, ibu ini kenapa si.”

“Anak bodoh!” Plak, plak. “Nona Daniah itu kan sedang hamil, kamu pikir dia tidak takut dan kebingungan tadi, bagaimana kalau tiba-tiba dia kontraksi mendadak karena saking terkejutnya.” Sekarang Aran yang benar-benar dibuat terkejut dengan fakta itu.

“Ibu memang ada yang begituan. “

“Ibumu benar Nak, orang hamil itu memang kadang unik. Waktu hamil kamu saja ibumu kalau periksa ke dokter itu bawaannya tegang aja, sampai tensinya naik. Apalagi kalau ayah nggak nemenin.”

Ah masak, ibu? Yang begini, takut periksa ke dokter kandungan.

“Waktu hamil kamu ibumu itu lucu, pokoknya kalau udah waktunya ke dokter buat pemeriksaan rutin sudah belingsatan. Tangannya keringetan cemas.”

Hah ibu lucu?

Seperti itulah pada akhirnya Aran tahu apa kesalahannya. Membuatnya kebingungan bagaimana menanyakan perihal Nona Daniah sekarang. Tak ada nomor siapa pun yang ia ingat. Kecuali nomor Sekretaris Han. Menghubunginya sekarang adalah sesuatu yang mustahil.

Amera, teringat nama itu membuatnya menemukan harapan. Akhirnya. Aplikasi menulis novelnya berguna saat begini.

Di ruangan itu mereka harap-harap cemas saat menunggu Aran selesai menelpon. Gadis itu duduk memeluk kaki ibunya.

“Bener Bu tadi nona kontraksi mendadak.” Tangannya bahkan gemetar membayangkan kejadian siang tadi. Rasanya sekarang pemecatannya tak lagi semenyakitkan itu. “Aku memang pantas untuk dipecat karena tidak bisa menjaga Nona Daniah.”

Amera menjelaskan secara singkat hasil pemeriksaan Dokter Harun. Membuatnya lega sekaligus memunculkan rasa bersalah di hatinya.

Aku memang pantas dipecat, gumamnya lirih menundukkan kepala.

...***...

Pagi hari setelah melewati malam. Masih di rumah Aran.

Kenapa aku di sidang lagi si!

“Sekarang, apa rencanamu ke depan?”

“Bu, biar Aran tenang dulu.” Ayah berusaha mencegah situasi memanas lagi.

“Tidak, mumpung masing hangat, biar isi kepalanya tercerahkan. Kau sudah tidur semalam kan, sekarang apa rencanamu ke depan.”

Ibu kenapa tiba-tiba menodong begini si.

“Ibu jangan khawatir, aku akan kembali mencari pekerjaan di perusahaan. Aku akan cari kerja dan mengumpulkan uang yang banyak.” Berteriak mengepalkan tangan semangat.

“Bukan itu!”

Eh kaget aku. Kenapa teriak-teriak si bu, memang apa lagi kalau bukan pekerjaan.

“Rencana masa depanmu, cinta yang kau bangga-bangga kan itu. Kau sudah menghapus nama sekretaris tidak berperasaan itu dari daftar rencana hidupmu kan.”

“Ibu, dia tidak sejahat itu.”

“Kau masih membelanya.” Kepala ibu berdenyut. Dia mencengkram bahu ayah. “Lihat Yah, dia masih saja membela sekretaris tidak berperasaan itu, padahal kau sudah kehilangan mimpi dan pekerjaanmu dua kali karenanya.”

"Tapi, itukan kesalahanku bu,”

Kenapa aku masih membelanya.

“Kau ini, bisa-bisanya membelanya. Kalau kau dipecat ibu masih bisa terima, tapi mengusirmu malam-malam, padahal bisa kan menunggu pagi. Memang kau mau melakukan apa kalau tidur semalam lagi di sana. Tapi dasar dia laki-laki tidak ber-pe-ra-saan.” Menggema kalimat terakhirnya.

“Ibu tapi aku kan diantar sampai di rumah.”

Kenapa aku masih membelanya!

“Benar kata ibumu Nak.” Deg, ayah yang bicara. “Kalau seandainya dia yang mengantarmu semalam, dan menyerahkanmu baik-baik pada kami. Ayah pasti masih akan mendukungmu, tapi sekarang sepertinya apa yang ibu katakan memang benar. Kau harus menghapusnya dari rencana masa depanmu.”

Kalau ayah yang bicara, laki-laki hangat yang selalu mendukung keputusan Aran, membuat bibir Aran langsung kelu. Dia tidak bisa menjawab. Hanya hatinya yang berdegup kencang sekarang.

Sudah waktunya aku menghapusnya bukan hanya dari hatiku, tapi juga rencana masa depanku.

Benarkah akan semudah itu.

“Tidak mudah memang, ayah yakin itu, tapi berusahalah Nak. Sekarang fokuslah pada mimpimu, dan sedikit demi sedikit hapuslah namanya dari hatimu. Bertemu dengan laki-laki yang lebih baik darinya.”

Aran tak bisa menjawab kata-kata ayahnya, dia hanya menunduk dan menganggukkan kepalanya. Ibu yang terlihat lega.

Kalau ayahmu yang selalu mendukungmu itu sudah bicara begitu, kau pasti dengar kan.

Ibu bangun dari duduk dan mulai bersenandung kecil.

"Ibu mau kemana?"

"Menyimpan sapu di gudang, ibu sudah tidak butuh itu kan."

Bersambung....

Semangat Aran, cari kerja lagi, kumpulkan uang yang banyak dan berkah ya ^_^

Terimakasih semua selamat membaca ^_^

1
Mavvar
novelnya lucu bangettt, aku rasa wajahku keramm bacanya karena senyum teruss huhuhuu
antha mom
Saga kok di lawan, pawang nya cuma satu ya daniah 🤣🤣🤣
Khoerun Nisa
lagian si Aran buknnya dia pandai bela diri knp GK di tendang aja sih mau2nya di tarik2
Khoerun Nisa
Han akrab hnya dgn Harun Revan dn dgn bian..tp tidak dgn Noah..
Khoerun Nisa
jwban nya tmbh bikin panas
Khoerun Nisa
Ken kali
Khoerun Nisa
dri PD Ken Arya lebih sering di bahas artis ini tp knp GK bikin ceritanya yah..
apa si Arya mnjdi cerita kisah key dn Abian yah
Khoerun Nisa
aku sempet mengira bian ank pak Mun ..
Khoerun Nisa
si Aran emng dasar
MoonChild7
Seruu dan g membosankan
Qothrun Nada
harusnya kau ngidam nyuruh Han ngambil mangga punya nya orang Aran 😀
jeonlaila141💐🥀
Han, aku juga mauuu/Sob/
Bety
yg di suratin aran, aq yg lumerrr
Bety
selamat berbahagia kalian ya.. jadi iri.. wkwkwk
Ayudah
🤣apa sih Han, ngakak maksimal, pendendam juga
Sintia Wati
firman sok sokan yaa,, baru di sebut nma lengkap nya aja nyali nya udah menciut🤭
Retno Dwiyanti
sepertinya dia memakai jatah senyumnya seumur hidupnya.

sweet banget.
Marina Sarbini
Ihiy Tuan Muda Kita
Jeon Jina
sumpiilllll /Facepalm//Facepalm//Facepalm/ si Han ini bucin akut ya sama tuan Saga ?🤣🤣🤣
Jeon Jina
/Facepalm//Grin/cinta pertama Han yang sesungguhnya. ya tuan Saga /Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!