Aira harus menelan pil pahit, ketika Andra kekasih yang selama ini dicintai dengan tulus memilih untuk mengakhiri hubungan mereka, karena terhalang restu oleh orang tua karena perbedaan keyakinan.
padahal Aira sedang mengandung anak dari kekasihnya.
apakah Aira akan mampu bertahan dengan segala ujian yang dihadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arij Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian pagi itu, kegiatan dalam keluarga Aira dilakukan seperti biasanya, tetapi tidak untuk Aira. Hari-hari yang dilalui oleh Aira masih tetap sama. Aira masih tetap berdiam diri dikamar tidak pernah keluar rumah sama sekali. Aira hanya keluar jika merasa lapar dan kekamar kecil saja, Dia hanya melamun setiap harinya, tiada hari tanpa melamun dan melihat ponsel. Melihat kenangan dan foto yang ada di ponsel, dan akhirnya nanti akan menangis kembali.
Sebelum berangkat ke sawah, tadi Bapak Aira berpesan kalau nanti siang hari akan ada keluarga besar datang kerumah untuk membahas masalah Aira.
Aira merasa degup jantungnya langsung berdetak dengan kencang setelah mendengar ucapan Bapaknya. Dia takut kalau keluarga besarnya mengolok-oloknya. Apa lagi dengan keadaan Aira yang berbadan dua sekarang.
"Deg... Deg... Deg..." begitulah bunyinya.
...****************...
Siang pun berlalu, dan keluarga besar mulai berdatangan satu persatu kerumah Aira, hanya para orang tua saja yang datang, anak-anak tidak ikut karena masih mengikuti kegiatan sekolah, kecuali yang sudah dewasa.
Para orang tua mulai bercakap-cakap. terdengar canda dan tawa diruang keluarga, hingga terdengar sampai kekamar Aira. Mereka saling melempar candaan dan bertanya kabar hingga suasana hangat dan ceria terlihat. Aira mendengarkan suara mereka dengan perasaan yang getir dan sedih.
Aira berpikir, dalam hatinya membatin, "Apakah akan sama susana seperti ini, jika Mereka tau Aku sudah memberikan aib bagi mereka."
Saat semua masih asyik saling melempar candaan dan bercanda tertawa dengan senangnya, tiba-tiba Aira sudah datang dan berdiam diri, melihat dengan nanar keluarga besarnya yang saling tertawa dan bercanda dengan hangat. Setitik air mata luruh begitu saja dipelupuk mata ,terjatuh melintas dipipi begitu saja. Dengan cepat Aira langsung menghapus air matanya, dia tidak ingin semua orang tau kalau Aira menangis. Tapi tanpa Aira sadari semua orang melihat Aira yang melamun didekat pintu. Mereka saling sikut dan melirik agar semua menghentikan tawanya. Sehingga suasana dan ruangan yang tadinya hangat dan ceria seketika berubah menjadi hening dan canggung.
sebelumnya,
Saat semua sudah berkumpul diruang keluarga, Aira baru keluar jika dipanggil. Mendengar suara yang memanggil, dengan setengah hati Aira bangun.
Aira menghela nafas berat ketika sampai depan ruang keluarga,
"huff... "
Dia terdiam ketika mendengar dan melihat keluarganya yang saling tertawa dan bercanda. Dengan berjalan pelan dan gemetar Aira berjalan menuju para orang tua dan mengecup tangan mereka satu persatu sebagai salam hormat Aira kepada yang lebih tua.
Aira menyamarkan rasa gugupnya dengan tersenyum kepada semua orang. Padahal Aira rasanya ingin lari saja dalam keadaan seperti ini, berpura- pura baik-baik saja, padahal dalam hatinya Dia selalu mengucapkan kata semangat untuk dirinya sendiri.
"Bismillah, bismillah bismillah, kamu bisa Aira, kamu sanggup, tidak usah takut, Mereka tidak akan memakan mu, santai saja Aira," ucap dalam hati Aira sambil mengepalkan tangannya
"SEMANGAT SEMANGAT SEMANGAT," sambungnya.
Kemudian Aira berjalan menuju kursi kosong disebelah Mamaknya.
"eehemmm... Aira bagaimna kabarnya, sehat?" tanya Pakdhe Harto kakak tertua Bapak dengan suara pelan dan tegas, setelah meletakkan cangkir minumnya.
Merasa takut dengan suara Pakdhenya, Aira lekas menjawab karena memang Pakdhe Harto paling ditakuti Aira.
"Sehat pakdhe," jawabnya, Dia menunduk tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat Pakdhenya.
Yang lainpun hanya mampu diam dan tidak berani bertanya, hanya Pakdhe Harto yang bertanya, itupun hanya pertanyaan yang wajar yang cukup basa-basi saja. Karena bingung apa yang harus ditanya.
Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka sepakat dan menyarankan agar cepat membawa Aira ketempat adik mereka yang tinggal diluar pulau. Supaya Aira tetap terjaga kewarasannya.
"Aira bagiamana keputusan Aira?"
"Apa sudah ada jawaban?"
"Aira mau tinggal dimana akhirnya?"
dengan lembut Budhe Harti istri dari Pakdhe Harto bertanya.
Masih dengan suara lembut Budhe masih bertanya, "kalau Budhe boleh saranin, Aira mendingan pergi jauh dari sini, Karena jika Aira masih disini, pasti akan tetap mengingat kembali kenangan yang ada. Tapi kalau Aira ditempat baru, Aira akan merasa tenang."
Budhe menghentikan pertanyaannya sebentar, memberi waktu sejenak kepada Aira untuk meresapi baik baik nasehatnya.
"Budhe takut Aira nanti akan terus tersiksa jika disini dan akhirnya akan berimbas pada janin yang ada dikandungan Aira," Masih dengan sabar dan pelan bedhe terus menasihati Aira, agar Aira tersadar dan bisa menatap masa depan, tidak terpuruk dalam masalalu.
"Apa Aira gak kasihan dengan bayi Aira, Aira tidak sendiri lagi lo sekarang, ada kehidupan lain di perut Aira, kalau Aira hanya menangis dan melamun pasti yang didalam perut Aira juga akan ikut sedih," Sambil mengusap-usap perut Aira.
"Kasihan juga Bapak dan Mamak Aira, melihat Aira bersedih terus," lanjutnya.
"Benar Aira, Aira gak usah takut kami semua tidak akan meninggalkan Aira, kami sangat sayang kepada Aira. Kami tidak ingin keponakan kami, anak kami bersedih sepanjang hari," sambung bulek Siti adik dari Mamak.
"Aira mau ya bangkit, lupakan masalalu. ingat Aira sekarang tidak sendiri, ada kehidupan yang akan membuat Aira akan lebih bahagia dan berwarna, walaupun tanpa sosok Ayahnya, Aira bisa merawat dan mendidiknya, tunjukkan padanya kalau Aira bisa," dengan penuh rasa sedih Bapak berucap agar Aira tidak terperangkap dalam keterpurukan.
"hiikssss... hiiikkssss... Hiiksss..." Aira tak mampu menjawab satu pun pertanyaan demi pertanyaan yang dilayangkan oleh keluarganya. Hanya bisa menunduk dan menangis, tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Hanya tangisan yang menjadi jawabannya, "ssluurrppp..." dengan gerakan cepat dan kasar Aira menghapus air matanya.
Karena melihat Aira yang tidak berhenti menangis, semua ikut meneteskan air matanya. Mereka tidak bisa berkata-kata lagi. yang lain hanya bisa menunduk terdiam dan sambil meneteskan air matanya.
Pakdhe Harto yang tegas pun ikut serta meneteskan air matanya, karena tidak ingin ada yang tahu pakdhe menangis, dia langsung cepat cepat menghapus air matanya kemudian menghadap keatas agar tidak terjatuh lagi air matanya.
Semua orang dalam ruangan tersebut menangis haru, tak ada yang berani berbicara ataupun menghentikan tangis mereka. seketika ruangan menjadi haru.
Sekian lama menangis karena merasa lelah, akhirnya Aira berhenti walaupun masih sesegukan. Aira berusaha untuk tidak menangis lagi. Aira tak sanggup melihat semua orang ikut sedih dan menangis. Aira merasa tenang dan terharu karena keluarga besarnya tidak ada yang mengucilkannya, malahan merangkul ketika Aira mendapatkan cobaan yang sangat berat dan merupakan aib dalam keluarganya. Itulah yang disukai dari keluarga Aira. Mereka saling bahu membahu, tolong menolong dan saling mendukung dikala senang maupun sedih. Tidak ada saling iri dengki. Makanya Aira tidak bisa keluar dan meninggalkan keluarga besarnya untuk mengikuti kekasihnya. Dia lebih memilih kehilangan kekasihnya daripada keluarganya.
Aira berusaha keras untuk berhenti menangis dan menata perasaan hatinya agar bisa tenang.
Dengan sangat lirih dan pelan dia akhirnya menjawab,
"A---ku ingin tinggal dengan Om Erik. Aku tidak ingin disini," terbata-bata Aira mencoba berbicara dengan semuanya.
Satu kalimat yang sekian lama akhirnya terucap dari Aira menjadi jawaban yang sangat melegakan bagi semua orang, terutama kedua orang tua Aira. Mereka yakin Aira yang dulu mulai kembali seperti semula karena dengan jawaban itu.
Setelah mendengar jawaban Aira,
Bapak berkata kepada Aira sambil tersenyum senang," Lusa kita berangkat ya Aira. Nanti Bapak akan antarkan Aira sampai di rumah Om, tapi sebelum itu kira kontrol dulu ya kedokter, agar kita bisa tahu aman atau tidak dibawa naik pesawat."
Aira hanya mengangguk saja.
suasana sedih menjadi hangat kembali. Keceriaan mulai terlihat dalam ruangan keluarga. saling lempar canda mulai terdengar, hingga Aira pun ikut tersenyum mendengar candaan para sepupunya yang mulai masuk. Tadi mereka hanya bisa menguping dibalik ruangan. Tidak berani ikut masuk mendengar diskusi para orang tua mereka.
Lelah menangis Aira pamit untuk istirahat, karena Aira merasa lelah dan capek.
Aira berkata dengan sopan dan pelan,
"Bapak, Mamak, semuanya Aira pamit kedalam mau istirahat, permisi, duluan semuanya," Aira berdiri dan berjalan menuju kamar yang ditempati selama ini.
"Silahkan Ndok," dengan serempak semua orang menjawab, Meraka tidak mungkin melarang Aira yang sudah lelah untuk beristirahat.
.
.
.
.
Bersambung......
Semakin seru kan ceritanya !