NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 10

"Kamu akan melihat mereka mati satu per satu!"

"Pergi kamu dari sini! Kamu tidak bisa mencelakai mereka," ucap Andini. Dia terus melangkah mundur ke belakang.

Kalung yang diberikan sang nenek kepadanya masih melingkar di lehernya, selama kalung itu berada bersamanya, ia tidak akan pernah bisa diganggu oleh para makhluk halus itu, kata neneknya.

"Andin, kamu kenapa? Ngapain di sini?" tanya Sisi yang sudah lebih dulu sampai di tempat Andini berada sekarang.

"Ini gawat, Sisi. Kita harus segera mencari jasad perempuan itu," ucapnya tanpa terbata sedikit pun.

"Andini, kamu ngapain di luar tengah malam begini?" giliran Anggun yang bertanya, dia dan suaminya baru sampai, diikuti oleh Bella. Gadis itu terlihat sangat khawatir ketika mendengar jeritan Andini.

"Ma, sebaiknya kita masuk dulu. Biar Andini lebih leluasa menceritakan apa yang barusan dilihatnya," ucap Sisi.

"Katakan! Apa yang barusan terjadi?"

Andini menatap orang-orang di dekatnya dengan penuh rasa iba.

"Mungkin ini sedikit membuat kalian terkejut, tapi aku tetap harus berkata jujur." Andini menggenggam erat tangan sahabatnya.

"Tentang apa, Din?" tanya Sisi.

"Arwahnya masih gentayangan di sini, ia ingin kita membalaskan dendamnya pada ibu mertuanya, dan setelah itu menguburkan jasadnya dengan layak," tutur gadis itu bercerita.

Pak Bachtiar tampak bingung, wajar saja. Beliau tidak tahu apa yang sudah dilewati oleh keluarganya saat dirinya tidak berada di sana.

"Siapa yang kamu maksud itu?" tanya Anggun.

"Perempuan yang memiliki bayi, sepertinya dia korban dari mertua tante. Dia dijadikan tumbal oleh mertuanya sendiri untuk memenuhi keinginan mertua Tante," jawab Andini.

"Mungkinkah itu mbak Mulan, Ma?" tanya Bella.

"Ya, aku juga yakin kalau itu mbak Mulan," tambah Sisi ikut menimpali.

Anggun menatap suaminya dengan dalam. "Pa, sekarang kamu percaya kan, kalau harta yang didapat oleh kedua orangtua kamu, itu semua hasil dari bersekutu dengan Iblis. Aku ingin kita meninggalkan semua ini, Pa. Mereka ada di sini, aku tidak mau anak-anak yang jadi korban nantinya. Cari ahli waris harta ini, jangan sampai kita terlambat. Aku tidak memerlukan harta yang tidak halal ini, Pa." Anggun menangis sambil memeluk suaminya.

Jarum jam terus berdenting, mengantarkan malam menuju pagi. Setelah kejadian itu, tak satu pun di antara mereka yang bisa tidur lagi. Rasa kantuk hilang begitu saja, Bachtiar yang awalnya menganggap masalah yang tengah dihadapi keluarganya hanya halusinasi saja, kini menjadi lebih panik daripada mereka.

Dia sangat menyayangi keluarganya, mana mungkin mau mengambil harta peninggalan kedua orangtuanya, kalau pada akhirnya anak dan istrinya akan menjadi korban.

Mengikuti jejak orangtuanya bukanlah keputusan yang benar, Iblis itu pasti tidak akan melepas mereka.

Menunggu pewaris yang lain datang juga tidak mungkin, jadi mereka memutuskan untuk mencari tahu dulu lebih detail apa yang sudah terjadi di masa lalu.

"Papa akan mengantarkan Bella ke sekolah dulu, kalian berdua sebaiknya cari info dari warga di sini. Mungkin ada salah satu dari mereka yang tahu akan kehidupan kakek, selain ki Seto dan bi Iren," suruh pak Bachtiar.

"Kalau cuma mengandalkan ki Seto dan bi Iren juga tidak mungkin. Mereka belum tentu mengatakan semuanya kepada kita, iya kan? Mama bahkan yakin kalau masih ada yang mereka sembunyikan dari kita," ungkap Anggun.

Pak Bachtiar segera mengeluarkan sepeda motornya dari dalam garasi, kemudian mengantarkan Bella menuju sekolahnya. Sedangkan Sisi dan Andini pergi menuju warung bu Marni, Sisi berniat mengorek informasi dari wanita itu. Bisa jadi bu Marni tahu akan apa yang sudah terjadi kepada keluarga pak Purnomo.

"Wah, ada Neng Sisi. Mau belanja, Neng?" tanya bu Marni dengan ramahnya.

"Bukan, Bu. Ada yang mau Sisi tanyain sama Bu Marni," jawab Sisi seraya memutar pandangannya ke sekeliling. Ini adalah kesempatan bagus untuk mengorek info dari wanita paruh baya itu.

Bu Marni menatap heran kedua gadis di depannya, dia menatap Andini dari atas sampai bawah. Sedikit mengerutkan keningnya, dia tidak kenal dengan Andini.

"Eh iya, Sisi lupa. Kenalin, Bu, ini teman aku dari kota. Namanya Andini, dia bakal tinggal di sini untuk beberapa minggu ke depan."

"Owh, temen dari kota. Pantesan saya baru melihatnya," ucap bu Marni terkekeh.

"Saya Andini, Bu." Andini mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh wanita itu.

"Panggil aja, bu Marni. Oh ya, tadi kalian mau nanya apa ya?"

"Ini soal keluarga papa saya, Bu."

Reaksi bu Marni yang langsung kaget semakin membuat Andini penasaran, pasti cerita keluarga pak Purnomo sudah menjadi rahasia umum di sini.

Mungkin para warga desa diam karena pak Purnomo satu-satunya orang yang paling kaya di desa itu.

"Sisi, seharusnya saya tidak menceritakan ini sama kamu. Ini memang bukan lagi rahasia di antara kami para warga desa di sini, kami cuma berusaha bungkam saja, menutup mata dan telinga atas segala hal busuk yang sudah dilakukan kakek dan nenek kamu. Mereka berdua mempunyai pengaruh yang cukup kuat di sini. Warga di sini banyak terbantu masalah ekonominya karena bekerja bersama kakek kamu, itu sebabnya tidak ada siapa pun yang berani menyinggungnya, meski mereka sudah tahu kalau kakek kamu bersekutu dengan iblis."

Deg!

"Jadi benar kalau mereka semua tahu?"

"Benar, memang tidak ada yang aneh meski semua orang tau. Karena mereka tidak merugikan warga di sini, namun siapa sangka kalau hilangnya Mulan dalam keadaan tiba-tiba membuat para warga curiga. Banyak terdengar desas-desus kalau Mulan telah dijadikan tumbal oleh keluarga pak Purnomo."

Langit kembali menghitam, Andini memperhatikan cuaca yang berubah-ubah itu. Apa ini pertanda buruk!

Sunyi!

Dari arah utara, bersebelahan dengan hutan yang sama sekali tak pernah dijamah warga. Terlihat burung beterbangan, terbang tak tentu arah, seolah-olah telah ada yang mengusik mereka.

Suara riuhnya terdengar sampai ke telinga mereka, serentak membuat mereka mendongak menatap langit yang semakin kelabu.

"Pagi tak mungkin berubah menjadi malam, kabut pekat bagai malam telah terlihat, Sisi. Ada yang marah, bencana besar akan segera datang ke desa ini." Andini menatap kedua perempuan di depannya.

Sisi memegang dadanya yang kian berdenyut tak karuan.

Bu Marni menggenggam erat ujung bajunya, beliau takut dan tidak sanggup jika harus menghadapi kemarahan dari arwah Mulan.

"Jika benar Mulan telah kembali, seharusnya bukan kami yang ditakuti," ucap bu Marni.

"Bu Marni kenapa begitu yakin kalau mbak Mulan sudah tiada?"

"Demi harta, Yati tega melakukan apa saja. Terlebih Mulan bukanlah menantu yang dia harapkan. Setelah Edo, suami Mulan meninggal, Yati merasa terbebani dengan keberadaan menantunya itu, dan beberapa warga di sini menganggap bahwa Mulan telah dibunuh oleh mertuanya sendiri," jelas bu Marni.

Andini mulai memejamkan matanya, sosok Mulan kembali menghantui pikirannya. Dia diperlihatkan bagaimana akhir tragis dari kehidupan Mulan. Dia telah dijadikan sebagai tumbal oleh keluarga Purnomo, dan itu semua bisa berjalan lancar karena ada bantuan dari mertuanya juga, yaitu bu Yati.

"Hah!" Andini membuka kembali matanya dengan napas memburu.

Dia sudah menyaksikan semuanya, bu Marni masih penasaran dengan apa yang barusan dilihat Andini. Namun, karena melihat keringat dingin yang mengucur deras di kening gadis itu, bu Marni tidak langsung bertanya, beliau masuk ke dalam untuk mengambil segelas air putih.

"Minum, Din. Setelah itu baru cerita!"

Gluk...

Gluk...

Gluk...

Andini meminum air itu sampai habis tak tersisa.

"Apa yang bu Marni ceritakan semuanya benar, mbak Mulan yang kembali. Ada seseorang yang membantu membangkitkannya, ini di luar perkiraan aku, Sisi. Masalah ini akan semakin sulit untuk diselesaikan," ucap Andini.

"Apa yang harus dilakukan sekarang? Saya juga tidak mau ikut campur, jadi maaf ibu tidak bisa bantu banyak. Ibu tidak mau berurusan dengan hal semacam ini," ucap bu Marni gamblang.

Sisi buntu, dia tidak yakin kalau mencari tahu tentang keluarganya akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari bu Marni lagi.

"Kami juga tidak ingin bu Marni kena getahnya karena ikut membantu kami, tapi bisakah Ibu memberikan sedikit saran untuk kami?" tanya Andini meminta, ia tahu kalau bu Marni memiliki solusi untuk masalah ini. Wanita itu meski tidak mau terlibat seutuhnya, namun dia bisa membantu sedikit, karena dia yakin kalau ki Seto dan bi Iren tidak akan benar-benar mengatakan seutuhnya rahasia keluarga pak Purnomo.

"Saya tidak tahu harus memberikan solusi apa untuk masalah kalian ini, tapi ada satu hal yang perlu kalian ketahui."

"Apa itu?" serempak mereka bertanya.

"Pak Purnomo dan bu Arum sampai sekarang tidak ada yang tahu di mana letak kuburannya."

"Apa!?"

"Hanya ki Seto dan bi Iren yang tahu akan hal ini, karena mereka adalah orang yang mengurus jenazah kakek dan nenek kamu."

Pulang dari warung bu Marni, di tengah perjalanan Andini dan Sisi bertemu Rendra yang saat itu hendak pergi ke kebun teh.

Cowok itu membawa bekal makan siang untuk kakeknya.

"Itu Rendra, aku harus menanyakan sesuatu sama dia." Sisi segera memanggil Rendra. Baru saja hendak memutar haluan dan memasuki jalan setapak menuju kebun teh, langkah Rendra terpaksa terhenti karena panggilan Sisi.

"Ren, berhenti dulu!"

"Ih, malah ditinggalin." Andini berlari kecil mengejar Sisi.

"Rendra!" panggil Sisi.

"Eh, Sisi. Ada apa?" tanya Rendra, dari reaksinya jelas memperlihatkan kalau dia sedang buru-buru.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu."

"Nanti saja ya, aku harus segera mengantarkan bekal makan siang ini untuk kakek."

"Tapi ini jauh lebih penting, Ren."

"Tunggu di sini, aku akan kembali secepatnya!" Rendra berlari dari hadapan Sisi, dia tidak menghiraukan panggilan Sisi lagi.

Mereka hanya bisa menunggu Rendra kembali di jalan setapak itu.

"Suasa di sini tidak mendukung. Sisi, sebaiknya kita pindah tempat." Andini memindai ke sekelilingnya dengan lirikan matanya yang tajam.

Ia kembali menghela napas berat saat melihat awan hitam mengikuti perjalanan mereka.

Di saat yang sama, terdengar pula suara burung gagak hitam.

Burung itu terbang rendah, dan kemudian hinggap di atas ranting pohon yang tumbuh di dekat tempat mereka berada sekarang.

"Burung gagak hitam."

"Ini pertanda buruk," lirih Andini.

"Hus hus hus..."

Sisi mengacungkan ranting pohon yang sudah kering ke arah burung gagak tersebut, berharap burung gagak itu segera pergi. Namun, suara burung itu semakin besar dan mengganggu.

"Pergi kamu!" usir Andini.

"Hus .... Hus..."

"Sebaiknya kita pergi dari tempat ini, perasaan aku tidak enak." Andini segera menggandeng tangan Sisi.

Baru saja hendak pergi, burung gagak itu kembali terbang, dan dengan cepat mematuk tangan Sisi hingga berdarah.

"Arg! Burung sialan." Sisi meringis sambil memegangi tangannya, dia mengumpat kesal.

Burung itu seketika menghilang dari pandangan mereka setelah berhasil mematuk Sisi.

Andini mencoba mencari keberadaan burung tersebut, tapi hasilnya nihil. Dia kemudian mendapatkan penglihatan kalau burung itu terbang menuju kediaman tuannya dengan membawa darah Sisi di paruhnya.

"Seseorang mengirim burung itu ke sini," ucap Andini. Dia menengadahkan kepalanya ke atas langit, sekarang awan hitam pun tidak lagi terlihat.

Ternyata awan itu ada jika burung gagak itu datang, ini semua semakin membingungkan. Tapi setidaknya apa yang terjadi sekarang sudah membuat Andini menemukan dalangnya.

"Din, sakit banget."

"Duduk dulu, biar gue cari obat untuk ngobatin lo."

"Sisi, tangan kamu kenapa?" tanya Rendra yang baru saja balik dari kebun teh.

"Dipatuk sama burung gagak, Ren," jawab Sisi.

"Gagak?"

"Iya, gue mau cari dedaunan di sekitar sini dulu. Lo tolong jagain Sisi ya."

"Oke, tapi carinya jangan jauh-jauh ya," pesan Rendra. Andini mengangguk pelan, ia langsung pergi ke arah jalan yang menuju sungai tempat para warga mencari ikan.

"Seharusnya di jalan ini banyak pohon kelornya," ucap Andini.

Niatnya adalah mencari pohon kelor, yang didapat malah orang yang ingin memusnahkan keluarga Purnomo.

"Bagus, kerja bagus burung gagak kesayanganku." Lelaki tua berjenggot panjang itu menepuk-nepuk kepala burung gagak hitam miliknya.

Darah yang masih berada di ujung paruh burung tersebut, ia ambil dan kemudian mencelupkannya ke dalam botol plastik berisi air.

Andini bersembunyi untuk melihat semuanya, dia merasa sedikit aneh akan lelaki itu, untuk apa dia mengambil darah Sisi.

"Apa jangan-jangan...?"

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!