Ayah Darurat Untuk Janinku

..."Tenang, pasti gue ceritain semua yang gue inget." — Gerry Harrison...

Sebuah sedan BMW berwarna putih terparkir tepat di depan rumah mewah berwarna putih. Ya, itu adalah rumah Gerry.

Luca mempercepat langkahnya agar bisa segera bertemu dengan Gerry.

Mungkin karena memperhatikan CCTV, belum sempat Luca berada di depan pintu besar rumah itu, Gerry sudah membukanya.

"Lebih cepat dari perkiraan gue." Gerry berjalan menuju ruang tamu, di mana saat itu Luca membuntutinya.

"Darimana lo tau kalau Lea hamil?"

Langkah Gerry terhenti. Kemudian ia menoleh ke belakang, ke arah Luca dengan wajah yang terkejut. "Jadi benar, dia sedang hamil?!"

Dengan sigap Luca menarik kerah baju Gerry saat itu. Mata yang biasanya menatap datar sesuatu dan seperti tak ada kehidupan, kini terlihat berapi-api, seperti ingin mematikan mangsanya saat itu juga.

"Lo sengaja mancing gue 'kan, Ger?!!! Walaupun bayi dalam perut itu anak lo, gue—"

"Hah? Anak gue?" Gerry melotot dengan ekspresi yang tak percaya.

"Gue?" Gerry menunjuk dirinya sendiri, "punya anak?"

Melihat Gerry kebingungan, Luca pun ikut kebingungan.

"Tenang, pasti gue ceritain semua yang gue inget." Gerry melepas paksa tangan Luca yang mencengkeram kerah lehernya. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa single.

...🌸...

Flashback.

“Nikmatin hidup lo!” seru Gerry saat Rubicon yang ia kendarai terparkir tepat di parkiran mobil club Black Moon. “Hidup itu hanya sekali Luca.”

“Lo harus coba on the floor, kenalan sama cewe dan—”

“Okay,” sahut Luca mengiyakan. “Tapi gue minum aja, gue nggak mau main perempuan.”

“Fine!” seru Gerry girang. Pasalnya, ini pertama kalinya pria itu mengiyakan ajakannya untuk ke club, setelah ratusan kali ia membujuk pria introvert itu.

Kedua sahabat itupun keluar dari Jeep Rubicon. Kemudian, keduanya masuk melewati beberapa orang body guard bertubuh kekar di pintu masuk club. Semakin keduanya masuk ke dalam, semakin terdengar pula suara musik EDM yang memekakkan telinga.

Setibanya di dalam, keduanya langsung menuju ke meja bartender. Kemudian Gerry dengan sengaja memesan minuman dengan kadar alkohol yang tinggi untuk Luca.

“Nih, lo minum langsung one shoot!” ucap Gerry saat menyerahkan gelas yang berisikian Vodka pada Luca.

Saat itu Luca tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Gerry, sorot matanya terfokus pada anak-anak yang terlihat masih sangat muda sedang berdansa di lantai dansa. Ia hanya bisa menggelengkan kepala, kemudian langsung menghabiskan minumannya dengan satu tegukan.

“Gimana? Lanjut?” Gerry menunggu respon sahabatnya, “kalo iya, gue open table nih.”

“Terserah.”

Mendengarkan jawaban dari sahabatnya, Gerry langsung memesan sebuah meja yang tak jauh dari lantai dansa. Kemudian ia dan Luca pun duduk di meja yang telah disediakan.

Tak lama mereka di sana, tiba-tiba ada beberapa wanita yang berpakaian mini dan cukup terbuka menghampiri mereka, sambil membawakan welcome drink dan meletakkannya di atas meja.

Gerry menyambut kehadiran tiga orang wanita tadi. Satu di antara mereka duduk diantara Luca dan Gerry. Sementara dua lagi, duduk di sisi kosong Luca dan Gerry.

Para wanita tadi sibuk mengisikan alkohol dan menyuguhinya kepada Luca dan Gerry. Entah berapa gelas sudah habis ditenggak oleh Luca, ia mulai oleng dan pusing.

“Jangan sentuh-sentuh saya!” bentak Luca tiba-tiba saat ia merasakan sentuhan dari tangan wanita yang duduk di sampingnya.

“Santai, Bro. Nikmati aja,” ucap Gerry mencoba menenangkan sahabatnya. “Atau mau ke sana nggak? Banyak tuh yang cantik.”

Luca menggelengkan kepalanya sambil mencoba mengerlip-ngerlipkan mata. Rasanya aneh dan dirinya sulit terkontrol.

Tiba-tiba saja Gerry menarik lengan Luca untuk pergi ke lantai dansa. Setibanya di lantai dansa, Luca berdiri tepat di samping Lea, sayangnya saat itu mereka belum saling mengenal.

Lea yang sudah mulai mual, ingin beranjak pergi ke toilet. Sedangkan Luca yang mulai oleng, ia berusaha mencari pegangan dan tanpa sadar memegang tubuh Lea. Sesaat kemudian, Lea bergegas pergi ke toilet karena sudah tak tahan ingin muntah.

“Ger. Minta kunci mobil.” Luca mengatakannya dengan keras di telinga Gerry. Ia sudah tak tahan berada di sana lebih lama lagi.

“Ntar dulu lah, belum juga—”

Tanpa persetujuan sahabatnya, Luca sudah lebih dulu mengambil kunci mobil di saku celana Gerry. Kemudian ia jalan menuju mobil dengan tubuh yang terhuyung-huyung.

Setibanya di mobil, Luca menghidupkan mesin mobil dan menghidupkan pendingin ruangan. Kemudian ia bersandar di kursi kemudi. Tapi, rasanya sangat tak nyaman. Dan ia pun memutuskan untuk pindah ke kursi penumpang di belakang.

Selang beberapa menit Luca berada di kursi penumpang, tiba-tiba pintu kursi penumpang terbuka dari sisi sebelahnya. Pikirnya itu Gerry, jadi ia tak mempedulikannya.

Namun anehnya, setelah pintu mobil tertutup, ada sebuah kepala dengan rambut tergerai yang menggunakan pahanya sebagai bantal.

Tak lama kemudian ia merasakan sebuah tangan yang sedang meraba pahanya.

“Loh, Dim?”

“Sejak kapan paha lo berotot gini?”

Suara wanita? Luca terheran setengah mati. Tapi ia hanya diam dan penasaran apa maksud dari wanita yang dengan sengaja masuk ke mobil itu.

Tangan mungil gadis itu meraba-raba paha yang menjadi bantalnya saat itu.

“Kok lu wangi banget?”

“Biasanya lu bau ketek.”

Saat Lea terkekeh pelan, tanpa sadar Luca pun tak tahan untuk tak tertawa geli, namun ia tertawa tanpa suara.

Beberapa detik kemudian, gadis itu bangkit dari posisi tidurnya, kemudian duduk di atas pahanya sambil berhadapan.

Meskipun di dalam mobil itu sangat gelap, namun begitu Lea duduk di atas paha Luca, ada sebuah cahaya yang tepat menembak ke wajah cantik itu.

Luca dapat melihat wajah Lea dengan sangat jelas. "Cantik."

Luca menatap bibir kecil gadis itu dengan seksama. Ada hasrat yang muncul di dada. Rasa ingin mencicipi bibir indah itu dan merasakan manisnya. Selama ini ia tak pernah sekalipun memiliki perasaan yang seperti saat ini ia rasakan.

“Ini bukan Dimas!” Lea mencengkeram rahang tegas Luca. “Pantes aja beda.”

Luca yang sedari tadi memperhatikan bibir Lea, tanpa bisa menahan gejolak di dada, ia langsung menyambar bibir merekah gadis itu. Ia melumat habis bibir itu tanpa ampun.

Kemudian Luca melepaskan pagutan bibir mereka sesaat dan berbisik, “you are entering a wrong place.”

Seperti macan yang sedang mengejek mangsanya, karena telah salah masuk ke kandang. Sekalinya masuk, maka tak akan pernah keluar dalam keadaan baik-baik saja.

...🌸...

...🌸...

...🌸...

...Bersambung .......