NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 15

Lorong itu terasa semakin gelap dan pengap. Debu dan sarang laba-laba menempel di wajah mereka saat mereka terus berlari. Maya sesekali terbatuk karena udara yang dipenuhi dengan bau tanah dan kelembapan. Sinta, meskipun tampak ketakutan, menunjukkan keberanian dengan berjalan di depan, sesekali meraba dinding lorong mencari jebakan atau jalan buntu.

"Kau yakin lorong ini akan membawa kita ke tempat yang aman?" bisik Maya kepada Raka, suaranya sedikit bergetar.

Raka menggenggam tangan Maya erat. "Aku harap begitu. Kita tidak punya pilihan lain." Ia melirik ke belakang, merasakan hawa dingin yang seolah-olah berasal dari Zyra yang mungkin masih mengejar mereka.

Tiba-tiba, Sinta berhenti di depan mereka. "Ada jalan bercabang di depan," katanya dengan nada hati-hati. "Yang satu lurus terus, yang satu belok ke kiri."

Mereka bertiga berunding sejenak. Tidak ada petunjuk atau tanda yang bisa membantu mereka memilih jalan yang benar. Akhirnya, Raka memutuskan untuk mengikuti instingnya. "Kita ambil yang lurus," katanya. "Entah kenapa aku merasa jalan itu yang benar."

Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri lorong yang lurus. Semakin jauh mereka berjalan, semakin sempit lorong itu. Di beberapa tempat, mereka harus berjalan berdampingan atau bahkan merangkak melewati celah-celah sempit. Kelelahan mulai terasa, tetapi mereka terus memaksakan diri untuk bergerak maju.

Setelah berjalan cukup jauh, mereka mendengar suara gemericik air di depan mereka. Lorong itu tiba-tiba melebar dan berakhir di tepi sungai bawah tanah yang gelap dan dingin. Airnya tampak hitam pekat dan mengalir dengan tenang, namun ada aura misterius yang terpancar darinya.

"Sungai?" bisik Sinta dengan nada terkejut. "Aku tidak tahu ada sungai bawah tanah di sini."

Raka melihat sekeliling. Tidak ada jembatan atau perahu yang terlihat. Satu-satunya cara untuk melanjutkan perjalanan adalah dengan menyeberangi sungai itu. Namun, mereka tidak tahu seberapa dalam airnya atau bahaya apa yang mungkin mengintai di dalamnya.

Saat mereka sedang berdiskusi tentang cara menyeberangi sungai, tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari arah lorong tempat mereka datang. Zyra pasti sudah menemukan jejak mereka.

"Kita tidak punya waktu lagi!" seru Raka. Ia melihat beberapa batang kayu besar yang hanyut di tepi sungai. "Kita bisa gunakan ini untuk menyeberang."

Dengan cepat, mereka menarik batang-batang kayu itu ke tepi sungai dan mencoba merakitnya menjadi rakit sederhana. Sementara mereka bekerja dengan tergesa-gesa, suara langkah kaki Zyra semakin dekat.

Akhirnya, rakit sederhana mereka selesai. Raka dan Sinta membantu Maya naik ke atas rakit, dan kemudian mereka berdua ikut naik. Dengan menggunakan batang kayu sebagai dayung, mereka perlahan-lahan mendorong rakit itu ke tengah sungai.

Saat mereka hampir mencapai sisi sungai yang lain, tiba-tiba air di sekitar mereka bergolak. Dari dalam kegelapan air, muncul beberapa pasang mata berwarna merah menyala yang menatap mereka dengan ganas. Makhluk-makhluk aneh dengan sisik licin dan gigi-gigi tajam mulai menyerang rakit mereka, mencoba menarik mereka ke dalam air yang gelap.

"Apa itu?" teriak Maya ketakutan.

"Aku tidak tahu!" jawab Raka sambil berusaha memukul mundur makhluk-makhluk itu dengan batang kayunya. Sinta juga membantu dengan memukulkan tas kulitnya ke arah mereka.

Pertempuran sengit terjadi di atas rakit yang goyah. Makhluk-makhluk itu terus menyerang dengan ganas, membuat rakit mereka hampir terbalik beberapa kali. Raka merasa putus asa. Mereka baru saja lolos dari Zyra, dan sekarang mereka harus menghadapi bahaya lain yang tidak terduga.

Tiba-tiba, Raka teringat pada Kitab Dewa Naga. Ia mengeluarkan kitab itu dari dalam keranjangnya dan membukanya secara acak. Matanya tertuju pada gambar seekor naga air yang sedang berenang dengan anggun di dalam sungai yang tenang. Di bawah gambar itu, terukir kata "Penguasa Arus."

Tanpa berpikir panjang, Raka mengucapkan kata-kata itu dengan lantang. Seketika, air di sekitar rakit mereka menjadi lebih tenang. Makhluk-makhluk mengerikan itu tampak gelisah dan perlahan-lahan mundur ke dalam kegelapan air, seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar yang memerintahkan mereka untuk menjauh.

Raka, Maya, dan Sinta saling pandang dengan lega. Mereka berhasil selamat dari bahaya lain berkat kekuatan Kitab Dewa Naga. Dengan sisa tenaga, mereka mendayung rakit mereka hingga mencapai sisi sungai yang lain dan segera menariknya ke daratan.

Mereka terengah-engah dan basah kuyup, tetapi mereka berhasil selamat. Namun, mereka tahu perjalanan mereka masih panjang dan bahaya akan terus mengintai di setiap langkah. Mereka harus terus bergerak maju, mencari jawaban di kuil kuno di pegunungan utara, dan berharap bisa menemukan cara untuk mengalahkan kegelapan yang mengancam dunia mereka. Di tengah semua kesulitan ini, ikatan persahabatan dan cinta di antara Raka dan Maya semakin menguat, menjadi sumber harapan di tengah perjalanan yang penuh misteri dan bahaya.

Terengah-engah dan basah kuyup, mereka bertiga merangkak naik ke atas bebatuan di sisi sungai. Tanah di sana terasa dingin dan licin. Mereka berpandangan, kelelahan terpancar jelas di wajah masing-masing.

"Kita selamat," bisik Maya dengan nada tak percaya, memegangi lengannya yang masih terasa sakit.

"Untuk sekarang," sahut Sinta, matanya melihat ke arah kegelapan sungai dengan waspada. "Makhluk-makhluk itu… apa sebenarnya mereka?"

Raka menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Tapi mereka menjaga sesuatu, atau mungkin mereka hanya binatang buas yang hidup di kegelapan bawah tanah." Ia memeluk Kitab Dewa Naga erat di dadanya, merasa bersyukur atas kekuatannya yang kembali melindungi mereka.

Mereka beristirahat sejenak, memulihkan tenaga setelah pertarungan yang menegangkan. Suara tetesan air dari langit-langit gua dan desiran pelan sungai menjadi satu-satunya suara yang menemani mereka dalam kegelapan.

Setelah merasa cukup kuat, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Lorong di sisi sungai tampak lebih lebar dan kering dari sebelumnya. Mereka berjalan menyusurinya, berharap lorong ini akan membawa mereka keluar dari bawah tanah atau menuju tempat yang lebih aman.

Semakin jauh mereka berjalan, lorong itu semakin menanjak. Udara terasa sedikit lebih hangat dan mereka mulai melihat cahaya samar-samar di kejauhan. Harapan mulai tumbuh di hati mereka. Mungkinkah mereka akan segera keluar dari kegelapan ini?

Saat mereka semakin mendekat, cahaya itu semakin terang dan akhirnya mereka tiba di ujung lorong. Mereka mendapati diri mereka berada di dalam sebuah gua yang besar dan luas. Sinar matahari masuk melalui celah-celah di langit-langit gua yang tinggi, menerangi ruangan itu dengan cahaya yang lembut dan keemasan.

Gua itu tampak seperti tempat yang sudah lama ditinggalkan. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno yang menggambarkan naga, dewa-dewi, dan simbol-simbol misterius yang mirip dengan yang ada di dalam Kitab Dewa Naga. Di tengah gua, terdapat sebuah altar batu yang besar dan di atasnya tergeletak sebuah pedang berkarat dengan ukiran naga di gagangnya.

"Tempat apa ini?" bisik Sinta dengan nada kagum, matanya melihat sekeliling gua yang megah.

Raka merasakan firasat yang kuat. Tempat ini pasti memiliki hubungan yang erat dengan Kitab Dewa Naga. Ia berjalan mendekati altar dengan hati-hati dan mengamati pedang itu. Ada aura kekuatan kuno yang terpancar darinya, meskipun sudah berkarat dan tampak rapuh.

Saat Raka menyentuh gagang pedang itu, tiba-tiba ia merasakan gelombang energi yang kuat mengalir melalui tubuhnya. Kilasan-kilasan penglihatan kembali menyerbunya: seorang ksatria gagah berani memegang pedang yang sama, bertempur melawan makhluk-makhluk kegelapan di bawah cahaya bulan purnama. Ia melihat dirinya, mengenakan zirah yang berkilauan dan memimpin pasukan dalam pertempuran yang epik.

Penglihatan itu menghilang secepat datangnya, meninggalkan Raka dengan rasa bingung dan kebingungan yang semakin besar. Mengapa ia terus-menerus mendapatkan penglihatan seperti ini? Apakah ia benar-benar memiliki hubungan dengan masa lalu yang misterius ini?

Maya dan Sinta menghampiri Raka, wajah mereka menunjukkan rasa ingin tahu dan kekhawatiran. Raka menceritakan penglihatan yang baru saja ia alami.

"Ini semakin aneh saja," kata Maya sambil mengerutkan kening. "Pedang itu… mungkinkah itu pedang seorang penjaga kitab di masa lalu?"

"Mungkin," jawab Raka. Ia kembali menatap ukiran-ukiran di dinding gua. Ia melihat salah satu ukiran menggambarkan seorang ksatria yang memegang pedang yang sama, berdiri di samping seorang wanita dengan tongkat berukir kepala ular. Di bawah ukiran itu, terukir simbol hati yang terbelah.

Tiba-tiba, Sinta berseru, menunjuk ke arah langit-langit gua. "Lihat ke sana!"

Raka dan Maya mengikuti arah pandangan Sinta. Di salah satu celah di langit-langit gua, mereka melihat cahaya yang bergerak-gerak. Itu adalah cahaya obor. Seseorang pasti sedang mencari mereka.

"Zyra!" bisik Raka dengan nada panik. "Dia pasti sudah menemukan jalan keluar lain dari lorong bawah tanah."

Mereka bertiga harus segera pergi dari tempat ini. Gua itu mungkin memberikan mereka tempat berlindung sementara, tetapi mereka tidak bisa tinggal di sana terlalu lama. Mereka harus terus bergerak menuju kuil kuno di pegunungan utara, tempat mereka berharap bisa menemukan jawaban atas semua pertanyaan mereka dan mungkin juga menemukan cara untuk mengalahkan Kaldor. Dengan tekad yang baru, mereka meninggalkan gua itu, kembali memasuki hutan belantara, siap menghadapi bahaya dan misteri yang menanti mereka di depan sana. Takdir mereka semakin jelas, dan perjalanan mereka telah membawa mereka jauh dari kehidupan sederhana yang pernah mereka kenal.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!