Judul buku "Menikahi Calon Suami Kakakku".
Nesya dipaksa menjadi pengantin pengganti bagi sang kakak yang diam-diam telah mengandung benih dari pria lain. Demi menjaga nama baik keluarganya, Nesya bersedia mengalah.
Namun ternyata kehamilan sang kakak, Narra, ada campur tangan dari calon suaminya sendiri, Evan, berdasarkan dendam pribadi terhadap Narra.
Selain berhasil merancang kehamilan Narra dengan pria lain, Evan kini mengatur rencana untuk merusak hidup Nesya setelah resmi menikahinya.
Kesalahan apa yang pernah Narra lakukan kepada Evan?
Bagaimanakah nasib Nesya nantinya?
Baca terus sampai habis ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
“Sial! Kejar dia!” Dua orang pengawal itu kesal karena sadar telah di tipu oleh Nesya. Mereka pun dengan cepat mengejar lari Nesya yang saat itu sudah hampir sampai ke sebuah pagar yang dia sendiri tak tahu akan mengarah kemana. Saat itu yang ada di dalam pikiran Nesya hanyalah ingin melarikan diri lalu bersembunyi.
Sialnya, ketika kedua tangan mungilnya sudah menyentuh pegangan pagar tersebut rupanya Nesya kesulitan untuk membukanya. “Sial! Apa yang terjadi?” Ucap Nesya yang mulai merasa putus asa. Saat sibuk mencoba membuka pagar itu dia tak sadar bahwa dua orang pengawal yang tadi berhasil dia kelabui itu kini sudah berdiri di belakangnya.
“Pagar itu sudah di kunci, Nyonya.”
Nesya terkejut sampai memekik nyaring saat baru menyadari bahwa dirinya sudah kembali tertangkap, rasanya dia ingin menangis saja karena lagi-lagi gagal melarikan diri.
“Apa mau kalian? Menjauhlah dariku!” Nesya kembali berteriak penuh emosi.
“Angkat saja dia,” ucap salah satu pengawal itu.
“Apa? Apa katamu?” Tanya Nesya mulai waspada, namun dengan cepat salah satu pengawal itu mengangkat tubuhnya dengan cara di pikul diatas bahu.
“Aaaarrgghh! Lepassss!” Nesya benar-benar tidak bisa menerima semua ini, meski sudah lelah namun dia tak mau berhenti berusaha, kali ini dia gunakan kedua tangannya untuk memukuli tubuh bagian belakang dari lelaki yang memikul dirinya itu, namun tak ada yang terjadi.
Mereka membawa Nesya cukup jauh hingga menaiki sebuah tangga yang cukup tinggi namun entah seberapa tinggi sebab Nesya sudah nyaris pingsan untuk bisa menghitungnya. Beberapa saat kemudian dia merasa tubuhnya di jatuhkan diatas tampat yang empuk di dalam sebuah ruangan, seperti sebuah tempat tidur. Tanpa berkata apapun lagi kedua pengawal tersebut langsung pergi dari ruangan tersebut lalu mengunci pintunya dari luar.
Suasana pun menjadi sangat hening dan juga terasa lebih dingin, Nesya berbaring terlentang menatap langit-langit ruangan yang berjarak sangat tinggi. Dia masih dalam keadaan sadar namun tubuhnya tak bisa di gerakkan, Nesya sangatlah lemah saat itu. Mungkin karena dirinya baru habis mengeluarkan banyak tenaga hanya untuk ke sia-siaan.
“Tuhan, kenapa harus aku?” Bisiknya berharap Tuhan mendengar dan segera menolong dirinya untuk pergi, atau jika Tuhan mau berbaik hati, Nesya ingin waktu di putar kembali agar dirinya bisa menolak keinginan kakaknya dan pergi sejauh mungkin.
Memikirkan itu semua tanpa sadar Nesya meneteskan air matanya, dirinya yang sangat jarang menangis itu merasa kalah karena tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Karena kelelahan yang teramat Nesya pun terlelap begitu saja.
***
Masih dalam posisi berbaring terlentang, Nesya akhirnya mulai membuka mata, namun saat itu dia tak bisa melihat apapun karena ruangan itu mendadak menjadi gelap gulita, sepertinya hari sudah malam dan dia sudah tidur cukup lama. Nesya pun mulai merasa takut, dirinya takut berada dalam gelap seorang diri, kedua tangannya mulai meraba ke berbagai sisi tempat tidur tersebut namun kemudian tersadar bahwa dirinya tengah berada di sebuah menara sejak beberapa saat yang lalu dan itu semakin membuatnya ketakutan.
Nesya berusaha mengatur napasnya, mencoba mencari satu titik cahaya yang bisa terlihat dan dia berhasil. Dia pun segera bangkit lalu berjalan kearah cahaya kecil tersebut, setelah mendekat dan bisa melihat dengan jelas, rupanya itu adalah pantulan cahaya lampu dari arah luar. Nesya pun menyingkap tirai di jendela kaca tersebut dan baru menyadari bahwa dirinya memang berada di sebuah menara seperti yang Evan ucapkan siang tadi.
“Ternyata lelaki itu sangat mengerikan, dia benar-benar mengurungku di sebuah menara setinggi ini. Dasar lelaki gila, lihat saja jika aku sampai mati disini maka aku akan datang menghantuinya sampai dia mati juga.” Nesya benar-benar membenci Evan setelah apa yang lelaki itu lakukan kepada dirinya.
“Bagaimana bisa Kak Narra mempunyai hubungan dengan lelaki psikopat seperti dia. Mau setampan dan sekaya apapun dia, meski di tawarkan sekalipun padaku, aku tak akan pernah mau menerima lelaki sakit jiwa seperti itu.”
Saat sedang asyik merutuki Evan sambil menatap kearah luar jendela kaca itu, Nesya sama sekali tak mendengar jika ada seseorang yang mencoba membuka kunci pintu ruangan tersebut, hingga pada saat daun pintunya di buka dari arah luar barulah Nesya di buat terkejut, segera dia menggerakkan kepala untuk melihat ke arah siluet yang muncul terkena sinar cahaya dari luar ruangan.
Lampu ruangan tersebut seketika menyala menerangi seluruh sudut ruangan, sampai-sampai Nesya harus menyipitkan kedua matanya karena merasa silau. Setelah matanya sudah bisa melihat dengan normal, Nesya pun langsung kesal ketika mendapati Evanlah yang masuk ke dalam sana.
Wajah Evan terlihat begitu memuakkan untuk Nesya lihat sehingga dirinya pun memilih untuk membuang wajah ke arah samping. Melihat itu Evan tersenyum licik dan mulai mendekati Nesya yang berada di ujung ruangan hingga benar-benar berdiri dihadapan Nesya, barulah ia menghentikan langkahnya.
Evan melihat penampilan Nesya yang acak-acakan itu mulai dari kepala hingga ke kaki lalu kemudian menertawakannya. “kasihan sekali, ada apa? Hm? Senang berada di dalam sini? Beginilah akibatnya jika berani membantahku,” desisnya tepat di hadapan wajah Nesya yang masih melengos itu.
“Aku tidak punya salah padamu, tidak punya urusan denganmu dan juga tidak takut pada lelaki sakit sepertimu.” Lagi-lagi Nesya menjawab dengan berani namun tanpa menatap Evan.
Evan yang datang dengan niat ingin mengampuni istrinya itu pun harus kembali di buat kesal. Dengan gerakan kasar dia mencengkeram dagu lancip itu lalu membawa wajah Nesya menghadap dirinya dengan paksa.
“Mulut mu ini kecil tetapi sangat pedas jika berucap, keluargamu memang tidak ada yang baik hingga menghasilkan keturunan yang tidak baik pula seperti dirimu.”
Perkataan Evan itu memancing emosi Nesya dan juga sakit hatinya. “Jangan bawa-bawa keluargaku! Kami memang miskin tetapi tidak kejam seperti kamu! Asal kamu tahu nama ku adalah Nesya dan bukan aku yang seharusnya berada disini tetapi kakakku, Narra!”
Evan diam sejenak, kedua matanya terus menatap ke arah bibir tipis Nesya yang bergerak mengoceh, nyatanya apa yang Nesya ucapkan itu sama sekali tak membuat Evan memberikan reaksi terkejut seperti yang Nesya harapkan, malah setelahnya Nesyalah yang di buat terkejut ketika mendengar Evan berbicara.
“Nesya Nadine, itu adalah nama yang aku sebut ketika aku menikahimu.”
Nesya merasa syok lalu mendorong tubuh Evan sekuat mungkin hingga pegangan tangan Evan terlepas dari dagunya. Nesya mundur beberapa langkah menatap Evan dengan tak percaya.
“Apa katamu? Bagaimana?”
Evan kembali terkekeh, dia bergerak memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana panjangnya dengan gerakan santai. “Jangan mengira bahwa aku adalah orang yang bodoh, aku bahkan sudah mengetahui perihal kehamilan kakakmu, lalu dia yang licik itu pasti tak akan mau mengakuinya padaku sehingga menukarmu sebagai pengganti dirinya, agar dengan begitu dia masih tetap bisa menjadi nyonya di rumah ini. Benar begitu bukan?”
Dengan rasa terkejut yang teramat dalam, Nesya menggeleng pelan, semua kenyataan ini sungguh di luar dugaannya. Tapi dia tak ingin menunjukkan bahwa dirinya begitu syok di hadapan lelaki licik seperti Evan.
“Jadi, dia sebenarnya telah menikahi aku, bukannya kak Narra?” Tanya Nesya dalam hati.
“Kenapa? kamu terlihat seperti sangat kecewa karena ternyata aku telah mengetahui segala rencana busuk kalian,” ledek Evan sengaja membuat Nesya mati kutu.
“Jika kamu telah mengetahui semua itu, lantas kenapa harus melanjutkan pernikahan itu? Kenapa tidak datang menemui kakakku dan membatalkan semuanya di dalam kamar hotel saat itu? Dan aku seharusnya tidak sampai berada disini,” ucap Nesya yang sangat merasa kecewa pada semua orang, Narra, ibunya dan sekarang Evan yang malah mengikuti permainan Narra, padahal dia sudah tahu kalau calon pengantin wanitanya sedang hamil dengan pria lain.
Evan mengendikkan kedua bahu menanggapi pertanyaan Nesya dengan santai. “Bukankah itu bagus, nama baik keluarga mu dan keluargaku sama-sama terjaga bukan? Meski pun keluargamu bukanlah siapa-siapa bahkan tak pernah di pandang oleh siapapun juga.”
“Cukup! Berhentilah menghina keluargaku, kamu dan kak Narra yang sedang mempunyai masalah bukan kami, bukan aku dan bukan juga keluargaku. Aku minta lepaskan aku sekarang juga.” Nesya berkata dengan tegas meski ada getaran pada nada bicaranya, itu karena dia merasa penuh dengan kekecewaan.
Evan terdiam mendengar permintaan Nesya, wajahnya pun kini mendadak berubah serius. Kaki panjangnya itu dia bawa melangkah untuk mendekat kearah Nesya yang kini sudah berdiri menempel pada dinding dan tak bisa kemana-mana lagi.
“Jika aku melepaskanmu maka itu telalu mudah untukmu dan juga bagi wanita licik itu. Tetapi jangan salah sangka dan mengira bahwa aku menyukai dirimu karena itu tidak akan pernah terjadi,” ucap Evan dalam jarak yang begitu dekat dengan Nesya bahkan tubuh keduanya nyaris menempel.
“Kalau begitu untuk apa pernikahan ini? Aku juga tidak menyukaimu bahkan kita tidak saling kenal. Ceraikan aku sekarang juga.”
“Diam! Aku bilang diam!” Evan mendadak emosi hingga membentak Nesya dengan keras padahal posisi mereka begitu dekat, bisa bayangkan bagaimana takutnya Nesya saat itu, namun dia berusaha untuk tidak memberikan reaksi apapun agar Evan tahu kalau dia tidak selemah itu.
“Lalu kenapa, kenapa kamu menidurriku malam itu? Bukankah hubungan seperti itu harus bersadarkan cinta?” Tanya Nesya sambil menahan tubuhnya yang gemetaran.
Evan langsung teringat pada perbuatannya pada malam pernikahan mereka kemarin, sebenarnya dirinya pun tak tahu kenapa menjadi hilang kendali saat melihat Nesya. Dia pun tak ingin lagi beradu argumen dengan Nesya karena memang tak tahu pada jawabannya sehingga Evan memilih untuk berjalan mundur lalu membalik tubuhnya membelakangi Nesya, berniat untuk pergi.
Namun sebelum benar-benar pergi dia berhenti sejenak lalu berkata sesuatu tanpa menoleh ke arah Nesya. “Pernikahan ini nyata, maka biasakanlah.”
Suara pintu yang tertutup kuat itu menyadarkan Nesya pada nasibnya yang mengenaskan. Dia yang sangat jarang menangis pun kini terduduk di sudut ruangan lalu menangis meraung-meraung, dia benci pada semua orang namun kini jauh lebih membenci Evan.