Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melody pingsan
“Selamat pagi Bu Rina..” sapa Ellara tersenyum kikuk.
“Sudah jam berapa ini cantik?” tanya Bu Rina dengan mata melotot tajam ke arah Ellara.
“Jam tujuh lewat sepuluh menit ibu Rina...” jawabnya dengan suara pelan.
“Tujuh lebih sepuluh menit ya? Menurut Ellara, kamu terlambat atau enggak?” suara Bu Rina terdengar lembut di buat buat. Hal seperti itu saja tapi terkesan lebih menyeramkan di mata Ellara. Dia lebih baik menghadapi guru itu dengan teriak teriaknya dari pada seperti ini.
“Ellara terlambat Bu, heheh” dia menyengir dengan kedua tangannya dia buat terkepal di depan rok seragamnya.
“KETAWA LAGI MONCONGMU ITU!!! SEKARANG KE LAPANGAN, BERDIRI DI SANA MENGHORMATI TIANG BENDERA SAMPAI JAM ISTIRAHAT!!!” Ellara menutup telinganya dengan cepat. Dia berlari kecil meninggalkan ibu Rina yang masih terdengar ngomel ngomel dari belakangnya. Dapat di pastikan, suaranya mungkin terdengar hampir ke semua ruangan.
“aku tarik kata kataku, aku tidak ingin mendengar Ibu Rina yang marah marah, karena bisa membuat gendang telinga orang orang yang mendengarnya bisa pecah. Kalau aku tuli, kasian kecantikanku ini..” Dengus Ellara sembari mengelus dada.
Dia kembali ke mode angkuh, berjalan ke lapangan.
“kamu terlambat juga?” perasaan Ellara tambah malas saat melihat Melody yang ternyata kena hukuman juga.
“iya kak.” Jawab Melody dengan suara pelan. Dia sudah duluan lima menit berdiri disana.
“kenapa kamu di hukum juga? kqmu kan anak baru di sekolah ini?” heran Ellara. Dia sebenarnya malas berbicara, dari ekspresinya aja terlihat jelas enggan sekali dia berbicara dengan gadis lugu di sampingnya. Kerjaannya hanya menunduk, mengangguk dan menjawab ‘iya kak’
“Aku terlambat tadi kak..”
Iya, Ellara tahu dia terlambat. tapi pertanyaannya kenapa sampai dia di hukum juga? padahal anak baru harusnya belum bisa di hukum dong. dan harusnya saat ini Melody di kenalkan pada teman teman kelasnya, bukan di hukum. Tapi Ellara tidak peduli tentang itu, dia yang sudah mulai malas hanya berujar singkat.
“ouh” balas Ellara singkat. Dia tidak bertanya lagi setelahnya. Hanya berdiri agak jauh dari Melody, kemudian mendongak melihat tiang bendera.
.
.
.
“Ada apa Gavin?” tanya Bu Diana yang saat ini tengah mengajar di kelas 12 IPA 2. Kelas di mana semua murid berisi siswa populer semua. Baik dari segi otak, visual dan bakat, mereka di kelas 12 IPA 2 adalah bintangnya.
“Saya izin ke toilet bu” pria yang di panggil Gavin itu berdiri dari kursinya. Tanpa menunggu persetujuan Bu Diana, dia sudah keluar kelas.
“ Kami juga ikut Bu, kebelet sejak tadi..” Tiga orang lainnya, ikut ikutan berdiri keluar dari ruang kelas. Mereka tidak peduli dengan teriakan Ibu Diana.
Gavin Alvarano Wijaya, pesona ketua osis dingin seperti kulkas 12 pintu. Gavin memiliki wajah yang tegas dan berstruktur jelas, dengan garis-garis yang kuat. Matanya tajam seperti pisau, berwarna coklat mendalam yang menembus jiwa. Rambutnya hitam, tebal dan rapi.
Dia jarang tersenyum, menambah kesan misterius dan dingin. Tingginya sekitar 175 cm dengan berat badan proporsional. Bahunya lebar dan kuat, lengan panjang dan berotot, menunjukkan kekuatan fisik yang mengagumkan.
Kehadirannya memancarkan aura kedinginan dan kepercayaan diri, seolah-olah dia adalah sosok yang tak terkalahkan.
Dia berjalan lurus, bukan ke toilet seperti keterangan yang dia sampaikan pada Bu Diana, langkah panjangnya membawa Gavin ke rooftop sekolah.
Di sana dia berdiri tenang, arah pandangannya terus tertuju pada objek yang tengah berdiri di lapangan.
Perlahan sudut bibir pria itu terangkat, mengeluarkan senyum tipis nyaris tak terlihat.
“Dia di hukum lagi?” gumannya pelan.
“Woilahhhh, pantasan tak tenang di dalam kelas, ternyata hatinya masih kepikiran si dia, hahahah..” Ethan Ryder, Lucas Alexander, Aiden Julian, teman teman Gavin gabung begitu saja dengan kehebohan yang di ciptakan oleh Ethan.
“Eh, eh, tapi yang di sebelah Ellara itu siapa? Perasaan baru lihat deh, btw cantik juga ya” timpal Aiden yang terpesona melihat kecantikan Melody di sebelah Ellara.
“Wuihhhh, iya juga. Apakah dia murid baru? Kelas berapa kira kira ya?” rasa penasaran membawa ke empat orang itu berlalu ke lapangan.
Gavin membawa serta sebotol air mineral di tangannya. Melewati beberapa ruang kelas sebelas, terdengar jelas kehebohan para penghuni ruangan kala ke empat siswa populer itu lewat.
Sampai di lapangan, Gavin berjalan dengan gaya coolnya menghampiri Ellara.
“kenapa bisa terlambat lagi?” tanyanya dengan suara lembut. Dia membuka tutup botol air itu, memberikannya pada Ellara. Gadis itu tidak menjawabnya sama sekali, tapi dia tetap menerima air dari Gavin dan meneguknya sampai tandas.
“capek? Mau aku gantiin?”
“Tidak perlu!” jawab Ellara cepat dengan nada angkuhnya. Mendengar itu, Gavin tidak menyerah. Dia hanya tersenyum tipis karena di mata Gavin wajah Ellara sangat menggemaskan jika sedang bicara angkuh seperti itu.
Aiden berlari kecil ke sana. Ikut nimbrung setelah pergi ke kantin untuk membeli sebotol air mineral. Hal itu dia lakukan untuk di berikan pada Melody . Wajah gadis itu pucat pasi, dia tidak banyak bicara melainkan menyimak pembicaraan Ellara dan Gavin. Lebih tepatnya menyimak pembicaraan Gavin, karena Ellara tidak banyak menanggapi.
“Nih, minuman untuk kamu” ujar Aiden sembari memberikan minuman pada Melody. Gadis itu menatap ke arahnya dengan senyum lembut. Aiden sampai terpesona melihat langsung kecantikan Melody yang ternyata 11 12 dengan Ellara. Gimana enggak cantik, gen papa Morgan turun pada keduanya.
“makasih kak” Melody menerima minuman itu, meminumnya.
“Aiden gercep banget..” goda Ethan.
“Untuk cewek se cakep___ eh, nama kamu siapa?” Lupa bertanya dan sok akrab sejak tadi, Aiden malu sendiri. Seketika Ethan terbahak, sementara Lucas hanya tersenyum tipis melihat tingkah konyol temannya itu.
“Melody kak” jawab Melody masih dengan suaranya yang lembut dan pelan.
“oh Melody, nama yang cantik seperti orangnya. Kenalkan, aku Aiden dan ini Ethan, itu Lucas, itu Gavin” Aiden memperkenalkan teman temannya pada Melody.
“iya kak, salam kenal” jawab gadis itu tersenyum. Mereka berbincang, sementara Gavin asyik sendiri menggoda Ellara.
Hingga gadis itu di buat pusing setengah mati menghadapi tingkah nya. Bersama Ellara, hilang sudah Wibawa Gavin yang dijuluki sebagai pria dingin 12 pintu. Malah terkesan sebaliknya, dia yang random sedangkan Ellara si cuek.
“Ngapain masih di sini? Tidak ada kelas kah? Udah deh, mending kalian berempat masuk kelas, dari pada nanti____”
Brughhhhhhh
Kalimat Ellara terpotong saat mendengar suara jatuh dari sampingnya. Dia terkejut melihat Melody yang sejak tadi diam kini jatuh pingsan tepat di sampingnya.
Gavin yang melihat hal itu tanpa aba aba membopong tubuh kecil Melody, membawanya ke UKS.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.