"Itu anak gue, mau ke mana lo sama anak gue hah?!"
"Aku nggak hamil, dasar gila!"
Tragedi yang tak terduga terjadi, begitu cepat sampai mereka berdua tak bisa mengelak. Menikah tanpa ketertarikan itu bukan hal wajar, tapi kenapa pria itu masih memaksanya untuk tetap bertahan dengan alasan tak masuk akal? Yang benar saja si ketua osis yang dulu sangat berandal dan dingin itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyeuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Jay tak tahu harus berkata apa saat mendengar penjelasan dari "pacarnya" bahwa Daniel lebih baik daripada dirinya. Itu seperti sebuah penghinaan keras bagi Jay, bukan sekadar sakit hati sebab dia dengan anak itu tak bisa dibanding-bandingkan seenaknya. Tak ada yang berhak mencampuri urusan mereka berdua.
"Kamu mungkin nggak tau, tapi ke depannya jangan puji orang kayak dia di depan aku," wajahnya kentara sekali tidak menyukai hal tersebut.
"Ah ya... maafin aku, aku salah," Ning yang kelabakan hanya bisa patuh pada sang tuan.
"Gapapa, lain kali jangan ladenin dia juga. Kalian juga jangan, mau ngomong apapun dia biarin aja nggak usah didengerin," jika Jay sampai bilang begitu pada teman-teman Ning yang lain. Artinya memang ada yang tak beres dengan manusia bernama Daniel yang selalu dipuji-puji jauh lebih berbakat dari Jay dan jauh lebih unggul daripada Jay.
"Iya Jay..." ketiga gadis itu menjawab secara bersamaan. Bingung sekaligus terpesona karena Jay amat lembut ketika bersama Ning.
Jika ingin adil, harusnya lakukan dengan adil. Padahal dari segi prestasi saja sudah jelas terlihat bahwa Jay di atas Daniel, dia beberapa kali masuk olimpiade meskipun tampak ogah-ogahan saat ikut serta dalam hal yang menurutnya tak terlalu penting. Tapi, hasil akhirnya selalu diluar ekspetasi orang-orang, dia bisa memenangkan berbagai olimpiade, antara lain: basket, berenang, bernyanyi, dan akademik tingkat nasional. Cukup membanggakan punya teman seperti Jay apalagi menjadi kekasihnya yang pasti dia perhatikan. Anehnya adalah anak itu tak pernah terlihat berpacaran sejak masuk SMA Negeri bergengsi seperti sekolahnya, padahal banyak cewek cantik yang mengantri untuk menjadi pacarnya, tapi Jay tetap jomblo.
"Jay, liat noh si dengkul lagi diskusi sama guru," tiba-tiba saja Joni mendekati mereka, tentu saja dia membawa para antek-anteknya.
Ning, Kartika, Winda, dan Gisel kaget saat para gerombolan terkenal mendekat ke arah mereka. Belum lagi auranya yang awur-awuran alias kacau balau saat dilihat oleh mata. Mereka semua tampan paripurna, rasanya jantung Kartika mau copot melihat kumpulan cowok ganteng itu!
"Biarin aja, toh Jay kita nggak akan pernah bisa saingan dengan siapapun!" sahut Niken dengan angkuh.
"Yoi, kalaupun ada ya pasti cuman si Suni aja," mereka tertawa terutama Suni yang mendengar namanya disebut. Entahlah, suasana hati anak itu sepertinya sedang cukup baik karena dia tidak kesal atau biasanya minimal anak itu cemberut. Lucunya, dia tak menakutkan malah menggemaskan.
"Yeuuh kocakk, udah ah kita liat ide si otak cabul itu gimana," sahut Rey. Mohon dipahami, anak satu itu kadang memang mulutnya susah di rem karena terlalu banyak bergaul sama Suni.
Mereka memperhatikan Daniel yang disebut-sebut sebagai "soft boy" dan "cowok green forest" itu dengan sabar, terutama Jay yang melihat setiap detail yang dilakukan anak itu tanpa berniat untuk berpaling.
"Sok ganteng banget anyink," tiba-tiba saja suara Azka terdengar, membuat Jay, Haris, Suni, Joni, Rey, dan Niken bahkan para antek-antek Ning pun menoleh sebab mereka kembali merasakan eksistensi anak laki-laki itu. Azka sudah lama menjadi pendiam, mereka terharu dengan kemajuan tersebut.
"Apa dah?" tanyanya begitu diperhatikan dengan segitunya. Azka berpikir mereka terlalu berlebihan menilainya.
...🪶🪶...
Hari kelulusan tiba, terasa indah saat semuanya sudah selesai, kenangan masa-masa sekolah memang terlalu sulit untuk dilupakan. Tapi, tak masalah dengan konsep yang tidak mereka setujui yang merupakan ide Daniel karena hal tersebut disetujui oleh para guru. Mereka cukup menyukainya, meskipun banyak hal yang tak bisa diterima terutama soal kostum. Pakaian yang mereka gunakan terlalu terlalu klasik dan formal. Namun, ternyata ada yang lebih mengejutkan daripada itu semua.
"Aku hamil...!" siapa duga, hal paling tak disangka-sangka ada di saat seorang siswi yang terkenal pendiam, suka dengan buku, dan juga pandai menjadi berani dengan mengaku ia tengah hamil muda.
Semua guru yang ada di sana terdiam mematung, seluruh orang tua terutama kedua orang tua tampak gaduh.
"Haris, aku mohon... tanggung jawab kamu," ucap gadis itu dengan lesu.
Ya, mereka tak salah dengar. Perempuan itu menyebutkan nama Haris, salah satu anggota geng For Seven yang terkenal cukup pendiam dan merupakan anak baik serta membanggakan bagi teman-temannya. Mungkin bisa disebut yang paling suka tersenyum pada siapapun dan tidak punya masalah berat dalam dirinya.
"Eh, sebentar kamu nggak salah orang?" Haris tentu saja merasa sangat canggung dan suasana hatinya jadi tidak keruan, padahal dia sedang menikmati pesta.
Gadis yang mengaku berbadan dua itu terisak, "Aku nggak salah, kamu yang waktu itu paksa aku buat ngelakuin hal itu sampai kalau aku hamil kamu minta aku buat hilangkan anak ini. Maaf, tapi aku nggak bisa!" ia tersedu-sedu di akhir kalimatnya.
Ya Tuhan, cobaan apa sebenarnya ini? Di saat hari kebebasannya juga dia harus menghadapi drama yang bahkan bukan miliknya? Haris menghela napas lelah. Demi apapun dia tak akan pernah menyentuh perempuan sembarangan karena didikan Ibunya sangat keras. Melihat situasi semakin kacau, Haris berpikir siapapun yang sudah menjebaknya saat ini cukup keterlaluan. Kalaupun sekadar lelucon, tentu tidak masuk akal dan di mana ada guyonan isinya hamil "diluar nikah"? Benar-benar menjengkelkan suasananya bagi Haris.
"Ris, ini maksudnya apa?" Jay bertanya sambil menggenggam tangan Ning.
Ning sama bingungnya dengan Jay. Mereka yang ada di ruangan amat terkejut oleh teriakkan perempuan yang belum diketahui namanya itu. Lebih tepatnya berteriak sembari terisak, seolah-olah dunianya luluh lantak.
"Haris itu ada dua, Haris yang mana yang lo maksud?" tanya Rey dengan tatapan tidak suka pada gadis itu, yang diamini oleh Niken.
Ia tampak takut saat melihat mata Rey, "Haris..." katanya sambil meraih ujung jas milik Haris.
"Sayang, coba jelasin ke Mama sama Ayah, apa maksudnya ini?" tanya wanita paruh baya yang sejak tadi berada di sampingnya. Ia kebingungan juga.
Saat ini Haris ditekan dari berbagai sisi, anak lelaki itu juga sebenarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa dia jadi tersangka begini? Ya Tuhan, Haris tidak sekuat itu menghadapi candaan serius seperti ini. Lantas tanpa meladeni orang-orang yang mempertanyakannya, Haris segera menatap anak gadis yang berdiri ada di hadapannya dengan penampilan luar biasa kacau. Hanya menggunakan seragam sekolah, membawa tas lusuh, dan juga kacamata kebesaran yang hampir menutupi wajah kecilnya.
"Ayo kita bicara," katanya menarik lengan gadis itu menjauh dari kerumunan. Haris membawanya ke belakang gedung, lalu begitu sampai di sana Haris merasakan tangan gadis itu yang gemetar. Ia tahu bahwa semuanya adalah rencana seseorang.
"Jujurlah, siapa Ayah anak ini?" tanyanya sembari melirik ke arah perut rata gadis itu.
Hening tak ada jawaban. Haris paling benci dengan kebohongan yang ada di depan matanya, ia akan menuntut siapapun yang telah menjadikannya kambing hitam.
"Jawab," suaranya terdengar tegas. "A-anu... Haris waktu itu saat kita berhubungan kamu mabuk dan kamu bilang namamu Haris..." sahutnya tanpa berani saling tatap dengan sang tuan. Haris mengerutkan kening, ia merasa tak pernah menegak minuman haram ataupun sejenisnya. Jika ke klub malam mungkin iya, menemani dan menjemput Jay tidak lebih.
"Benarkah?" tanyanya, "I-iya... Kamu mabuk banget," sahutnya dengan gugup. Suaranya itu memang terdengar tidak asing bagi Haris, tapi dia belum bisa menebak siapa gadis ini sebenarnya.
"Kalau ada yang sedang bicara, tolong dilihat orangnya bagiku itu sopan santun."
Haris berusaha tetap tenang dan sabar menghadapinya. Jika emosi, segala ucapan dan tindakannya mungkin akan kasar dan serampangan. Perempuan di hadapannya menundukkan kepala, merasa tidak tahu harus bagaimana lagi.
"Kalau kamu memang hamil, kamu bisa buktikan padaku mana surat keterangan dari dokter dan bukti lain," katanya untuk melihat apakah gadis itu jujur atau hanya main-main.
"Ada, sebentar..." Haris melepaskan genggaman tangannya, membiarkan manusia di depannya membuka tas yang dia bawa. Penampilannya saat ini benar-benar kacau balau, dia memakai hoodie yang sudah jelek, sepatu sekolah, intinya tanpa dress code yang telah ditetapkan. Tidak memakai dress warna kuning seperti temanya. Rambutnya disanggul tidak keruan, tangannya gemetaran saat menunjukkan selembar surat keterangan kehamilan dan juga tespek yang memperlihatkan garis dua dengan jelas.
Haris lemas saat menerimanya, ia membaca name tag di dada perempuan itu dan menyamakannya dengan nama yang ada di surat keterangan positif kehamilan. Namanya persis, Naira Alisia. Tangannya terangkat untuk melihat wajah asli dari gadis tersebut.
"Kamu...!" Naira terkejut saat Haris menatapnya penuh arti. Tangan anak lelaki di depannya tiba-tiba saja bergetar bukan main, seolah-olah dia mengetahui sesuatu yang seharusnya tak dia ketahui. Melepaskan kacamata yang Naira pakai seakan ingin memastikan kembali, dan saat itu pula Haris lemas.
"Eh, Haris?!" seru Naira sambil menahan beban tubuh laki-laki di depannya.
"Nai... nggak, m-maksudnya Naira, sebenernya siapa yang ngelakuin ini ke kamu..?" tanya Haris dengan suara gemetar tak keruan.
"Kamu," seharusnya Naira yang menangis, tapi kenapa jadi Haris yang menggantikannya?
Belum selesai sampai di situ, mereka hanya menyusuri masalah pembuka yang ada dalam kehidupan, dan kemungkinan besar keduanya masih harus menghadapi berbagai konflik yang akan menerpa mereka. Tetapi, Haris yang semua orang tahu tidak kenal takut, tampaknya dia akan membuktikannya juga malam ini. Haris membawa Naira berlari menuju aula gedung utama, membuat Naira tak sempat bertanya.
"Saya atas nama Haris Fakih Jauhar dan Naira Alisia akan menikah dua minggu lagi, mohon doa dan dukungan Anda semua!" teriaknya di depan semua orang.
Syok melanda para manusia yang ada di dalam gedung, para guru bahkan tak menyangka kejadian itu, dan kedua orang tuanya terutama sang Mama sampai lemas mendengarnya. Mereka pikir Haris akan klarifikasi dengan mempermalukan gadis itu di depan semua orang, bahwa dia bukan Ayah dari anak yang ada di dalam kandungan Naira. Orang tuanya pun berpikir demikian, tapi... apakah ternyata anaknya selama ini sebebas itu saat bergaul? Padahal Jay dan yang lainnya sangat menghormati perempuan, kenapa anaknya begitu? Sebenarnya dengan siapa Haris bergaul? Sang Mama tak tahu harus berkata apa lagi, wanita itu pingsan di tempat.
...🪶🪶...
Dua minggu sudah berlalu setelah kelulusan, hari ini hari di mana Haris dan Naira resmi menjadi suami istri yang sah dalam agama. Namun, di mata negara mereka perlu menunggu sekitar tiga sampai empat tahun lagi agar bisa diterima oleh negara.
"Gue nggak tau lo mau tanggung jawab begini bro," Rey menatap temannya itu dengan iba.
Geng For Seven sudah tidak bisa membujuk Haris untuk memikirkannya baik-baik, Haris tetap teguh pada pendiriannya ia bahkan rela keluar dari anggota geng. Tetapi, Jay tidak mengizinkan siapapun keluar sesuka hati kecuali, dia yang mengeluarkannya sendiri. Jadi, Haris tetap menjadi bagian dari mereka semua.
"Ini pilihan gue Rey, tolong hargai," katanya sambil tersenyum.
Kebanyakan dari mereka tidak mengerti jalan pikir Haris yang saat itu berlari ke dalam gedung, mengumumkan pernikahannya yang akan dimulai sebulan lagi. Bahkan kedua orang tuanya nyaris serangan jantung di tempat, Niken yang selalu memuji Haris pun tak bisa berkata-kata. Naira sendiri panik. Namun, entah apa yang dibicarakannya kepada kedua orang tuanya sampai mereka setuju (dengan terpaksa) menikahkan anaknya dengan gadis itu. Haris bahkan sukses merebut hati Mama Naira yang tegas dan tidak suka pada anak lelaki manapun yang mendekati anaknya. Meskipun harus mengorbankan martabat keluarga Jauhar, Haris tidak merasa menyesal telah memutuskan untuk menikahi Naira.