Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.
Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.
Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.
Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Pagi itu, Akademi Debocyle tak lagi sama. Koridor-koridor yang biasanya dipenuhi suara langkah kaki siswa kini hanya berisi bisikan-bisikan panik dan ketakutan. Wajah-wajah siswa tampak pucat, beberapa berkumpul dalam kelompok kecil, saling berbisik.
Di Aula Utama, suasana jauh lebih kacau. Para guru dan pengawas sibuk mencoba menenangkan kerumunan siswa. Laporan tentang penemuan jenazah Dave telah menyebar seperti api yang membakar hutan kering.
Alvaro berdiri di salah satu sudut aula, bersandar pada dinding sambil mengamati keadaan. Gale berdiri di sampingnya, wajahnya menegang.
“Semua sudah tahu,” gumam Gale lirih. “Kabar ini... terlalu cepat menyebar.”
“Tidak mungkin disembunyikan,” jawab Alvaro dengan suara datar. Sorot matanya tajam, memindai setiap siswa yang tampak ketakutan. “Satu orang mati. Semua orang sekarang berpikir mereka bisa jadi korban berikutnya.”
Di tengah aula, seorang guru berdiri di atas podium, memegang pengeras suara. “Semua siswa diminta untuk tetap berada di asrama masing-masing! Jangan berkeliaran di luar tanpa izin! Akademi akan mengambil langkah pengamanan secepatnya.”
Namun, suara guru itu tenggelam di antara kegaduhan yang semakin menjadi-jadi.
Aula utama masih dipenuhi hiruk-pikuk siswa yang saling berbisik cemas. Suara-suara mereka bercampur dengan langkah terburu-buru staf Akademi, menciptakan suasana tegang. Gale berdiri di samping Alvaro, keduanya memperhatikan kerumunan dari sudut ruangan.
“Sepertinya, pagi ini akan jadi pagi terpanjang sepanjang hidup kita,” gumam Gale, tatapannya lurus ke arah panggung di tengah aula.
Alvaro hanya mengangguk ringan, tapi sebelum ia sempat menanggapi, suara langkah berat mendekat.
“Sudah dengar kabar dari kantin? Mereka bahkan tidak punya nyali untuk buka,” ujar Latania dengan nada tajam. Ia berdiri dengan tangan terlipat di dada, matanya yang tajam melirik ke arah kerumunan. “Dan ini yang mereka sebut Akademi terbaik?”
Alvaro mendesah. “Latania, situasinya agak berbeda dari sekadar makanan habis di kantin.”
“Ya, ya,” potong Latania sambil mengibaskan tangan, lalu mendekat ke Gale. “Tapi ini menunjukkan betapa buruknya manajemen krisis di sini.”
Dari arah lain, terdengar suara ceria yang khas, meskipun agak pelan. Charissa, dengan rambut lebat yang terlihat lebih acak dari biasanya, berjalan mendekat sambil mengayunkan tangan seperti sedang bermain-main. “Hei, apa aku terlambat? Aku lihat ada keributan. Ada apa sih?” tanyanya polos.
Alvaro melirik Charissa dengan tatapan datar. “Kamu serius, Charissa?”
“Ya serius dong. Kalau enggak, aku kan enggak bakal nanya.” Charissa tertawa kecil, tapi langsung terdiam ketika Latania menggelengkan kepala dengan ekspresi tak percaya.
“Dave,” jawab Gale akhirnya. “Al yang menemukannya tadi malam, di koridor asrama. Dia... sudah tiada.”
Charissa tampak bingung selama beberapa detik, sebelum akhirnya matanya membulat. “Oh! Jadi ini... soal yang itu, ya? Yah, aku pikir cuma gosip.” Ia menggaruk kepalanya, terlihat seperti benar-benar memproses informasi itu perlahan. “Kasihan Dave.”
Latania memutar mata. “Kamu ini lemot sekali, Charissa.”
“Tapi aku cantik,” jawab Charissa sambil berkedip genit ke arah Alvaro. “Kamu setuju, kan, Al?”
Alvaro menghela napas panjang. “Tolong, Charissa. Ini bukan waktunya untuk bercanda.”
Charissa terkekeh. “Kamu bilang bercanda, tapi aku serius. Oke, oke, aku diam.”
Shally muncul dari belakang Charissa, wajahnya tampak pucat seperti kurang tidur. Rambutnya yang sedikit bergelombang setengah menutupi wajahnya. Ia memegang buku catatan kecil di tangannya, seperti kebiasaannya setiap kali gugup. “Alvaro,” panggilnya pelan, suaranya hampir tenggelam di antara keributan aula.
“Ya?” Alvaro menoleh, wajahnya sedikit melunak melihat Shally yang tampak gugup.
“Ini... semua ini, maksudku, kematian Dave. Apa mungkin... dia tahu sesuatu?” tanyanya hati-hati, nada suaranya nyaris seperti bisikan.
Gale dan Alvaro saling pandang. Gale menjawab lebih dulu, “Kita belum tahu apa-apa, Shally. Tapi kurasa tidak ada yang kebetulan di sini.”
Shally mengangguk pelan, lalu menunduk. “Aku hanya... merasa kasihan. Dia orang baik.”
“Semua orang merasa begitu,” ujar Gale, meletakkan tangannya di bahu Shally untuk menenangkan. “Kita hanya perlu fokus sekarang.”
Latania mendengus. “Aku bilang, kita harus cari tahu lebih cepat. Duduk diam tidak akan menyelesaikan apa-apa.”
“Ya, atau mungkin kau bisa mencari tahu sendiri?” Alvaro menyeringai tipis.
Sebelum Latania sempat menjawab, Charissa menyela dengan tawa. “Latania dan diam? Itu seperti minta aku untuk tiba-tiba jadi pintar.” Ia tertawa lagi, meskipun suara tawanya membuat beberapa siswa lain menoleh.
Shally hanya tersenyum kecil, tapi tak mengatakan apa-apa lagi. Ia tetap memeluk buku catatannya, seperti berusaha menjaga pikirannya tetap tenang di tengah suasana mencekam.
***
Sementara itu, di gerbang utama Akademi, situasinya tak kalah mencekam. Beberapa kendaraan milik pemerintah—berwarna hitam pekat dengan emblem resmi—tengah parkir di depan gerbang yang kini tertutup rapat. Sejumlah personel berseragam, lengkap dengan senjata, bergerak memasang pagar blokade.
“Kami mendapat perintah langsung!” teriak salah satu petugas kepada seorang staf Akademi yang mencoba protes. “Jalan keluar-masuk ke Akademi Debocyle akan ditutup sampai waktu yang belum ditentukan.”
Staf Akademi itu terdiam, tak bisa berkata apa-apa.
Di balik pagar, para siswa yang penasaran mulai berdatangan. Mereka berbisik-bisik, beberapa bahkan mencoba merekam kejadian itu dengan ponsel mereka.
"Kenapa pemerintah harus ikut campur?” gumam salah seorang siswa dengan suara gemetar. “Apa ini sebesar itu?”
“Pemerintah tidak akan bergerak kalau ini cuma kecelakaan,” sahut yang lain, nada suaranya dipenuhi ketakutan.
Mungkin hanya beberapa mobil polisi tidak akan membuat para siswa bingung dan panik. Akan tetapi di balik gerbang utama Akademi Debocyle adalah satu batalion pasukan darat serta agensi kepemerintahan. Bahkan drone-drone kecil memasuki Akademi Debocyle.
Akan tetapi proyektil sihir menjatuhkan rombongan drone tersebut dengan brutal. Menyisakan rongsokan besi tak berguna jatuh dari langit lekas menghujani siswa-siswa.
Para staf akademi serta beberapa siswa eksekutif lah yang melucuti drone-drone itu. Bahkan mereka mengevakuasi para siswa yang berada di halaman untuk segera masuk ke kamar asrama masing-masing.
Zaela dengan pengeras suara di tangan berjalan anggun dan tegas, aura superiornya sangat terpancar di perawakan tinggi semampainya. "Seluruh siswa, kembali ke asrama sekarang. Tidak ada pengecualian." Suara yang tegas bagaikan seorang diktator, para siswa juga menurutinya dengan terpaksa.
Melihat para siswa berjalan malas-malasan bagai kukang, gadis itu langsung mengeluarkan sedikit kekuatan untuk memunculkan duri-duri berlian dari bawah tanah. Cara itu terbukti efektif ketika para siswa berlarian untuk menghindari duri-duri yang muncul di dekat mereka menggiring ke kamar asrama.
Gadis itu memutarkan sedikit tubuhnya dan melihat personel pemerintah, "kalian berada di wilayah independen. Jangan coba-coba menguji kesabaran Akademi Debocyle." Peringatan Zaela ditangkap jelas oleh pihak pemerintah.
Tanpa menunggu respons dari pemerintah ia menurunkan pengeras suara dan berbalik pergi. Meninggalkan suasana yang tiba-tiba kembali sunyi.
...****************...
Siswa-siswa biasa sudah masuk ke dalam kamar asrama masing-masing. Instruksi dari petinggi Akademi Debocyle untuk mengamankan para siswa dan menyelidiki kasus pembunuhan pertama yang terjadi.
Kini suasana akademi sibuk—untuk budak-budaknya—sementara para siswa di liburkan untuk sementara.
Alvaro dan Gale mengundang seluruh anggota Fluttergeist berkumpul di ruang aman anggota Fluttergeist. Ruangan ini adalah hadiah dari akademi karena prestasi tim yang gemilang. Bisa dibilang bahwa ruangan ini adalah bentuk apresiasi akademi karena bakat yang cerah.
Ruangan aman itu kecil namun terorganisir, dengan meja di tengah dan beberapa kursi yang berjejer. Sebuah papan tulis digital memuat informasi terbaru yang berhasil mereka kumpulkan. Cahaya redup dari lampu darurat menciptakan suasana tegang. Di luar ruangan, suara sepatu berderap terdengar samar, menandakan para staf dan siswa eksekutif sibuk menjaga ketertiban.
Hans dan Vella sudah dikirimi pesan untuk bergabung di ruangan. Tapi diskusi tidak akan menunggu mereka, dengan anggota yang ada diskusi segera dimulai.
"Kita semua tahu apa yang terjadi tadi malam. Dave... meninggal. Tapi kita tidak di sini untuk bersedih. Kita di sini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi." Gale mengawalinya dengan tepat.
Karena Akademi Debocyle adalah tempat yang belum pernah ada kejadian seperti ini sejak 110 tahun sejak berdirinya, kejadian ini sangat patut dipertanyakan dan diselidiki. Lorong TKP yang biasanya penuh dengan siswa-siswa bandel yang suka begadang mendadak sepi semalam.
"Kita harus tetap tenang. Aku yakin ada pola di balik semua ini. Kalau kita bisa menganalisis... kita akan menemukan jawabannya." Tambah Gale.
Setelah ucapan itu, hal yang membakar hati Alvaro tersulut begitu saja. Seperti ada semacam perilaku memberontak dalam dirinya terhadap pernyataan itu.
"Tenang? Dave baru saja mati, Gale. Kau pikir kita punya waktu untuk analisis panjang? Kita butuh tindakan nyata, bukan teori!" Alvaro masih duduk bersandar dengan tangan terlipat, tetapi suaranya tegas dan meninggi seakan kejadian semalam adalah kejadian terburuk yang pernah ia alami.
Latania terkekeh kecil lalu mendengus panjang. Gadis itu pastilah punya jawaban menusuk untuk keduanya. "Tenang, kau bilang? Analisis panjang? Tindakan nyata? Kalian berdua sama-sama menyedihkan. Tidak ada gunanya berdebat soal pendekatan kalau kita bahkan tidak tahu apa yang kita hadapi."