NovelToon NovelToon
Cinta Habis Di Orang Lama

Cinta Habis Di Orang Lama

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: mom fien

Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-

Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.

"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."

Full of love,
From author 🤎

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

"Pagi Ka", Carlo sudah menunggu di depan rumah.

"Loh kok jemput aku? Nanti juga aku lewat depan jalan rumah kamu".

"Masa aku ga boleh jemput pacar aku sih", ia mengucapkannya sambil tersenyum.

Aku menggelengkan kepalaku sambil membalas senyumannya.

Kemudian ia menggenggam tanganku.

"Ga enak kalau dilihat tetangga Lo", ucapku sambil melepaskan tangannya.

"Ya ampun kita udah suka pegangan tangan dari sebelum jadian Malika", ia mengucapkannya sambil mengambil tanganku lagi.

"Ya iya sih, tapi itu kan situasi tertentu aja Lo".

"Sekarang aja ga mau pegangan tangan, pasti di sekolah juga kamu ga mau pegangan tangan sama aku deh", ucap Carlo sambil merengut.

Aku menggelengkan kepalaku,

"Aku ga suka jadi pusat perhatian Lo", ucapku mengiba.

"Ini ga, itu ga...", gerutu Carlo.

Aku memeluknya sebentar, karena ini halaman rumahku, aku tidak mau berpelukan lama-lama dan dilihat tetangga.

"Apa bisa ga marah lagi?".

"Ok deh", balasnya sambil mencubit pipiku pelan.

Kemudian ia mau memelukku tapi aku menghindar dan menarik tasnya keluar halaman rumahku.

"Nanti kita telat Carlo", ucapku sambil berjalan lebih dulu menuju halte.

"Ya ampun baru juga jadian, pacarnya udah ditinggal aja", gerutu Carlo.

Aku memiliki rutinitas yang baru sekarang, sepulang sekolah aku akan menunggu Carlo di pinggir lapangan melihatnya bermain bola, atau pergi ke perpustakaan. Jika ada teman yang bertanya hubungan kami, aku akan menjawabnya jujur. Namun aku tidak menunjukkan sikap mesra kepada Carlo, kami tidak berpegangan tangan selama di sekolah, istirahat juga aku masih menghabiskan waktu bersama teman temanku.

Jika kami pulang sudah agak sore, maka Carlo hanya akan mengantarku sampai depan rumah, ia baru akan mampir sebentar jika hari masih siang.

"Bagaimana perkembanganmu dengan Carlo Ka?", tanya mama melalui panggilan video call.

"Ya aku sudah jadian sama dia semenjak hari Minggu kemarin ma".

"Ya mama turut bahagia Ka, tapi jangan lupa sekolah ya Ka?".

"Iya ma, aku masih mau mengejar beasiswa kok ma".

"Jangan berduaan sampai malam di rumah loh Ka. Kamu bisa mama percaya untuk pacaran sehat kan Ka?".

"Iya ma, aku tau batasannya, kalau sudah sore Carlo hanya mengantarku ke rumah aja kok ma. Kalau dia lagi ada di rumah juga pintu dan jendela aku buka lebar ma".

"Iya kamu anak perempuan, apalagi kamu tinggal sendiri. Papa ga pernah pulang ya Ka?".

"Ga pernah ma".

"Sabar ya Ka, proses perceraian ternyata membutuhkan waktu agak lama Ka".

"Iya ma ga apa apa. Bagaimana dengan lamaran mama? Apa sudah ada yg panggil mama wawancara?".

"Belum nih Ka, semoga segera ada kabar baik ya Ka".

"Iya ma, Malika selalu berdoa untuk mama".

Saat ini kami sedang menjalani masa ujian tengah semester, Carlo memintaku belajar bersama. Jadi selama seminggu ini setiap pulang sekolah aku akan menghabiskan waktuku di rumah Carlo. Sama seperti saat berada di rumahku, kami akan belajar di ruang keluarga, dan membuka pintu dan jendela lebar-lebar.

Sudah seminggu ini juga aku makan malam di rumah Carlo. Awalnya aku menolak dan merasa sungkan, namun mama Carlo memaksaku untuk tetap tinggal sampai jam makan malam, baru aku diperbolehkan diantar pulang oleh Carlo. Aku sungguh bersyukur karena mama Carlo menerimaku dengan baik, karena awalnya aku tidak percaya diri dengan kondisi orangtuaku.

"Ka besok kan udah terakhir kita ujian, Sabtu atau Minggu kita main yuk".

"Emang kamu mau main kemana?".

"Dufan yuk, biar seru bisa teriak teriak Ka".

Aku tersenyum sambil berkata, "Aku harus bilang mama dulu, kamu juga Lo".

"Ok Ka, tapi kamu setuju kan sama ide Dufannya?".

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Saat mama Carlo pulang, hal pertama yang dia ucapkan adalah meminta izin main ke Dufan.

"Ma, apa aku boleh ajak Malika main ke Dufan setelah ujian ini ma?".

"Emangnya Malika mau diajak kamu kesana?", canda mama Carlo.

"Ya mama jawab dulu, boleh ga Carlo ke Dufan?".

"Iya boleh, belajar dulu sekarang, besok terakhir kan?".

"Siap kapten", canda Carlo.

Setibanya di rumah aku mengirim pesan pada mama meminta izin main ke Dufan bersama Carlo.

"Iya boleh Ka, hari Sabtu aja mainnya, jadi hari Minggu kamu bisa bangun siang. Selamat bersenang senang ya Ka".

"Terima kasih ma".

POV Carlo.

"Lo, papa mau sekalian ke daerah sana, mau nebeng ga? Nanti papa drop di Dufan".

"Ya ampun pa, aku ini mau pacaran bukan karyawisata anak SD, bikin malu aja ihh papa".

"Ya siapa tau mau pacaran ngirit kan Lo", ucap papa sambil terkekeh, mendengar celetukan Carlo.

"Jangan pulang diatas jam 9 malam ya Lo", pesan papa.

"Ok pa".

"Ka kita mau antri permainan apa dulu?".

"Ngikut aja Lo, tapi aku ga berani kaya tornado atau hysteria gitu".

"Kita mulai dari level sedang dulu ya, baru nanti agak meningkat dikit baru yang santai, gimana?".

"Ok".

Senang melihat Malika bisa teriak dan tertawa, kami juga terus berpegangan tangan, kadang aku juga merangkulnya, sesuatu yang biasanya Malika tolak jika berada di tempat umum.

"Ka sebelum makan siang kita antri halilintar yuk, lagian ga panjang antriannya".

"Aku berani ga ya?".

"Ayolah, cepet banget kok itu, permainan yang mirip ini sebelumnya kamu berani, ini juga kamu pasti bisa Ka, seengganya coba sekali aja, kamu belum pernah kan Ka?", bujukku.

"Ok, baiklah".

Aku melihatnya memejamkan mata selama permainan.

"Gimana Ka, kamu ga apa apa kan?".

"Aman Lo, cuma aku ga mau coba lagi".

Aku tertawa mendengarnya.

"Kalau gitu kita coba 1 lagi ya, dibawah ini kok levelnya".

Aku menariknya ke antrian Kora kora.

"Duh aku takut Lo".

"Kita nanti duduk di tengah aja Ka, jadi ga terlalu ekstrem, ayolah Ka".

Akhirnya Malika mau masuk ke dalam antrian.

Sama seperti halilintar, selama permainan ia memejamkan matanya, awalnya ia berpegangan erat dengan rail didepannya, kemudian aku merangkulnya, mungkin karena merasa sangat takut, ia memelukku erat selama sisa permainan.

"Kamu ga apa apa kan Ka?"

"Udah cukup Lo itu tadi yang terakhir Lo".

"Ok sisanya kita main yang santai aja ya", ucapku sambil tertawa dan merangkulnya lagi.

Setelah cukup beristirahat dan makan siang, aku bertanya kepadanya,

"Kalau bianglala kamu berani? Kita bisa lihat laut dari atas".

"Ok".

"Gimana Ka, kamu ga apa apa kan?", tanyaku saat kami mulai menuju putaran keatas.

"Ga apa apa lo, kalau ini aku berani".

"Ka suatu saat pengen deh main ke pantai terus snorkling bareng, terus nungguin matahari terbenam atau matahari terbit sama kamu".

"Hmm... iya ya kayanya seru ya Lo".

"Kalau hari ini gimana Ka? Kita sekarang sudah dekat pantai, kita bisa cari tempat buat nunggu matahari terbenam".

"Ok juga".

Aku dan Malika memainkan 2 permainan lagi di Dufan kemudian kami menuju halte bis yang akan berkeliling Ancol. Kami duduk di pinggir mengobrol sambil memakan makanan ringan menunggu matahari terbenam.

"Langitnya bagus ya Ka, lagi cerah nih".

"Iya warnanya cantik".

Saat langit mulai berubah warna menjadi lebih gelap, suasana pantai mulai lebih sepi.

"Semoga kita bisa terus samaan kaya gini tetus ya Ka, bisa kuliah di tempat yang sama juga".

"Iya Lo".

"Mmm... Lo... mama berencana pindah tinggal ke daerah Jawa Tengah, ga tau juga sih tepatnya dimana, masih tergantung kerjaannya dapat di kota apa".

"Apa kamu akan ikut mama pindah Ka?".

"Entahlah, yang pasti aku tetap tinggal di rumah sampai tamat SMU. Kalau kuliah aku juga ga tau dapat beasiswanya dimana, aku harus mengejar beasiswa Lo. Papa sudah punya keluarga baru, aku juga ga mau membebani mama".

"Pokoknya aku kalau bisa bareng sama kamu kuliahnya, setidaknya harus dikota yang sama ya Ka".

"Ya Lo".

Kemudian kami larut dalam pikiran kami masing-masing sambil mendengarkan deburan ombak.

Kutatap Malika tanpa sepengetahuannya, berat rasanya kalau kami harus berbeda kota.

Dia tampak cantik, rambutnya melambai ditiup angin laut, aku menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya, kemudian kami saling bertatapan, dan aku mencium bibirnya, lebih tepatnya hanya sebuah kecupan di bibir.

Kulihat matanya membulat karena kaget, kemudian ia kembali menatap laut wajahnya bersemu merah karena malu.

Akupun kembali menatap laut, menetralisir jantungku yang berdebar kencang karena ada rasa gugup, canggung dan juga senang bercampur jadi satu.

1
Mustika Wati
suka cerpen ini, singkat, padat, alurnya jelas, dan relate dengan realita
fien: makasih kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!