"Tak harus ada alasan untuk berselingkuh!"
Rumah tangga yang tenang tanpa badai, ternyata menyembunyikan satu pengkhianatan. Suami yang sempurna belum tentu setia dan tidak ada perempuan yang rela di duakan, apalagi itu di lakukan oleh lelaki yang di cintainya.
Anin membalas perselingkuhan suami dan sahabatnya dengan manis sampai keduanya bertekuk lutut dalam derita dan penyesalan. Istri sah, tak harus merendahkan dirinya dengan mengamuk dan menangis untuk sebuah ketidak setiaan.
Anin hanya membuktikan siapa yang memanggil Topan dialah yang harus menuai badai.
Seperti apa kisahnya, ikuti cerita ini ya☺️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34. Tak Suka Barang Bekas
Anin mendekat, Ratna mengepal dengan sikap waspada.
Dan,
BRETT...!!!
Leher Dress versace yang di kenakan Ratna di renggut oleh Anin melewati bahu putih Ratna yang segera terpampang polos, kancingnya jatuh di lantai seperti bunyi dentingan.
"Awww...!" Ratna terpekik tak menyangka Anin merobek pakaian mahal itu tanpa di nyana. Serta merta Ratna menutup dad4nya yang bahkan sekarang belum mengenakan br4 itu.
"Apa yang kamu lakukan, Anin?!!!" Teriak Ratna kalang kabut, dia mundur beberapa langkah, menutup tubuhnya yang nyaris bertel4n j4ng bagian atasnya.
"Dia mengatakan begitu? Dia benar mengatakan tak mencintaiku? begitu?" Anin menyeringai lebar.
"Bagus!" Mata Anin membeliak besar, tertuju nyalang pada Ratna yang sekarang terlihat takut dan gentar.
"Aku senang mendengarnya kalau aku ternyata tak memu4skannya." Lanjut Anin dengan tajam.
"Dengan begitu aku tak punya rasa takut atau penyesalan lagi. Ambillah dia untukmu, aku benar-benar tak punya beban sekarang. Bertemu denganmu setidaknya, aku bisa membebaskan diriku dari perasaan bersalah jika harus kehilangan rumah tanggaku. Terimakasih telah menjadi pemu4s nafsu suamiku, silahkan kamu melakukannya seumur hidupmu. Dan sekarang, lihat baik-baik, baju mahal dan berharga ini bahkan tak lagi punya arti bagiku setelah bersentuhan dengan tubuhmu. Seperti itu halnya suamiku itu. Dia sudah tak punya harga lagi untukku sama seperti tak bernilainya dirimu di mataku." Dengus Anin terdengar datar meski bibirnya mengucapkan kata demi kata itu dengan gemetar.
Ratna mundur, dia benar-benar menciut nyalinya melihat bagaimana wajah Anin yang tak henti menatapnya dengan dingin.
"Aku dan kamu tak selevel karena tak suka barang bekas sepertimu!" Anin menunjuk wajah Ratna dengan telunjuknya.
"Sekarang, keluar dari dalam rumahku! Kamar ini berbau busuk seperti kubangan sampah saat orang sepertimu di dalamnya. Aku bersumpah, jika aku bertemu lagi denganmu, kamu akan menangis dan memohon untuk sakit hati yang sama, jauh lebih sakit dari luka yang ku tanggung selama ini. Aku tak akan merepotkan Tuhan untuk itu..." Anin mundur selangkah seakan memberi jalan kepada Ratna untuk keluar.
Ratna masih menatap Anin seperti terperanjat tetapi Anin memalingkan wajahnya seolah begitu jijik untuk bertemu pandang dengan Ratna.
"Keluar! jika tidak karena bayi yang kini sedang kamu kandung, aku akan menyeretmu keluar dengan tanganku! Enyah segera dari depanku atau aku memanggil polisi dan mengatakan jika ada seorang pencuri telah masuk ke rumahku? Lantai dingin sel penjara aku rasa akan cocok untukmu." Anin berucap serak, piasnya sedingin es kutub utara.
Ratna hendak berkata-kata tetapi dia tak tahu apa yang bisa di katakannya, tetapi ancaman Anin jelas bukan sekedar gertakan sekarang. Dengan gigi bergemeretak dia keluar sembari menyeret kopernya, tangan kirinya tak lepas dari leher bajunya yang tak lagi berkancing dan sobek di bagian bahu.
Dan begitu mobil Ratna meninggalkan rumah itu, Anin terduduk di lantai, lututnya goyah dan gemetar.
Tangis Anin pecah, tak ada yang lebih menyakitkan dari pada terlihat tegar dalam keadaan mental dan hati yang hancur.
Perempuan yang kuat di luar mungkin saja remuk di dalam seperti halnya Anin sekarang.
Siapa perempuan yang sanggup menahan sesak saat melihat ranj@ngnya, tempatnya melalukan hal terprivat dalam hidupnya serta tersakral untuk sebuah hubungan suami istri sekarang di kotori oleh orang lain dan itu di lakukan dengan suaminya sendiri.
"Ibu..." Bik Irah mendekati Anin dengan tatapan sedih, majikannya yang selalu memperlakukannya seperti orang tua itu merasa kehancuran hati Anin. Dia hanya seorang pembantu tetapi telah menyaksikan sendiri bagaimana ketidak adilan mendera hidup Anin.
"Bik..." Anin mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata.
"Sakit sekali, bik." Ucap Anin parau. Perempuan setengah baya itu mendekat, dia duduk bersimpuh di depan Anin.
"Rasanya seperti mau mati." Anin beringsut dan memeluk Bik Irah, tak tahu harus mengatakan apa, perempuan itu menepuk lembut punggung Anin.
"Sebentar lagi tak akan sakit, kalau ibu sudah selesai menangis, sakitnya akan hilang..." Bisiknya halus. Ucapan itu malah membuat Anin makin tersedu.
"Jangan mempertahankan sesuatu yang pernah menghargaimu, lepaskan saja supaya dia tahu tanpa ibu, dia bukan apa-apa."
...***...
Galih memaki panjang pendek, saat berharap menemui kepala divisi yang baru itu ternyata dia hanya bertemu kursi kosong dan setumpuk laporan keuangan yang harus di periksa ulang olehnya.
"Pengganti bapak meminta kejelasan di beberapa pengeluaran. Dia tak mau duduk di kursi ini dengan meneruskan banyak ketimpangan. Satu setengah tahun terakhir, ada beberapa kerugian tak jelas dan jika pak Galih tidak menyelesaikannya dalam satu minggu ini, terpaksa pengganti bapak akan melaporkan hal ini pada dewan komisaris." Pak Ardi menyerahkan sebuah nota yang menunjukkan angka fantastis yang harus dia pertanggung jawabkan.
"Yang menggantikanku ini siapa???" Galih marah bukan kepalang.
"Bapak tak harus tahu."
"Aku harus tahu!" Pekik Galih marah.
"Kalau bapak tahupun tak ada gunanya, tak ada yang akan berubah. Bapak tetap saja akan menjadi staff." Ucap pak Ardi kemudian sembari menaikkan kacamata minusnya.
Rasanya, ingin sekali Galih merobek mulut lelaki tangan kanan petinggi perusahaam itu.
"Kalau aku tidak mau? dia mau apa?" Ejek Galih.
"Tak masalah, hanya saja...pengacara perusahaan tentu saja tak tinggal diam." Sahut Pak Ardi, dia terlihat begitu suram dalam stelannya yang berwarna gelap.
"Sialaaaan!" Galih menggebrak meja.
"Pak Haryo, kenapa pak Haryo tak bisa di hubungi sama sekali?" Galih merutuk kesal ketika sudah beberapa kali dia menghubungi kontak bosnya itu tetapi tetap dalam status non aktif. Hanya orang ini yang bisa di harapkannya untuk menyelamatkan posisinya. Pak Haryo tahu benar bagaimana kinerjanya selama ini, dia tentu tak akan tinggal diam jika pemegang saham lain memperlakukannya dengan tak adil.
Pak Ardi tak menjawab, dia hanya mengamati gerak gerik gelisah Galih yang terlihat gusar itu.
"Aku sangat penasaran siapa yang menggantikan posisiku di sini! Dia pasti telah melakukan kecurangan untuk menjatuhkan aku." Umpatan Galih mengakhiri setiap kalimat yang keluat dari mulutnya.
"Guna-guna macam apa yang telah di lakukannya sampai-sampai dia bisa menggeserku dari sini!"
Pak Ardi masih saja berdiri, membiarkan paras Galih terlihat masam dari tadi. Dia benar-benar kesal sekali.
"Aku yang menggantikan anda..." Seseorang bersuara, dia telah berdiri di pintu ruangan.
...
Galih...
(😅 siapa kira-kira nih yang gantiin posisi Galih? 😂 Kalau ada yang bener jawabnya di kolom komentar, bakal double UP kita hari ini🤭🤣🤣
yukkkk tetap dukung selalu ya novel ini biar popnya naik, dukungan kalian adalah sebagalanya buat othor. Tanpa kalian, othor hanya butiran debu🤭😅)
andai d alam nyata, tak bejek2 tu suami .bikin dendam aja
sukses dalam berkarya.
ku suport dngan kirim setangkai mawar.