Kisah gadis bernama Li Mei adalah putri raja dari Zheng-mi goo yang dikutuk memiliki umur panjang karena dituduh membakar istana selir ayahnya, dia melintasi waktu dari kejaran pengawal istana yang ingin menangkapnya sehingga Li Mei mengalami amnesia karena kecelakaan yang tak terduga. Dan bertemu Shaiming yang menjadi tunangannya.
Mampukah Shaiming membantu Li Mei mengingat semuanya, akankah ingatan Li Mei kembali ? Dan apakah mereka akan bersama dan bahagia ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 MIMPI BURUK ITU
"Li Mei... ! Li Mei... ! Li Mei... !"
Terdengar suara memanggil ke arah Li Mei yang sedang duduk.
Li Mei membersihkan pedang emas Ratu Caihong dengan kain khusus, sembari melirik pelan ke arah suara yang memanggilnya.
"Li Mei... !", panggil suara itu kembali.
Terlihat seorang perempuan berlarian ke arahnya sambil melambaikan tangannya.
"Li Mei... !", panggilnya lagi.
Perempuan cantik itu tersenyum lembut sambil memberinya dua tusuk tanghulu buah strawberry.
Li Mei terdiam saat dia menerima tanghulu itu lalu menatap sendu ke arah perempuan itu.
"Ibu...", ucapnya lirih.
"Apa kamu belum makan, Li Mei ?", kata perempuan cantik itu.
"Belum...", sahut Li Mei.
"Makanlah tanghulu itu agar kau memiliki tenaga untuk berlatih ilmu pedang, Li Mei", kata perempuan berwajah cantik itu.
"Baiklah..., aku akan memakannya...", ucap Li Mei.
"Li Mei, kau harus berlatih tenaga dalam agar kamu dapat menggunakan pedang Ratu Caihong dengan sempurna", kata perempuan itu.
"Untuk apa aku harus melatih keahlian pedang ku, Ratu Caihong !? Bukankah kita tidak menginginkan tahta kekaisaran berada di tangan kita !?", sahut Li Mei.
Perempuan cantik yang dipanggil dengan Ratu Caihong itu terdiam seraya memandangi ke arah Li Mei.
Tersenyum sekilas lalu mengusap lembut wajah putrinya.
"Kita tidak memerlukan tampuk pimpinan jatuh pada kita karena kekuasaan itu akan datang dengan sendirinya kepada kita jika kamu berlatih bersungguh-sungguh...", ucapnya.
"Tapi aku bukanlah kesayangan Raja Zheng-mi goo, dia mengharapkan seorang putra untuknya yang akan menggantikannya kelak", kata Li Mei.
"Hmmm..., iya..., memang itu benar...", ucap perempuan itu.
"Ratu Caihong...", panggil Li Mei.
"Ya, Li Mei", sahut perempuan cantik itu.
"Apakah kau menyesal telah melahirkan seorang putri untukmu ?", tanya Li Mei.
Ratu Caihong terdiam seraya menatap teduh ke arah Li Mei yang duduk memandanginya.
"Tidak, sama sekali tidak menyesal, Li Mei...", kata Ratu Caihong lalu tertawa kecil saat mendengar pernyataan Li Mei.
"Untuk apa aku menyesalinya !? Kau adalah putri kandungku satu-satunya, Li Mei !", sahut Ratu Caihong.
Dibelainya lembut rambut indah Li Mei seraya tersenyum.
"Aku menyayangi mu melebihi hidupku, Li Mei", ucapnya lagi.
Perempuan berparas cantik dengan mahkota di atas kepalanya itu lalu memeluk Li Mei dengan penuh kasih sayang.
"Li Mei...", bisiknya lembut.
"Ratu Caihong...", sahut Li Mei.
Li Mei membalas pelukan Ratu Caihong dengan eratnya kemudian tertawa ceria saat Ratu Caihong menyuapinya sebuah tanghulu strawberry.
Suara kicau burung berterbagan di atas langit, memenuhi langit-langit angkasa berwarna biru.
Udara terasa sejuk disekitar mereka saat duduk di area taman buatan di dekat gunung Changping.
Li Mei terlihat sedang berlatih ilmu pedang emas Ratu Caihong dengan meningkatkan tenaga dalamnya, dibimbing oleh Ratu Caihong sendiri yang merupakan pemilik pedang emas.
Keduanya tampak berlompatan tinggi di udara sambil beradu pedang.
Di puncak gunung Changping, mereka berdua berlatih pedang sambil mengerahkan kemampuan mereka untuk menguasai tingkat level tertinggi ilmu pedang Ratu Caihong.
Ratu Caihong terus menempa kemampuan berlatih pedang Li Mei supaya dia mampu menguasai seluruh jurus-jurus ilmu pedang emas Ratu Caihong.
Pedang emas Ratu Caihong terkenal akan kesaktiannya bahkan ilmu pedangnya konon kabarnya mampu membuat pemiliknya mendapatkan anugerah langit serta tahta tertinggi sebagai seorang pemimpin.
Kerajaan awan biru yang merupakan tampuk kekuasaan dari Maharani Ratu Caihong sangatlah disegani dan luas kekuatannya. Bahkan Raja Zheng-mi goo yang merupakan penguasa lembah alam mampu ditundukkan oleh kehebatan Ratu Caihong.
Keduanya saling bertemu satu sama lain saat adanya pertarungan di arena pedang, dimana saat itu seluruh pendekar pedang saling berlomba memperebutkan Ratu Caihong.
TENG !
TENG !
TENG !
Suara lonceng terdengar keras dari arah Istana Kerajaan Awan Biru.
Seseorang berlari panik menuju mimbar agung istana yang terletak di dekat singgasana kerajaan.
"BERITA BURUK ! BERITA BURUK !", teriaknya dengan roman muka pucat.
Semua orang yang melintas di jalan Istana Awan Biru teralihkan perhatiannya ke suara lonceng dari dalam istana.
Mereka saling berbisik-bisik pelan seperti sedang berbicara.
"MAHARANI RATU CAIHONG TELAH WAFAT !", isi dari berita tersebut.
Sontak seluruh istana menjadi ramai oleh berita atas meninggalnya Ratu Caihong yang merupakan maharani dari Kerajaan Istana Awan Biru.
"Maharani Ratu Caihong wafat !? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi ?", tanya beberapa orang yang ada di area sekitar istana.
"Bukankah dia masih dalam keadaan baik-baik saja tiga hari yang lalu !?", kata orang yang lainnya.
"Benar, saat itu Maharani Ratu Caihong masih memimpin upacara kerajaan di hari senin sebagai tradisi penghormatan bagi leluhur Kerajaan Awan Biru", ucap seorang wanita.
"Apa yang terjadi sebenarnya !?", kata seorang perempuan bersanggul tinggi.
"Entahlah... Pasti ada kekeliruan pada berita itu...", ucap yang lainnya.
"Kasihan putri Li Mei..., dia terlalu muda untuk kehilangan sosok seorang ibu...", timpal seorang wanita.
...***...
BLAM !
Pintu ruangan kamar terkunci rapat.
Li Mei berdiri mematung di depan sebuah peti mati terbuat dari emas.
Wajahnya berubah pias saat melihat peti itu sedangkan di salah satu tangannya yang lain, dia menggenggam erat pedang emas Ratu Caihong.
Li Mei tidak mengerti kenapa Ratu Caihong bisa meninggal secepat itu karena dia masih bertemu dengan ibunya dalam keadaan baik-baik saja.
"Ratu Caihong...", bisiknya bergumam pelan.
Li Mei masih berdiri tertegun menghadap ke arah peti mati di depannya.
Tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang saat mengetahui berita akan kematian Ratu Caihong yang begitu cepatnya.
TAP... !
TAP... !
TAP... !
Langkah kaki terdengar cepat dari arah luar ruangan.
Li Mei segera menghilang, bersembunyi di tempat lainnya saat pintu terbuka dari arah luar.
Muncul sosok selir Haoran berjalan masuk ke dalam ruangan dimana peti mati Ratu Caihong bersemayam.
"Selir Haoran dimana saya harus meletakkan bungkusan buah serta tanghulu ini ?", tanya seorang dayang.
Wanita berparas anggun itu lalu menolehkan pandangannya ke arah dayang yang berdiri di dekatnya sembari membawa bungkusan buah di tangannya.
"Letakkan saja, di meja sana !", kata Selir Haoran.
"Baik, yang mulia", sahut dayang itu.
"Coba kamu nyalakan dupa !", kata Selir Haoran. "Dan jangan lupa lilin penerangan di dalam ruangan ini !", sambungnya.
"Baik, Selir Haoran !", sahut dayang lainnya.
Selir Haoran melangkah mendekat ke arah peti emas tempat Ratu Caihong bersemayam di dalamnya.
"Bagaimana kau bisa pergi secepat ini, Ratu ku ?", ucap Selir Haoran.
Selir Haoran mengusapkan sehelai kain saputangannya ke arah wajahnya yang mulus bak porselen.
"Seharusnya, kau memberi kabar pada ku jika kau sedang sakit, Ratu...", ucap Selir Haoran.
Pundak Selir Haoran berguncang hebat saat dia melihat jasad maharani Ratu Caihong terbaring kaku di dalamnya.
"Aku tahu kabar akan kehamilanku menjadi pukulan berat bagi mu, dan kau tahu aku sedang mengandung putra mahkota Raja Zheng-mi goo", ucapnya.
Tampak senyum tipis menghias sudut wajah Selir Haoran sembari mengusap air matanya yang berlinangan.
"Dan aku menyesal telah memberitahukan pada mu bahwa aku akan melahirkan seorang putra bagi raja", ucapnya.
DEGH !?
Jantung Li Mei mendadak berhenti cepat ketika mendengar penjelasan Selir Haoran yang menyebutkan bahwa dia sedang mengandung putra dari Raja Zheng-mi goo.
Tiba-tiba seluruh tubuh Li Mei bergetar hebat, keringat dingin mulai bercucuran membasahi tubuhnya.
Pemandangan menyedihkan itu langsung menyentakkan kesadaran Li Mei.
Li Mei terbangun dari tidurnya dan terjaga dari mimpi buruknya lalu dia terduduk sambil memegangi kepalannya yang kembali berdenyut kencang.