Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU INGIN SENDIRI
Dua minggu berlalu, sekolah dan perkuliahan telah kembali dimulai. Rafael masuk ke jurusan kedokteran, Yasa ke perawatan, sementara Marco mengambil jurusan hukum.
Pagi ini, Marco kembali merasa sepi. Seharusnya ia akan kembali mengantar jemput adik perempuannya, tapi nyatanya ia hanya sendirian saja di dalam mobil.
Meskipun begitu, Marco merasa senang karena Mirelle tampak lebih bahagia di tempatnya saat ini. Hal itu bisa Marco rasakan hanya dengan mendengar suaranya.
"Aku berjanji akan menjadi pribadi yang mandiri, tidak manja, dan tidak cengeng. Aku akan menjadi gadis tangguh, seperti Xena the Warrior Princess," ucap Mirelle saat ia menghubunginya kemarin, yang langsung membuat Marco tersenyum.
Kedatangan Marco disambut oleh Rafael dan juga Yasa yang memang telah menunggunya. Mereka akan menjalani perkenalan secara bersama sama, karena seluruh mahasiswa baru dari semua jurusan, akan berkumpul di ruang serbaguna yang sangat besar.
"Kamu terlambat, Mar! Apa kamu harus mengantar Elle terlebih dulu?" tanya Yasa.
"Hmm," jawab Marco.
Selama dua minggu ini juga Rafael tak pernah mendapat panggilan telepon, baik itu panggilan video atau panggilan suara, dari Mirelle. Bahkan tak ada lagi pesan singkat yang dikirimkan gadis itu padanya.
Aneh? Ya, Rafael merasa hidupnya begitu aneh. Ia bahkan pernah memperhatikan ponselnya seharian, berharap setidaknya ada notifikasi pesan dari Mirelle. Namun semua itu tak pernah terjadi.
"Mungkin ia sudah menyerah dan tak akan menggangguku lagi, apalagi setelah mengetahui bahwa aku memiliki kekasih," batin Rafael.
"Hai!!" tampak Marsha mendekati ketiganya dan mulai berdiri di antara Yasa dan Rafael.
"Aku pergi dulu," ujar Marco dan langsung meninggalkan kedua sahabatnya bersama Marsha, yang dulu adalah sahabat adiknya.
"Mau apa kamu di sini? Jangan jangan mau nagih hutang ya? Jangan sekarang, kan aku udah bilang pas aku gajian nanti," ucap Yasa. Ia memang memiliki hutang pada Marsha karena gaji yang ia miliki kadang hanya bisa tutup lubang dan akhirnya menggali lagi, agar bisa mencukupi hidupnya sebulan ke depan.
"Hutang? Tak usah kamu pikirkan itu lagi," ucap Marsha, "Aku ke sini untuk bertemu Rafael."
"Kamu serius?" tanya Yasa.
"Iya, aku serius. Lagipula hutangmu itu sudah lunas semua tanpa bersisa, bahkan aku mendapatkan lebih," ucap Marsha.
"Siapa yang melunasinya?" tanya Yasa ingin tahu.
"Marco, sahabatmu itu yang melunasinya."
Yasa langsung melihat ke arah Marco yang sudah melangkah cukup jauh menuju ke ruang serbaguna. Ia pun undur diri dari sana dan ingun menyusul Marco.
Sementara itu, Marsha mulai memegang lengan bagian atas Rafael.
"Raf, kamu tahu tidak kalau aku sengaja datang ke sini untuk menemuimu? Aku bolos tapi Aku senang sekali karena bisa bertemu denganmu," ungkap Marsha.
"Aku tak peduli dan itu tak ada urusannya denganku. Aku harus pergi," ucap Rafael yang menghempaskan pegangan Marsha.
"Aku ikut, aku akan pura pura menjafdi mahasiswa bary dan duduk di sebelahmu, Raf," Marsha seakan tak punya malu dan tak peduli dengan penolakan Rafael. Ia yakin kalau Rafael sebenarnya memiliki perasaan padanya, pasalnya tak mungkin Rafael menggunakan dirinya hanya untuk memanas manasi Mirelle, pasti ada sesuatu selain itu. Begitulah menurut Marsha.
Rafael hanya bisa berdecak kesal dan terus saja mendorong Marsha yang ingin menempel padanya. Ia kira kini ia telah terbebas dari Mirelle, tapi ternyata datang makhluk yang lebih menyebalkan lagi dari adik sahabatnya itu.
*****
"Aku pulang dulu," ucap Marco dan melangkahkan kakinya menuju ke pelataran parkir area Universitas.
"Mar, tunggu!" ujar Yasa, "Kamu tak mau kumpul kumpul dulu? Aku akan mentraktirmu sebagai tanda rasa terima kasihku."
"Sudah kukatakan jangan berterima kasih padaku. Itu semua keinginan Mirelle. Ia bilang lebih baik berhutang padanya daripada dengan Marsha, bunganya jauh lebih kecil."
Sontak hal itu membuat Yasa tertawa terbahak bahak. Mirelle memang paling bisa bercanda dengannya.
"Baiklah, nanti aku akan ke rumah. Aku mau bicara empat mata dengannya. Siapa tahu ia butuh bodyguard pribadi, lumayan buat cicilan hutangku," ucap Yasa.
Yasa bahkan tertawa sendiri ketika membayangkan apa yang ia pikirkan saat ini.
"Tak usah, Mirelle tak ada di rumah. Ia sedang pergi," ucap Marco.
"Pergi? Sepertinya Elle sangat sering pergi, Mar?" tanya Rafael.
Namun, Marco tak menjawab pertanyaan Rafael. Ia memilih untuk segera masuk ke dalam mobil miliknya dan pergi dari sana.
"Kakak merindukanmu, Elle," gumam Marco sebelum akhirnya mobil yang ia kemudikan melaju meninggalkan pelataran Universitas.
"Mengapa ia tak pernah mau menjawab pertanyaanku? Mengapa Marco terasa begitu jauh denganku. Apa ia sedang ada masalah?" batin Rafael yang memperhatikam kepergian Marco.
"Kita makan siang bersama dulu yuk!" ajak Marsha, "Aku yang traktir. Jarang jarang loh aku bolos sekolah dan bisa traktir kalian seperti ini."
Namun Yasa dan Rafael seakan tak menggubrisnya. Keduanya segera pergi dari sana, meninggalkan Marsha seorang diri. Marsha kembali mengepalkan tangannya karena merasa dirinya tak dianggap oleh Rafael maupun Yasa.
Sesampainya di Kediaman Keluarga Frederick, Rafael masuk ke dalam kamar tidurnya. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sebelum ia berencana turun ke bawah dan menemui Mom Queen.
Selesai mandi, Rafael melangkah ke arah lemari pakaiannya dan mulai berpakaian. Dan ntah hasutan dari mana, ia mengambil ponsel lain yang sering ia gunakan untuk hal hal pribadi, untuk menghubungi seseorang.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.
Ya, berulang kali Rafael mencoba, tapi hasilnya tetap sama, tak ada yang menjawab panggilannya, bahkan kadang tak tersambung sama sekali.
"Tak mungkin Mirelle akan membuang nomor ponselnya yang menurutku sangat bagus itu," gumam Rafael.
Rafael akhirnya memutuskan untuk turun. Matanya membulat dan tangannya mengepal, Rafael tak suka dengan kehadiran gadis itu di sana.
"Kamu sudah selesai membersihkan diri?" tanya Mom Queen.
"Sudah, Mom," jawab Rafael.
"Pantas saja Mirelle terus bertekad mendekatkan diri pada Rafael. Melihatnya seperti ini, aku pun tak ingin mereka kembali bertemu. Aku semakin yakin kalau aku mencintainya dan Rafael juga mencintaiku. Mungkin ia hanya malu dan canggung saat berdekatan denganku," gumam Marsha percaya diri. Ia tak melepaskan pandangannya dari Rafael.
*****
"Elle!"
"Kakak! Ada apa memanggilku?" tanya Mirelle.
"Bagaimana pelajaranmu di sekolah? Apa kamu bisa mengikutinya dengan baik?"
"Tentu saja! Mirelle gitu loh," ucap Mirelle percaya diri.
"Bagaimana tentang tawaranku yang kemarin, apa kamu bersedia?"
"Aku ..."
Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponsel Mirelle. Ia pun meminta izin untuk membaca pesan singkat yang ternyata dikirimkan oleh kakak tersayangnya itu. Terlihat foto yang dikirimkan oleh Marco di mana menampakkan kemesraan antara Rafael dengan Marsha di pelataran parkir Universitas.
Aku sedang ingin sendiri," ucap Mirelle.
🧡 🧡 🧡